Perjalanan Polly di LP Sukamiskin hingga Bebas
A
A
A
JAKARTA - Pembebasan bersyarat terpidana kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Prijanto menjadi polemik.
Banyak kalangan mempertanyakan pembebasan bersyarat untuk pria yang biasa dipanggil Polly itu.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) Jawa Barat, Danan Purnomo menceritakan awal Polly masuk ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin pada 19 Maret 2005 dengan vonis 14 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA).
Setelah mendapat potongan remisi, Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) LP Sukamiskin pada 10 September 2014 menggelar sidang.
Hasil sidang menyetujui usulan pembebasan bersyarat Polly. Dia dianggap telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif.
“Lalu pada 8 Oktober 2014 kembali digelar Sidang TPP Kanwil Kemenkum HAM, dan hasilnya sama menyetujui pembebasan bersyarat itu,” kata Danan, Senin 1 Desember 2014.
Pada 15 Oktober 2014 berkas usulan pembebasan bersyarat diserahkan dan diterima oleh Sekretariat TPP Pusat.
Pada 27 Oktober 2014 diadakan Sidang TPP Pusat Dirjen Pemasyarakatan sebanyak 1.622 berkas termasuk satu di antaranya terpidana Polly.
Selanjutnya pada 10 November 2014 surat persetujuan PB dengan nomor PAS PK.01.04.05.06.553 atas nama Pollycarpus mendapat persetujuan Dirjen Pemasyarakatan.
“Tanggal 12 November sekretariat TPP Pusat mendelegasikan surat keputusan PB ke Kanwil Kemenkum HAM Jabar,” katanya.
Tepat pada tanggal 26 November 2014 putusan pembebasan bersyarat dari Pusat kemudian diteruskan ke Kemenkum HAM Jabar, akhirnya diterima oleh pihak LP Sukamiskin.
“Barulah tanggal 29 November 2014 kemarin pelaksanaan pembebasan bersyarat yang bersangkutan (Polly) dilaksanakan oleh Lapas Sukamiskin. Dan yang bersangkutan langsung bebas,” bebernya.
Setelah mendapat pembebasan bersyarat dan tidak lagi mendekam di dalam LP Sukamiskin, Polly tetap harus menjalani wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan hingga 29 Agustus 2018 mendatang.
Banyak kalangan mempertanyakan pembebasan bersyarat untuk pria yang biasa dipanggil Polly itu.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) Jawa Barat, Danan Purnomo menceritakan awal Polly masuk ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin pada 19 Maret 2005 dengan vonis 14 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA).
Setelah mendapat potongan remisi, Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) LP Sukamiskin pada 10 September 2014 menggelar sidang.
Hasil sidang menyetujui usulan pembebasan bersyarat Polly. Dia dianggap telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif.
“Lalu pada 8 Oktober 2014 kembali digelar Sidang TPP Kanwil Kemenkum HAM, dan hasilnya sama menyetujui pembebasan bersyarat itu,” kata Danan, Senin 1 Desember 2014.
Pada 15 Oktober 2014 berkas usulan pembebasan bersyarat diserahkan dan diterima oleh Sekretariat TPP Pusat.
Pada 27 Oktober 2014 diadakan Sidang TPP Pusat Dirjen Pemasyarakatan sebanyak 1.622 berkas termasuk satu di antaranya terpidana Polly.
Selanjutnya pada 10 November 2014 surat persetujuan PB dengan nomor PAS PK.01.04.05.06.553 atas nama Pollycarpus mendapat persetujuan Dirjen Pemasyarakatan.
“Tanggal 12 November sekretariat TPP Pusat mendelegasikan surat keputusan PB ke Kanwil Kemenkum HAM Jabar,” katanya.
Tepat pada tanggal 26 November 2014 putusan pembebasan bersyarat dari Pusat kemudian diteruskan ke Kemenkum HAM Jabar, akhirnya diterima oleh pihak LP Sukamiskin.
“Barulah tanggal 29 November 2014 kemarin pelaksanaan pembebasan bersyarat yang bersangkutan (Polly) dilaksanakan oleh Lapas Sukamiskin. Dan yang bersangkutan langsung bebas,” bebernya.
Setelah mendapat pembebasan bersyarat dan tidak lagi mendekam di dalam LP Sukamiskin, Polly tetap harus menjalani wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan hingga 29 Agustus 2018 mendatang.
(dam)