Kubu Romi Gagal Duduki Kantor DPP PPP
A
A
A
JAKARTA - Konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mulai mengarah ke kekerasan fisik.
Kemarin puluhan orang yang mengaku anggota satgas kubu Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy (Romi) menyerbu Kantor DPP di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat. Kedatangan pria berseragam serba hitam tersebut bertujuan menduduki kantor yang saat ini dikuasai kubu Ketua Umum DPP PPP Djan Faridz.
Massa tersebut mendatangi DPP sekitar pukul 13.30 WIB dengan menggunakan dua bus. Mereka sempat berteriak-teriak meminta agar gedung segera dikosongkan untuk kemudian diambil alih karena menganggap kepengurusan Romilah yang diakui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Di halaman gedung niat mereka kemudian dihalangi sejumlah petugas keamanan gedung yang mengenakan seragam loreng hijau dan meminta mereka untuk keluar.
Sempat terjadi aksi saling dorong pagar gedung oleh pendukung kedua kubu meski bentrokan dapat terhindarkan. Ketua DPW PPP DKI Jakarta Abraham Lunggana mengaku prihatin dengan sikap kubu Romi yang memaksakan kehendak tersebut. Menurut politikus yang biasa dipanggil Lulung ini, itu sikap tidak dewasa karena mencoba melakukan pemaksaan saat proses sengketa kepengurusan DPP PPP masih berproses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Mereka tidak menghargai putusan PTUN. Harusnya dihargai dong keputusan hukum, jangan malah menduduki kantor seperti itu karena merupakan tindakan anarkis,” ucap Lulung kemarin. Menurutnya, seusai putusan sela PTUN yang meminta Kemenkumham menunda pengesahan kepengurusan Romi, semua pihak harus menghargai itu.
“Islah saja belum terjadi. Mereka sudah berbuat anarkistis. Tinggal publik menilai, Romi itu tidak dewasa dalam berpolitik,” ujarnya menyesalkan. Lulung mengakui kepengurusan DPP PPP yang sah adalah pimpinan Djan Faridz sesuai hasil muktamar di Jakarta. Ketua DPP PPP Jafar Al-Katiri meminta semua pihak menahan diri untuk tidak melakukan cara-cara yang bisa merusak martabat partai.
“Alhamdulillah belum sampai terjadi pendudukan. Begitu mereka mau masuk, dihadang satgas partai,” ucap Jafar. Menurutnya, apa yang terjadi kemarin jelas di luar dugaan karena massa yang mengatasnamakan kubu Romi justru bukan kader dan tidak paham masalah internal PPP. “Mereka mengaku tidak punya kepentingan partai, hanya orang-orang suruhan,” katanya.
Di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP kubu Romi, Aunur Rofiq, membantah kedatangan massa tersebut dianggap sebagai penyerbuan. Itu justru perjuangan memperoleh hak oleh kader PPP yang statusnya sah dan dilindungi undang-undang. “Bukan penyerbuan, tapi mengamankan karena sebagai kader mereka merasa terzalimi. Kan muktamar Surabaya yang disahkan Kemenkumham,” ucap Aunur.
Dia juga menegaskan, putusan sela PTUN tidak bisa dijadikan seolah-olah putusan akhir karena proses masih berlangsung. Sebelum ada putusan baru, status pengesahan kepengurusan PPP Kemenkumham untuk kubu Romi masih berlaku. “Sebelum ada putusan yang sah kita masih berpegangan pada SK Kemenkumham. Kalaupun nanti kalah, masih ada banding, jadi ini masih panjang,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP PPP versi Djan Faridz Humphrey R Djemat mengemukakan penyelenggaraan Muktamar VIII PPP di Jakarta yang memilih Djan Faridz sebagai ketua umum sah karena berbagai alasan, termasuk adanya putusan Mahkamah Partai (MP) PPP yang menyatakan bahwa “Muktamar VIII PPP harus diselenggarakan oleh DPP yang didahului Rapat Pengurus Harian DPP untuk membentuk kepanitiaan dan menetapkan tempat diselenggarakannya muktamar”.
Humphrey meminta Kemenkumham untuk mengesahkan kepengurusan Djan Faridz yang sudah didaftarkan sejak pecan lalu.
