Mendikbud: Kurikulum 2013 Belum Bisa Diterapkan Utuh

Selasa, 09 Desember 2014 - 11:05 WIB
Mendikbud: Kurikulum...
Mendikbud: Kurikulum 2013 Belum Bisa Diterapkan Utuh
A A A
JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan tetap dengan pendiriannya menghentikan Kurikulum 2013 karena dinilai masih menimbulkan masalah.

Mendikbud menilai, implementasi Kurikulum 2013 belum dapat dilaksanakan seutuhnya karena ketidaksiapan para guru, sekolah, juga siswa. Atas dasar itu, Anies segera mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) untuk menghentikan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang mengacu pada Kurikulum 2013.

Mulai semester genap mendatang, sekolah diharapkan kembali menggunakan kurikulum 2006. Meski penghentian Kurikulum 2013 ini menimbulkan masalah, setidaknya hal itu hanya berdampak pada pemotongan anggaran. Namun, bila kurikulum ini terus dipaksakan untuk dilanjutkan, hal itu justru berdampak pada masa depan pendidikan siswa.

Anies menilai implementasi penerapan Kurikulum 2013 juga dinilai terburu-buru. ”Bayangkan, tanggal 14 Oktober 2014, seminggu sebelum pelantikan presiden baru, menteri (Muhammad Nuh) mengeluarkan Peraturan Nomor 159/ 2014 yang meminta agar dievaluasi kesesuaian antara ide dan desain. Antara desain dan dokumen, antara dokumen dan implementasi,” ujar mantan Rektor Paramadina Jakarta ini di Istana Negara, Jakarta, kemarin.

Dari sisi konsep, penerapan Kurikulum 2013 pun belum dievaluasi secara menyeluruh, tetapi sudah dilaksanakan di 208.000 sekolah. Terkait pernyataan mantan Mendikbud M Nuh yang menilai sebagai kemunduran bila Kurikulum 2013 dihentikan, Anies berkilah bahwa hal itu tidak akan terjadi. ”Kurikulum berubah tidak otomatis kualitas pendidikan meningkat. Tetapi kalau kualitas guru meningkat, Insya Allah kualitas pendidikan meningkat, karena konsentrasi harus pada kualitas para guru,” tambahnya.

Di sisi lain, penghentian Kurikulum 2013 ini membuat kalangan penerbit atau percetakan terancam merugi besar. Mereka bahkan berencana menggugat pemerintah karena kemungkinan buku yang sudah tercetak dan terdistribusikan tak terbayar. Rencana tuntutan hukum itu disampaikan Sekjen Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) A Mughira Nurhani kemarin.

Mughira menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertindak sepihak dalam menghentikan kurikulum baru. Setelah Kemendikbud mengirimkan surat edaran pemberlakuan kurikulum terbatas, banyak pemerintah kabupaten/ kota secara mendadak membatalkan kontrak.

Masalahnya, sejumlah penerbit sudah mencetak maupun mendistribusikan buku pelajaran untuk kurikulum baru itu. Atas masalah ini Mughira meminta pemerintah pusat (Kemendikbud) harus mengambil alih pembayaran buku yang sudah dicetak tersebut. ”Jika tidak ada solusi lain kami akan lakukan tuntutan hukum ke Kemendikbud,” ujarnya saat memberikan keterangan pers di Jakarta, kemarin.

Mughira mengungkapkan, ketika audiensi dengan Kemendikbud Kamis (4/12) lalu sama sekali tidak ada sinyal pemerintah akan memberlakukan terbatas Kurikulum 2013. Kemendikbud malah mendorong percetakan terus mencetak dan mendistribusikan buku-buku itu ke semua daerah.

Mereka pun kaget ketika sehari berikutnya Mendikbud Anies Baswedan mengumumkan Kurikulum 2013 diberlakukan terbatas. Pemerintahdaerah pun dengan cepat menanggapinya dengan membatalkan kontrak pencetakan buku. Bahkan Pemerintah Kabupaten Konawe dan Kolaka di Sulawesi Tenggara langsung membatalkan kontrak dan menyatakan tidak bersedia membayar.

Padahal, kapal pengangkut buku sudah berlabuh di pelabuhan kawasan itu. Ketua Umum PPGI Jimmy Juneanto menambahkan, sebenarnya pemerintah sudah menyediakan dana anggaran pembayaran buku sebab yang dipakai adalah anggaran tahun lalu. Namun, yang menjadi soal, apakah akan ada kemauan untuk membayar karena Mendikbud menyatakan kurikulum diberlakukan terbatas.

Untuk keperluan cetak buku teks pelajaran tersebut pemerintah telah menghabiskan anggaran hingga Rp5 triliun dengan rincian Rp3,1 triliun untuk pengadaan 350 juta eksemplar buku semester 1 dan Rp1,9 triliun untuk pengadaan 267 juta eksemplar buku semester dua. Bahkan untuk buku semester I, sudah didistribusikan 95% ke sekolah-sekolah, meski masih banyak sekolah yang belum membayar uang buku itu ke percetakan.

Untuk semester II 50% sudah tercetak dan sebagian sudah mulai didistribusikan ke daerah. Menanggapi hal ini, Ketua Tim Evaluasi Kurikulum 2013 Suyanto mengaku belum mengetahui solusi apa saja dari Kemendikbud atas kerugian penyedia buku tersebut. ”Sebaiknya ditanyakan langsung ke Pak Menteri. Karena ini bukan kewenangan tim evaluasi,” kelitnya.

Sepengetahuan mantan RektorUNYini, Mendikbud pernah berujar bahwa percetakan tidak perlu khawatir. Pasalnya, meski kurikulum berlaku terbatas, itu tidak menjadi masalah bagi pihak lain seperti penyedia buku. Buku-buku yang sudah dicetak harus tetap didistribusikan ke sekolah-sekolah baik yang menerapkan Kurikulum 2013 maupun Kurikulum 2006. Semua buku itu selanjutnya disimpan oleh sekolah sebagai koleksi perpustakaan mereka.

Tunggu Surat Edaran Pusat

Di tengah pro dan kontra penghentian kurikulum baru, sejumlah sekolah berharap Kemendikbud segera membuat surat edaran sebagai pijakan langkah selanjutnya. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang Bunyamin menyebutkan, kegiatan belajar dan mengajar di sekolah di Kota Semarang masih berjalan seperti sebelumnya, meski ada kebijakan baru ini.

Meski begitu, dinasnya masih menunggu surat edaran resmi dari pemerintah pusat tentang penyesuaian kurikulum tersebut. ”Surat resmi belum sampai. Pihak sekolah juga belum menerima surat edaran tersebut,” katanya, kemarin. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Bandung juga masih menunggu petunjuk teknis dari Kemendikbud terkait adanya penghentian Kurikulum 2013.

Rarasati yarief/Neneng zubaidah/Susilo h/Ianne rufaidah/Dila n/M Solehudin/Didin j/Wikha s/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0669 seconds (0.1#10.140)