Muncul Harapan Suu Kyi Maju Pilpres
A
A
A
YANGON - Keputusan pengubahan konsep konstitusi militer yang mencegah Aung San Suu Kyi mencalonkan diri menjadi presiden pada Pemilihan Umum (Pemilu) Myanmar 2015 kemungkinan besar ada di tangan enam pejabat senior Myanmar.
Wacana kontroversial tersebut akan dibahas dalam perundingan tingkat tinggi yang melibatkan enam pejabat tinggi Myanmar. Tidak diketahui kapan perundingan itu akan digelar. Namun, berdasarkan laporan Radio FreeAsia, perundingan itu akan digelar secepatnya dan kemungkinan jatuh pada Jumat (28/11).
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) mengatakan, parlemen Myanmar sudah setuju dengan usulan itu. Sebelumnya mereka juga berhasil mengumpulkan 5 juta petisi yang berisi tentang pengurangan kekuasaan militer. Meski kedikatoran militer sudah musnah pada 2011, kendali militer di kursi pemerintahan masih besar.
Usulan perundingan tingkat tinggi sebenarnya tidak disuarakan langsung oleh NLD namun oleh Partai Solidaritas Persatuan dan Pembangunan (PUSD) yang mayoritas dianggotai mantan anggota militer. “Anggota legislatif PUSD Myint Tun menyampaikan pengajuan itu dan disetujui secara bulat,” kata anggota legislatif NLD, Win Myint, dikutip Reuters.
Lebih lanjut, Myint mengatakan bahwa keenam partisipan itu ialah Suu Kyi, Presiden Thein Sein, Ketua Majelis Rendah Shwe Mann, Ketua Majelis Tinggi Khin Aung Myint, Kepala Militer Jenderal Min Aung Hlaing, dan satu perwakilan dari kelompok minoritas. Perundingan ini diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih baik.
Menurut Myint, masyarakat Myanmar juga berharap para pejabat senior tidak hanya melakukan perundingan pekan ini tapi juga pada masa yang akan datang dengan frekuensi yang cukup tinggi dan konsisten. Perundingan kali ini memang belum tentu 100% menyelesaikan masalah tapi merupakan langkah wajib.
“Masyarakat jelas berharap para pemimpin dapat menggelar diskusi sesering mungkin mengingat mereka ingin Myanmar mengalami perkembangan yang positif secepat mungkin. Apabila semua pemimpin bersatu, kami (anggota legislatif) akan mengikuti,” kata Myint, politikus sekaligus pebisnis.
Proses pengubahan konsep konstitusi militer sempat ditolak pihak militer karena situasi di Myanmar masih belum stabil. Kepala PUSD Shwe Mann mengatakan, pengubahan konsep konstitusi militer bukan perkara mudah. Apalagi, proses amandemen konsep konstitusi militer juga perlu dikonfirmasi melalui jajak pendapat.
Mann pada pekan lalu mengatakan tidak akan ada perubahan dalam tubuh konstitusi sampai pemilu 2015. Namun, Myint optimistis reformasi konsep konstitusi militer sekarang akan bergantung pada hasil perundingan enam pemimpin. “Pendapat keenam pemimpin Myanmar akan dipahami dan dipatuhi masyarakat,” katanya.
Myint menambahkan, perundingan itu berjalan di koridor yang benar dalam memperbaiki situasi politik di Myanmar. Reformasi konstitusi diperlukan karena sistem demokrasi di Myanmar tidak stabil. Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama bahkan menilai demokrasi di Myanmar mengalami kemunduran.
“Lebih cepat keenam pemimpin berunding akan lebih baik situasi di Myanmar dan lebih cepat kami melakukan rekonsiliasi. Jika Myanmar ingin mengembangkan dan menyejahterakan rakyat melalui transisi demokrasi yang mulus, Myanmar perlu membuktikannya melalui aksi, bukan hanya berbicara,” tegas Myint.
Anggota legislatif dari Partai Shan Nasional Demokrasi (PSND), Ye Tun, juga mendesak pelaksanaan perundingan tingkat tinggi. Tun pun senang parlemen melibatkan perwakilan dari kelompok minoritas. Sebab, dalam perundingan empat pemimpin sebelumnya, kelompok minoritas tidak diundang untuk berdiskusi.
“Saya pikir perundingan enam pemimpin akan lebih baik daripada perundingan empat pemimpin,” ujar Tun. Kelompok minoritas, yang terlibat perang sipil melawan pemerintah dalam satu dekade, sudah menyetujui gencatan senjata dengan pihak militer. Mereka berharap dapat memiliki hak yang sama dalam bersuara.
