PT Berkah Selesaikan Utang Besar Tutut

Sabtu, 29 November 2014 - 14:32 WIB
PT Berkah Selesaikan...
PT Berkah Selesaikan Utang Besar Tutut
A A A
JAKARTA - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi memberikan fakta yang mengejutkan terkait pernyataan Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) yang menyalahkan situasi politik saat TPI memiliki utang besar pada 2000.

Mantan Menteri Negara BUMN periode 2001-2004 tersebut memastikan Tutut berutang dalam jumlah besar. Laks panggilan akrab Laksamana Sukardi memastikan utangutang yang tertanggung oleh Tutut itu dibayarkan oleh PT Berkah Karya Bersama.

“Ya, jumlahnya cukup besar pada waktu itu. Memang harus segera dibayar. Tapi, waktu itu memang sudah macet ya bunganya juga,” ungkap Laks mengawali tanggapannya saat diwawancarai MNC Media, Kamis (27/11). Saat itu, lanjut Laks, pihaknya meminta manajemen PT Indosat melakukan penagihanpenagihan kepada TPI.

“Paling tidak, ada pembayaran. Waktu itu yang bernegosiasi dengan manajemen Indosat untuk utang TPI itu ya Tim PT Berkah sampai selesai,” ungkap Laks meluruskan. Selain utang obligasi sebesar Rp206 miliar, Tutut juga berutang kepada pemerintah sebesar Rp150 miliar dalam program PKPS dan menunggak pajak sebesar Rp31 miliar lebih.

Grup usaha Tutut juga berutang sebesar Rp114,6 miliar serta utang pemasukan program dan alat sebesar Rp42 miliar. Hingga 2005 total utang Tutut yang telah dibayarkan PT Berkah mencapai Rp720 miliar lebih. Nilai itulah yang berdasarkan kesepakatan menjadi syarat untuk PT Berkah mendapatkan haknya berupa 75% saham di TPI. Dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, Tutut mengatakan, TPI sebenarnya tidak memiliki utang.

Utang besar yang dimilikinya saat itu karena situasi politik. “Sebetulnya kami dulu tidak punya utang, tapi pekerjaan kami belum selesai dan politiklah yang membuat kami berutang,” ungkap dalam konferensi pers yang didampingi kuasa hukumnya, Harry Ponto. Sementara itu, Komisi Yudisial (KY) siap memanggil tiga hakim Mahkamah Agung (MA) yang menyidangkan peninjauan kembali (PK) sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).

Tiga hakim agung itu adalah Mohammad Saleh, Hamdi, serta Abdul Manan. Pemanggilan mereka segera dilakukan setelah tim investigasi yang beranggotakan tiga orang selesai melaksanakan tugas dan menyerahkan laporan langsung pada KY. “Kalau memang ada indikasinya (melanggar), pasti berujung ke situ (pemanggilan),” kata Ketua KY Suparman Marzuki saat ditemui di Gedung KY, Jakarta, kemarin.

Menurut Suparman, tidak ada alasan bagi yang dipanggil oleh KY untuk menolak meski pada tahap awal biasanya pemanggilan lebih pada upaya klarifikasi dan belum pada upaya mengonfrontasi pelapor dengan terlapor. “Bukan (konfrontasi), melainkan pemeriksaan biasa dulu baik dari hasil anotasi maupun investigasinya,” ungkap Suparman.

Menurut dia, tim investigasi hingga saat ini masih terus bekerja mengumpulkan bukti dan kebenaran terkait ihwal yang menyertai keluarnya putusan itu. Namun, memang setiap informasi yang didapat tidak bisa disampaikan ke publik karena rahasia. “Jadi selalu berkembang informasinya. Karena ini sifat kerjanya rahasia, kita tidak bisa memberikan informasi,” katanya.

Suparman hanya menjelaskan, kerja tim investigasi meliputi terjun langsung ke lapangan, mencari, dan menganalisis semua hal yang berkaitan dengan proses, dugaan, dan laporan dari pelapor, termasuk kinerja tiga hakim MA tersebut. “Semacam kerja intelijen. Dia menginvestigasi, namun memang tidak memeriksa orang,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana mengatakan, keberadaan tindak lanjut KY terhadap laporan PT Berkah Karya Bersama terkait kasus sengketa kepemilikan TPI merupakan hal yang baik. Ombudsman pun akan menyiapkan data-data laporan awal jika dibutuhkan KY.

“Jauh lebih bagus karena saat ini KY yang mengambil alih kasus ini. Data-data yang kami punya sebagai bagian dari pelaporan awal bisa dikirimkan untuk KY. Sambutan KY sampai saat ini juga bagus. Kita bersiap menindaklanjuti kewenangan Komisi Yudisial,” ujarnya.

Danang juga menyatakan siap bekerja sama dengan KY jika diminta. Selama ini pun Ombudsman dan KY selalu bersama- sama. “Ini tahun ketiga kami bersama-sama,” katanya. Dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Danang mengaku, Ombudsman memang tidak bekerja sama. Tetapi, akan lebih baik untuk membiarkan PPATK bekerja.

“Kita dorong agar PPATK mengungkapkan kasus ini. Itu kewenangan PPATK. Ombudsman tidak memiliki kewenangan personal. Kalau APBN atau APBD, kami bisa,” sebutnya. Pakar arbitrase Humphrey R Djemat mengatakan, pihak yang dimenangkan dalam putusan di tingkat PK tidak bisa begitu saja mengeksekusi putusan tersebut. Eksekusi tidak dapat dilakukan sebelum ada putusan dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

“Pihak-pihak yang merasa dirugikan, dalam hal ini PT Berkah Karya Bersama, bisa melakukan perlawanan jika eksekusi tetap dipaksakan dan dilakukan oleh pihak yang dimenangkan dalam putusan PK tersebut. Saya sarankan PT Berkah Karya Bersama melayangkan surat ke BANI,” katanya. Komisi Yudisial (KY) menyatakan PT Berkah Karya Bersama bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) lagi jika dalam proses penyidikan terhadap hakim agung ditemukan pelanggaran etika.

Sebelumnya Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri menyatakan, putusan MA atas PK kasus TPI bisa kembali diajukan PK jika hakim dalam memutus perkara diduga bermasalah. “Nanti bilamana dalam pemeriksaan putusan itu ada masalah, kemudian KY menemukan bukti baru, bisa dilakukan PK,” ungkap Taufiq.

Taufiq mengatakan, KY memang tidak bisa menganulir putusan MA. Namun, jika ditemukan hakim dalam menangani perkara tersebut ada dugaan pelanggaran etika, KY tidak segansegan memberikan sanksi kepada mereka. “Kewenangan kami memeriksa perilaku hakim. Ada sanksinya kalau hakim itu melanggar etik, bisa diberhentikan atau sanksi lain. Sanksi bergantung kesalahan,” paparnya.

Sejauh ini, kata Taufiq, KY masih akan mengkaji dan mempelajari putusan hakim dalam kasus TPI tersebut. Salah satunya membaca kembali pendapat hakim yang menolak PK serta ihwal mula para pihak beperkara membawa kasus tersebut ke pengadilan umum.

Para pihak beperkara juga sepakat membuat perjanjian di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). “Nah, terkait dugaandugaan lain, misalnya ada dugaan masalah suap, nanti temuan KY bisa dijadikan rekomendasi untuk diteruskan lembaga hukum yang lain,” ungkapnya.

Dian ramdhani/Dita angga
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6160 seconds (0.1#10.140)