Majikan Diduga Aniaya Pembantu
A
A
A
JAKARTA - Seorang pembantu rumah tangga (PRT) diduga mengalami penganiayaan oleh majikannya. Tak kuasa menahan derita, akhirnya Nisa binti Muhimah kabur dari rumah sang majikan dan melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya.
Kekerasan yang dialami korban terjadi di rumah majikan yang berada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. “Kasusnya masih diproses. Saksi korban, baru diperiksa Rabu (26/11),” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto. Dalam laporan tertanggal 12 November lalu, Nisa melaporkan dua majikannya yang berinisial TC dan MJ. Korban sendiri sudah bekerja sejak 1984 hingga Juli 2014.
Selama bekerja, korban kerap menerima perlakuan tidak wajar dari sang majikan terutama jika melakukan kesalahan. “Korban disetrika, disiram air panas, dan perlakuan kasar lainnya,” ucapnya. Penderitaan korban makin memuncak saat dua tahun terakhir tidak mendapatkan gaji. Korban yang tidak tahan dengan perlakuan majikannya, kemudian melarikan diri Juli lalu.
Ketika melapor ke Polda Metro Jaya, korban didampingi seorang pengacara dari Hartono and Law. “Korban tidak bisa membaca dan menulis, “ kata Rikwanto. Hingga kemarin, polisi masih mendalami kasus dugaan penganiayaan tersebut. Bila terbukti maka majikan korban bisa dikenakan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan dan UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman hukuman penjara di atas lima tahun.
Hartono, kuasa hukum korban, menuturkan bahwa pihaknya mendapatkan laporan korban dianiaya majikannya sejak beberapa hari lalu. Setelah dinilai cukup yakin penganiayaan terjadi, barulah pihaknya melaporkan kejadian tersebut ke Polda Metro Jaya. “Penganiayaan terjadi selama bekerja dan saat ini korban dalam perlindungan kami,” ucapnya.
Psikolog Universitas Indonesia (UI) Farida Haryoko menilai pelaku penyiksaan terhadap PRT kemungkinan pada masa lalunya juga mengalami kejadian serupa sehingga dia melakukan hal yang sama kepada orang lain. Terlebih bila si pembantu berbuat kesalahan. Bahkan, Farida mengaku heran korban masih bertahan mendapat perlakuan sadis hingga puluhan tahun.
Dia menduga korban bertahan karena alasan gaji. Artinya, jika korban keluar maka tidak ada penghasilan. “Mungkin korban bertahan karena itu, tapi saya juga heran kenapa sampai tahan diperlakukan sadis hingga puluhan tahun,” katanya. Dilihat dari sisi kejiwaan dan sosial memang memungkinkan ada orang yang tega berbuat sadis kepada orang lain.
Kasus penganiayaan pembantu tidak hanya terjadi kali ini saja. Februari lalu istri purnawirawan jenderal polisi diduga menyekap dan menganiaya 17 pembantunya yang dipekerjakan di Perumahan Duta Pakuan, Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.
Kasus ini terbongkar berkat laporan Yuliana Lewier, 17, pembantu asal Doka Timur, Kepulauan Aru, Kecamatan Aru Selatan, Ambon, yang memberanikan diri melapor ke Polres Bogor Kota. Selama bekerja, dia kerap mendapatkan kekerasan fisik oleh majikannya seperti ditampar, dicakar, disuruh tidur di lantai, serta tidak pernah menerima gaji. Akibat perbuatannya tersebut, sang majikan yakni MTS ditetapkan sebagai tersangka .
Helmi syarif/R ratna purnama
Kekerasan yang dialami korban terjadi di rumah majikan yang berada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. “Kasusnya masih diproses. Saksi korban, baru diperiksa Rabu (26/11),” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto. Dalam laporan tertanggal 12 November lalu, Nisa melaporkan dua majikannya yang berinisial TC dan MJ. Korban sendiri sudah bekerja sejak 1984 hingga Juli 2014.
Selama bekerja, korban kerap menerima perlakuan tidak wajar dari sang majikan terutama jika melakukan kesalahan. “Korban disetrika, disiram air panas, dan perlakuan kasar lainnya,” ucapnya. Penderitaan korban makin memuncak saat dua tahun terakhir tidak mendapatkan gaji. Korban yang tidak tahan dengan perlakuan majikannya, kemudian melarikan diri Juli lalu.
Ketika melapor ke Polda Metro Jaya, korban didampingi seorang pengacara dari Hartono and Law. “Korban tidak bisa membaca dan menulis, “ kata Rikwanto. Hingga kemarin, polisi masih mendalami kasus dugaan penganiayaan tersebut. Bila terbukti maka majikan korban bisa dikenakan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan dan UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman hukuman penjara di atas lima tahun.
Hartono, kuasa hukum korban, menuturkan bahwa pihaknya mendapatkan laporan korban dianiaya majikannya sejak beberapa hari lalu. Setelah dinilai cukup yakin penganiayaan terjadi, barulah pihaknya melaporkan kejadian tersebut ke Polda Metro Jaya. “Penganiayaan terjadi selama bekerja dan saat ini korban dalam perlindungan kami,” ucapnya.
Psikolog Universitas Indonesia (UI) Farida Haryoko menilai pelaku penyiksaan terhadap PRT kemungkinan pada masa lalunya juga mengalami kejadian serupa sehingga dia melakukan hal yang sama kepada orang lain. Terlebih bila si pembantu berbuat kesalahan. Bahkan, Farida mengaku heran korban masih bertahan mendapat perlakuan sadis hingga puluhan tahun.
Dia menduga korban bertahan karena alasan gaji. Artinya, jika korban keluar maka tidak ada penghasilan. “Mungkin korban bertahan karena itu, tapi saya juga heran kenapa sampai tahan diperlakukan sadis hingga puluhan tahun,” katanya. Dilihat dari sisi kejiwaan dan sosial memang memungkinkan ada orang yang tega berbuat sadis kepada orang lain.
Kasus penganiayaan pembantu tidak hanya terjadi kali ini saja. Februari lalu istri purnawirawan jenderal polisi diduga menyekap dan menganiaya 17 pembantunya yang dipekerjakan di Perumahan Duta Pakuan, Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.
Kasus ini terbongkar berkat laporan Yuliana Lewier, 17, pembantu asal Doka Timur, Kepulauan Aru, Kecamatan Aru Selatan, Ambon, yang memberanikan diri melapor ke Polres Bogor Kota. Selama bekerja, dia kerap mendapatkan kekerasan fisik oleh majikannya seperti ditampar, dicakar, disuruh tidur di lantai, serta tidak pernah menerima gaji. Akibat perbuatannya tersebut, sang majikan yakni MTS ditetapkan sebagai tersangka .
Helmi syarif/R ratna purnama
(bbg)