Dian ramdhani
Kemarin puluhan orang yang mengaku anggota satgas kubu Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy (Romi) menyerbu Kantor DPP di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat. Kedatangan pria berseragam serba hitam tersebut bertujuan menduduki kantor yang saat ini dikuasai kubu Ketua Umum DPP PPP Djan Faridz.
Massa tersebut mendatangi DPP sekitar pukul 13.30 WIB dengan menggunakan dua bus. Mereka sempat berteriak-teriak meminta agar gedung segera dikosongkan untuk kemudian diambil alih karena menganggap kepengurusan Romilah yang diakui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Di halaman gedung niat mereka kemudian dihalangi sejumlah petugas keamanan gedung yang mengenakan seragam loreng hijau dan meminta mereka untuk keluar.
Sempat terjadi aksi saling dorong pagar gedung oleh pendukung kedua kubu meski bentrokan dapat terhindarkan. Ketua DPW PPP DKI Jakarta Abraham Lunggana mengaku prihatin dengan sikap kubu Romi yang memaksakan kehendak tersebut. Menurut politikus yang biasa dipanggil Lulung ini, itu sikap tidak dewasa karena mencoba melakukan pemaksaan saat proses sengketa kepengurusan DPP PPP masih berproses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Mereka tidak menghargai putusan PTUN. Harusnya dihargai dong keputusan hukum, jangan malah menduduki kantor seperti itu karena merupakan tindakan anarkis,” ucap Lulung kemarin. Menurutnya, seusai putusan sela PTUN yang meminta Kemenkumham menunda pengesahan kepengurusan Romi, semua pihak harus menghargai itu.
“Islah saja belum terjadi. Mereka sudah berbuat anarkistis. Tinggal publik menilai, Romi itu tidak dewasa dalam berpolitik,” ujarnya menyesalkan. Lulung mengakui kepengurusan DPP PPP yang sah adalah pimpinan Djan Faridz sesuai hasil muktamar di Jakarta. Ketua DPP PPP Jafar Al-Katiri meminta semua pihak menahan diri untuk tidak melakukan cara-cara yang bisa merusak martabat partai.
“Alhamdulillah belum sampai terjadi pendudukan. Begitu mereka mau masuk, dihadang satgas partai,” ucap Jafar. Menurutnya, apa yang terjadi kemarin jelas di luar dugaan karena massa yang mengatasnamakan kubu Romi justru bukan kader dan tidak paham masalah internal PPP. “Mereka mengaku tidak punya kepentingan partai, hanya orang-orang suruhan,” katanya.
Di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP kubu Romi, Aunur Rofiq, membantah kedatangan massa tersebut dianggap sebagai penyerbuan. Itu justru perjuangan memperoleh hak oleh kader PPP yang statusnya sah dan dilindungi undang-undang. “Bukan penyerbuan, tapi mengamankan karena sebagai kader mereka merasa terzalimi. Kan muktamar Surabaya yang disahkan Kemenkumham,” ucap Aunur.
Dia juga menegaskan, putusan sela PTUN tidak bisa dijadikan seolah-olah putusan akhir karena proses masih berlangsung. Sebelum ada putusan baru, status pengesahan kepengurusan PPP Kemenkumham untuk kubu Romi masih berlaku. “Sebelum ada putusan yang sah kita masih berpegangan pada SK Kemenkumham. Kalaupun nanti kalah, masih ada banding, jadi ini masih panjang,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP PPP versi Djan Faridz Humphrey R Djemat mengemukakan penyelenggaraan Muktamar VIII PPP di Jakarta yang memilih Djan Faridz sebagai ketua umum sah karena berbagai alasan, termasuk adanya putusan Mahkamah Partai (MP) PPP yang menyatakan bahwa “Muktamar VIII PPP harus diselenggarakan oleh DPP yang didahului Rapat Pengurus Harian DPP untuk membentuk kepanitiaan dan menetapkan tempat diselenggarakannya muktamar”.
Humphrey meminta Kemenkumham untuk mengesahkan kepengurusan Djan Faridz yang sudah didaftarkan sejak pecan lalu.
Dian ramdhani
(ars)