Muh shamil
Wacana kontroversial tersebut akan dibahas dalam perundingan tingkat tinggi yang melibatkan enam pejabat tinggi Myanmar. Tidak diketahui kapan perundingan itu akan digelar. Namun, berdasarkan laporan Radio FreeAsia, perundingan itu akan digelar secepatnya dan kemungkinan jatuh pada Jumat (28/11).
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) mengatakan, parlemen Myanmar sudah setuju dengan usulan itu. Sebelumnya mereka juga berhasil mengumpulkan 5 juta petisi yang berisi tentang pengurangan kekuasaan militer. Meski kedikatoran militer sudah musnah pada 2011, kendali militer di kursi pemerintahan masih besar.
Usulan perundingan tingkat tinggi sebenarnya tidak disuarakan langsung oleh NLD namun oleh Partai Solidaritas Persatuan dan Pembangunan (PUSD) yang mayoritas dianggotai mantan anggota militer. “Anggota legislatif PUSD Myint Tun menyampaikan pengajuan itu dan disetujui secara bulat,” kata anggota legislatif NLD, Win Myint, dikutip Reuters.
Lebih lanjut, Myint mengatakan bahwa keenam partisipan itu ialah Suu Kyi, Presiden Thein Sein, Ketua Majelis Rendah Shwe Mann, Ketua Majelis Tinggi Khin Aung Myint, Kepala Militer Jenderal Min Aung Hlaing, dan satu perwakilan dari kelompok minoritas. Perundingan ini diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih baik.
Menurut Myint, masyarakat Myanmar juga berharap para pejabat senior tidak hanya melakukan perundingan pekan ini tapi juga pada masa yang akan datang dengan frekuensi yang cukup tinggi dan konsisten. Perundingan kali ini memang belum tentu 100% menyelesaikan masalah tapi merupakan langkah wajib.
“Masyarakat jelas berharap para pemimpin dapat menggelar diskusi sesering mungkin mengingat mereka ingin Myanmar mengalami perkembangan yang positif secepat mungkin. Apabila semua pemimpin bersatu, kami (anggota legislatif) akan mengikuti,” kata Myint, politikus sekaligus pebisnis.
Proses pengubahan konsep konstitusi militer sempat ditolak pihak militer karena situasi di Myanmar masih belum stabil. Kepala PUSD Shwe Mann mengatakan, pengubahan konsep konstitusi militer bukan perkara mudah. Apalagi, proses amandemen konsep konstitusi militer juga perlu dikonfirmasi melalui jajak pendapat.
Mann pada pekan lalu mengatakan tidak akan ada perubahan dalam tubuh konstitusi sampai pemilu 2015. Namun, Myint optimistis reformasi konsep konstitusi militer sekarang akan bergantung pada hasil perundingan enam pemimpin. “Pendapat keenam pemimpin Myanmar akan dipahami dan dipatuhi masyarakat,” katanya.
Myint menambahkan, perundingan itu berjalan di koridor yang benar dalam memperbaiki situasi politik di Myanmar. Reformasi konstitusi diperlukan karena sistem demokrasi di Myanmar tidak stabil. Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama bahkan menilai demokrasi di Myanmar mengalami kemunduran.
“Lebih cepat keenam pemimpin berunding akan lebih baik situasi di Myanmar dan lebih cepat kami melakukan rekonsiliasi. Jika Myanmar ingin mengembangkan dan menyejahterakan rakyat melalui transisi demokrasi yang mulus, Myanmar perlu membuktikannya melalui aksi, bukan hanya berbicara,” tegas Myint.
Anggota legislatif dari Partai Shan Nasional Demokrasi (PSND), Ye Tun, juga mendesak pelaksanaan perundingan tingkat tinggi. Tun pun senang parlemen melibatkan perwakilan dari kelompok minoritas. Sebab, dalam perundingan empat pemimpin sebelumnya, kelompok minoritas tidak diundang untuk berdiskusi.
“Saya pikir perundingan enam pemimpin akan lebih baik daripada perundingan empat pemimpin,” ujar Tun. Kelompok minoritas, yang terlibat perang sipil melawan pemerintah dalam satu dekade, sudah menyetujui gencatan senjata dengan pihak militer. Mereka berharap dapat memiliki hak yang sama dalam bersuara.
Muh shamil
(bbg)