Larangan Menteri ke DPR Inkonstitusional
A
A
A
JAKARTA - Surat Edaran Sekretaris Kabinet yang meminta jajaran kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) tidak menghadiri rapat dengan DPR dinilai melawan daulat rakyat.
Langkah tersebut bagian dari pengingkaran terhadap konstitusi. Pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin menilai, surat itu ujian berat bagi seluruh anggota DPR yang mewakili rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote.
Seluruh rakyat telah memandatkan kekuasaan pengawasan terhadap siapa pun pemegang kekuasaan pemerintahan dan seluruh lembaga negara agar betul-betul menjaga martabat dan kehormatan daulat rakyat. ”Karena itu, anggota DPR harus segenap jiwa raga mempertahankan daulat rakyat yang telah menugaskan mereka melakukan pengawasan terhadap pemerintahan,” ungkapnya di Jakarta kemarin.
Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya di DPR menyambut baik larangan Presiden terhadap menteri rapat dengan DPR kendati itu dapat menjadi preseden buruk ketatanegaraan. “Kami di DPR santai saja dan tidak akan memaksa-maksa para menteri itu sampai mereka hadir sendiri di DPR. Saat ini pun jadwal kami sudah cukup padat dengan mitra-mitra kerja nonpemerintah lain dan persiapan reses 6 Desember mendatang,” katanya.
Bambang optimistis dalam waktu yang tidak terlalu lama pemerintah atau para menteri akan datang sendiri ke DPR, terutama untuk membahas dan meminta persetujuan penggunaan anggaran hasil pengurangan subsidi BBM sebesar Rp120 triliun melalui mekanisme APBN-P 2015. Tanpa persetujuan DPR, pemakaian dana penghematan BBM itu pidana dan pelanggaran UU.
Sementara itu, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, surat edaran tersebut ada karena masih ada konflik antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di DPR. “Kemudian di sana komisikomisi itu belum terbentuk dan belum disetujui kedua belah pihak. Kita ke sana akan temui siapa? Ke sini salah, ke sana salah,” katanya.
Atas dasar itu, pemerintah kemudian membuat surat sebagai pegangan para menteri yang dikeluarkan Sekretaris Kabinet (Seskab). “Nanti kalau sudah clear, kondisi sudah jelas, tidak ada yang keberatan kokdiundang ke sana,” ungkapnya.Menurut Tedjo, bila komisi-komisi telah terbentuk secara resmi dan diterima kedua belah pihak kemudian DPR memberitahukan kepada pemerintah, surat tersebut tidak lagi berlaku.
”Kalau sudah resmi terbentuk komisi dan ada pemberitahuan, pasti otomatis suratnya dicabut,” katanya. Mantan KSAL ini mengaku telah menjalin komunikasi politik dengan para pimpinan partai baik KIH maupun KMP. “Saya sudah ketemu dengan Pak Ical di suatu pertemuan. Saya juga sudah dijadwalkan ketemu Prabowo di suatu tempat nanti Jumat. Enggak ada masalah,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua DPR Setya Novanto mengajak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperbaiki hubungan antara eksekutif dan legislatif yang akhirakhirkurangharmonis.” Sayatadi malam bisa komunikasi dengan Presiden Jokowi. Saya mengajaknya untuk membangun kemitraan yang baik antara pemerintah dan DPR,” kata dia.
Politikus Golkar itu mengatakan, hubungan antara DPR dan eksekutif yang memanas merugikan rakyat. Padahal pemerintah diberi amanah oleh rakyat untuk melaksanakan pembangunan, sedangkan DPR mengawasi pelaksanaan pembangunan.
Sucipto/Rahmat sahid
Langkah tersebut bagian dari pengingkaran terhadap konstitusi. Pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin menilai, surat itu ujian berat bagi seluruh anggota DPR yang mewakili rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote.
Seluruh rakyat telah memandatkan kekuasaan pengawasan terhadap siapa pun pemegang kekuasaan pemerintahan dan seluruh lembaga negara agar betul-betul menjaga martabat dan kehormatan daulat rakyat. ”Karena itu, anggota DPR harus segenap jiwa raga mempertahankan daulat rakyat yang telah menugaskan mereka melakukan pengawasan terhadap pemerintahan,” ungkapnya di Jakarta kemarin.
Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya di DPR menyambut baik larangan Presiden terhadap menteri rapat dengan DPR kendati itu dapat menjadi preseden buruk ketatanegaraan. “Kami di DPR santai saja dan tidak akan memaksa-maksa para menteri itu sampai mereka hadir sendiri di DPR. Saat ini pun jadwal kami sudah cukup padat dengan mitra-mitra kerja nonpemerintah lain dan persiapan reses 6 Desember mendatang,” katanya.
Bambang optimistis dalam waktu yang tidak terlalu lama pemerintah atau para menteri akan datang sendiri ke DPR, terutama untuk membahas dan meminta persetujuan penggunaan anggaran hasil pengurangan subsidi BBM sebesar Rp120 triliun melalui mekanisme APBN-P 2015. Tanpa persetujuan DPR, pemakaian dana penghematan BBM itu pidana dan pelanggaran UU.
Sementara itu, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, surat edaran tersebut ada karena masih ada konflik antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di DPR. “Kemudian di sana komisikomisi itu belum terbentuk dan belum disetujui kedua belah pihak. Kita ke sana akan temui siapa? Ke sini salah, ke sana salah,” katanya.
Atas dasar itu, pemerintah kemudian membuat surat sebagai pegangan para menteri yang dikeluarkan Sekretaris Kabinet (Seskab). “Nanti kalau sudah clear, kondisi sudah jelas, tidak ada yang keberatan kokdiundang ke sana,” ungkapnya.Menurut Tedjo, bila komisi-komisi telah terbentuk secara resmi dan diterima kedua belah pihak kemudian DPR memberitahukan kepada pemerintah, surat tersebut tidak lagi berlaku.
”Kalau sudah resmi terbentuk komisi dan ada pemberitahuan, pasti otomatis suratnya dicabut,” katanya. Mantan KSAL ini mengaku telah menjalin komunikasi politik dengan para pimpinan partai baik KIH maupun KMP. “Saya sudah ketemu dengan Pak Ical di suatu pertemuan. Saya juga sudah dijadwalkan ketemu Prabowo di suatu tempat nanti Jumat. Enggak ada masalah,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua DPR Setya Novanto mengajak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperbaiki hubungan antara eksekutif dan legislatif yang akhirakhirkurangharmonis.” Sayatadi malam bisa komunikasi dengan Presiden Jokowi. Saya mengajaknya untuk membangun kemitraan yang baik antara pemerintah dan DPR,” kata dia.
Politikus Golkar itu mengatakan, hubungan antara DPR dan eksekutif yang memanas merugikan rakyat. Padahal pemerintah diberi amanah oleh rakyat untuk melaksanakan pembangunan, sedangkan DPR mengawasi pelaksanaan pembangunan.
Sucipto/Rahmat sahid
(bbg)