Eks Wakil Rektor UI Dihukum 2,5 Tahun
A
A
A
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 2 tahun dan 6 bulan penjara kepada mantan Wakil Rektor II Bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Keuangan, dan Administrasi Umum Universitas Indonesia (UI) Tafsir Nurchamid.
Majelis hakim yang terdiri atas Sinung Hermawan selaku ketua merangkap anggota, serta anggota Ibnu Basuki Widodo, Aviantara, Slamet Subagyo, dan Djoko Subagyo meyakini, Tafsir terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama dengan sejumlah pihak dalam pengadaan barang dan jasa serta pengawasan proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi Gedung Perpustakaan UI tahun anggaran 2010.
Majelis tidak menemukan ihwal atau alasan untuk menghapuskan sifat perbuatan Tafsir, sehingga terdakwa harus dijatuhi pidana sesuai perbuatannya. “Mengadili, menjatuhkan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan. Dan denda Rp200 juta. Apabila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama dua bulan,” tandas Sinung saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
Putusan Tafsir ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan selama lima bulan. Majelis melihat, pleidoi (nota pembelaan) yang sudah disampaikan Tafsir dan tim penasihat hukumnya harus dikesampingkan. Pleidoi tersebut hanya bisa dijadikan hal-hal dalam per-timbangan berat dan ringannya pidana yang dijatuhkan.
Dalam menyusun amar putusan, majelis mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Pertimbangan meringankan bagi Tafsir yakni berlaku sopan di persidangan, belum pernah dijatuhi pidana sebelumnya, menyesali perbuatannya, dan masih mempunyai tanggungan keluarga. “Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka pemberantasan korupsi dan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa,” ungkap Sinung.
Perbuatan pidana Tafsir sesuai dengan Pasal 3 Undang- Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUH Pidana, sesuai dakwaan kedua.
Tafsir dinilai terbukti melakukan perbuatan pidana dan melanggar dengan melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam jabatannya selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Majelis dalam putusannya tidak melihat peran serta dan keterlibatan mantan Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri.
Padahal, dalam dakwaan dan tuntutan JPU terhadap Tafsir, keterlibatan Gumilar tertuang jelas. Perbuatan terdakwa dilakukan bersama-sama atau turut serta dengan Direktur Umum dan Fasilitas UI Donanta Dhanseswara, Direktur PT Makara Mas Tjahjanto Budisatrio, Direktur PT Makara Mas Dedi Abdul Rahmat Saleh, Direktur PT Derwiperdana Irawan Widjaja.
“Perbuatan terdakwa bersama- sama Donanta Dhanseswara, Tjahjanto Budisatrio, Dedi Abdul Rahmat Saleh, dan Irawan Widjaja sedemikian lengkap dan sempurna sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan,” ungkap anggota majelis hakim Aviantara.
Dia menuturkan, dalam proyek dengan pagu anggaran instalasi TI UI sebesar Rp21 miliar di dalam dakwaan dan tuntutan JPU mencantumkan kerugian negara cq UI sebesar Rp13.076.468.246 sesuai perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Setelah berkonsultasi dengan penasihat hukum, Tafsir kemudian menanggapi putusan.
“Yang Mulia Majelis Hakim, kami sangat terima kasih atas putusan ini. Namun demikian, untuk memberikan putusan secara definitif, barangkali mohon pikir-pikir dalam waktu tujuh hari,” ungkap Tafsir. Dia juga meminta agar majelis bisa membuka rekeningnya yang diblokir KPK. Pasalnya, rekening itu bukan merupakan barang bukti.
Hakim Sinung pun membenarkan rekening tersebut bukan barang bukti dan tidak diputuskan untuk disita. Karena itu, majelis memerintahkan Tafsir berkoordinasi dengan JPU. Sementara itu, JPU juga mengaku masih pikir-pikir dalam masa tujuh hari kerja atau hingga Rabu (10/12).
Sabir laluhu
Majelis hakim yang terdiri atas Sinung Hermawan selaku ketua merangkap anggota, serta anggota Ibnu Basuki Widodo, Aviantara, Slamet Subagyo, dan Djoko Subagyo meyakini, Tafsir terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama dengan sejumlah pihak dalam pengadaan barang dan jasa serta pengawasan proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi Gedung Perpustakaan UI tahun anggaran 2010.
Majelis tidak menemukan ihwal atau alasan untuk menghapuskan sifat perbuatan Tafsir, sehingga terdakwa harus dijatuhi pidana sesuai perbuatannya. “Mengadili, menjatuhkan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan. Dan denda Rp200 juta. Apabila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama dua bulan,” tandas Sinung saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
Putusan Tafsir ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan selama lima bulan. Majelis melihat, pleidoi (nota pembelaan) yang sudah disampaikan Tafsir dan tim penasihat hukumnya harus dikesampingkan. Pleidoi tersebut hanya bisa dijadikan hal-hal dalam per-timbangan berat dan ringannya pidana yang dijatuhkan.
Dalam menyusun amar putusan, majelis mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Pertimbangan meringankan bagi Tafsir yakni berlaku sopan di persidangan, belum pernah dijatuhi pidana sebelumnya, menyesali perbuatannya, dan masih mempunyai tanggungan keluarga. “Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka pemberantasan korupsi dan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa,” ungkap Sinung.
Perbuatan pidana Tafsir sesuai dengan Pasal 3 Undang- Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUH Pidana, sesuai dakwaan kedua.
Tafsir dinilai terbukti melakukan perbuatan pidana dan melanggar dengan melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam jabatannya selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Majelis dalam putusannya tidak melihat peran serta dan keterlibatan mantan Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri.
Padahal, dalam dakwaan dan tuntutan JPU terhadap Tafsir, keterlibatan Gumilar tertuang jelas. Perbuatan terdakwa dilakukan bersama-sama atau turut serta dengan Direktur Umum dan Fasilitas UI Donanta Dhanseswara, Direktur PT Makara Mas Tjahjanto Budisatrio, Direktur PT Makara Mas Dedi Abdul Rahmat Saleh, Direktur PT Derwiperdana Irawan Widjaja.
“Perbuatan terdakwa bersama- sama Donanta Dhanseswara, Tjahjanto Budisatrio, Dedi Abdul Rahmat Saleh, dan Irawan Widjaja sedemikian lengkap dan sempurna sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan,” ungkap anggota majelis hakim Aviantara.
Dia menuturkan, dalam proyek dengan pagu anggaran instalasi TI UI sebesar Rp21 miliar di dalam dakwaan dan tuntutan JPU mencantumkan kerugian negara cq UI sebesar Rp13.076.468.246 sesuai perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Setelah berkonsultasi dengan penasihat hukum, Tafsir kemudian menanggapi putusan.
“Yang Mulia Majelis Hakim, kami sangat terima kasih atas putusan ini. Namun demikian, untuk memberikan putusan secara definitif, barangkali mohon pikir-pikir dalam waktu tujuh hari,” ungkap Tafsir. Dia juga meminta agar majelis bisa membuka rekeningnya yang diblokir KPK. Pasalnya, rekening itu bukan merupakan barang bukti.
Hakim Sinung pun membenarkan rekening tersebut bukan barang bukti dan tidak diputuskan untuk disita. Karena itu, majelis memerintahkan Tafsir berkoordinasi dengan JPU. Sementara itu, JPU juga mengaku masih pikir-pikir dalam masa tujuh hari kerja atau hingga Rabu (10/12).
Sabir laluhu
(ars)