KPK Siap Terima Laporan Hakim Kasus TPI

Selasa, 09 Desember 2014 - 11:13 WIB
KPK Siap Terima Laporan...
KPK Siap Terima Laporan Hakim Kasus TPI
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap menerima laporan masyarakat terkait dugaan penyimpangan hakim Mahkamah Agung (MA) dalam kasus penolakan peninjauan kembali (PK) kasus Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, jika masyarakat memang memiliki bukti-bukti ada dugaan penyimpangan yang dilakukan hakim MA, sebaiknya dilaporkan ke KPK. “Silakan saja kalau masyarakat punya bukti-bukti soal itu (dugaan suap) dilaporkan kepada KPK,” tandas dia di Jakarta kemarin. Meski demikian, ujar Johan, hingga saat ini KPK belum menerima laporan mengenai dugaan kasus tersebut.

“Belum ada laporannya,” kata Johan. Sebelumnya majelis hakim PK TPI yang diketuai M Saleh dengan anggota Abdul Manan dan Hamdi menolak permohonan PK kasus sengketa kepemilikan TPI yang diajukan PT Berkah Karya Bersama. Beredar kabar, ada permainan uang dalam putusan PK TPI tersebut.

PT Berkah Karya Bersama pun sudah melaporkan dugaan ini ke Komisi Yudisial (KY) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sementara itu, KY akan menggelar sidang pemeriksaan kembali putusan atau anotasi putusan MA terkait perkara sengketa kepemilikan TPI.

Komisioner KY Taufiqurahman Syahuri mengatakan, KY secara resmi sudah menerima laporan dari PT Berkah Karya Bersama terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan para hakim agung. Menurut dia, KY memiliki waktu untuk menelusuri dugaan tersebut terhitung sejak laporan itu diterima. “Sampai laporan ini masuk kanberarti tiga bulan, sekitar 100 hari,” kata Taufiq.

Selain menyiapkan pemeriksaan anotasi, tim investigasi yang menelusuri kasus itu juga masih terus bekerja. “(Investigasi) masih proses,” ucapnya. Pengamat hukum perdata Universitas Negeri Semarang, Pujiono menilai, investigasi kasus TPI oleh KY menjadi pertaruhan bagi nama baik MA.

Pengadilan tetap tidak berhak memproses kasus ini karena dua pihak yaitu PT Berkah Karya Bersama (BKB) dan pihak Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) sudah menyerahkannya ke jalur arbitrase. Investigasi yang dilakukan KY adalah memeriksa kembali putusan atau yang disebut dengan anotasi.

“Bisa saja mereka melakukan anotasi atau dalam istilah hukum disebut dengan legal annotation atas perilaku dan tindakan hakim serta jaksa atas kasus itu,” kata Pujiono. Anotasi adalah semacam catatan berupa komentar dan kritik atas kasus itu. Menurut Pujiono, anotasi selanjutnya akan menjadi dasar ada eksaminasi (pengujian).

Anotasi menjadi bagian dari eksaminasi. Sedangkan eksaminasi adalah pengujian atau penilaian dari sebuah putusan (hakim) atau dakwaan (jaksa) yang dilakukan oleh sebuah panel yang terdiri dari praktisi hukum, akademisi, dan lembaga masyarakat. “Pada eksaminasi akan diuji dan dibuktikan apakah perlakuan hukum di sidang telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum,” ungkap Pujiono.

Selain itu, apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar. Selanjutnya, apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat atau justru melukai rasa keadilan masyarakat. Pengamat hukum bisnis Frans Hendra Winarta mengatakan, langkah penyelesaian sengketa TPI melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sudah sangat tepat.

Para arbitrer yang akan memproses sengketa bisnis adalah para pihak yang expert(ahli) dan berpengalaman di bidang yang disengketakan. “Mereka yang menjadi arbitrer adalah ahli di bidang yang disengketakan dan diyakini mampu bisa membantu menyelesaikan sengketa. Jadi kemampuan mereka menyelesaikan masalah tak usah diragukan lagi,” kata dia.

Jika bersengketa bisnis jalan tol, ujarnya, dipilih para arbitrer yang punya pengalaman di bidang jalan tol. Bila sengketa saham, diselesaikan oleh para arbitrer yang ahli masalah saham, begitu juga bidang minyak dan sebagainya. Bisnis tak lepas dari kemungkinan terjadi sengketa.

“Sengketa tidak terelakkan dan sering terjadi,” ungkapnya. Sengketa itu bisa karena pembagian keuntungan, soal saham, atau soal kebijakan. Namun, lanjut Frans, jika dua pihak bersengketa sudah bersepakat menunjuk arbitrer yang dikenal oleh dua pihak dan tidak terikat oleh apa pun atau bisa disebut pihak swasta untuk membantu menyelesaikan sengketa, seharusnya tidak direcoki oleh pengadilan.

“Para pihak yang berselisih itu telah memilih arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa (party autonomy),” kata Frans. Karena itu, menurut Frans, pihak bersengketa harus percaya dan menyerahkan kasus itu untuk diselesaikan oleh pihak arbitrer. “Mereka pihak yang expertpada bidang yang disengketakan,” ungkapnya.

Pihak arbitrer itu bisa berupa arbirter tunggal (sole arbitrator) atau majelis arbitrase (panel of arbitrator). “Pengadilan sudah tidak punya kewenangan atau yurisdiksi lagi dalam mengadili sengketa bisnis itu lagi,” katanya.

Danti daniel/Sindonews/Okezone
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1277 seconds (0.1#10.140)