Sejumlah Kasus yang Sempat Antasari Akan Bongkar
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar mengakui, semasa dirinya menjabat, ada banyak kasus yang ingin dibongkarnya.
"Oh banyak, yang mau saya tangani wakti itu. Sebagai Ketua KPK, mulai tahun 2009 KPK akan mengusut Korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," kata Antasari kepada SINDO Weekly yang menemuinya sebelum sidang pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Senin 24 November 2014.
"Karena harapan saya BUMN itu bisa secara signifikan memberikan pemasukan uang kepada negara, jadi bocornya harus ditangani. Sebab dulukan perfektifnya adalah pemberantasan korupsi itu ditujukan untuk kesejahteraan rakyat," imbuhnya.
Selain di lingkungan BUMN, Antasari juga mau membongkar kasus pengadaan Informasi Teknilogi (IT) dan penghitungan suara di pemilihan umum (pemilu) tahun 2004.
"Itu memang saya usut, bahkan sudah sampai ketahap penyidikinan. Penyidik sudah tiga kali bolak-balik ke KPU meminta keterangan-keterangan kepada pejabat KPU," ungkapnya.
"Saya sudah delegasikan ke Bapak Haryono Umar, yang sekarang Irjen Diknas. Mereka sudah berkoordinasi ke KPU. Sudah ada beberapa kali pemanggilan dan sudah dilaporkan hasilnya ke saya. Saya bilang, lanjutkan," tuturnya.
Dia menginginkan agar segala sesuatunya yang tidak sesuai dengan yang sudah diatur, harus diusut tuntas.
"Apakah itu ada penggunaan alat yang tidak benar, ada indikasi tender yang tidak benar atau ada alasan politik memainkan angka. Itu saja yang mau saya usut. Karena waktu itu kita buktikan perhitungan suara di KPU di Hotel Borobudur, ada satu wilayah penduduknya 100ribu, kok suara caleg bisa keluar 1juta. Itu kan tidak masuk diakal," ungkapnya.
Lalu mengenai adanya kabar dokumen pengusutan korupsi yang hilang ketika ruangan kerja Antasari digeledah KPK, ini jawaban dari pria dengan kumis tebal tersebut.
"Dokumen yang hilang itu bukan dokumen perhitungan IT KPU. Dulu waktu saya menjadi ketua KPK, saya menerima surat dari masyarakat yang isinya, berupa print out email pengiriman alat intersep ke Mabes Polri. Setelah saya melihat dalam dokumen itu, ada dugaan bahwa alat itu dibeli secara illegal. Itu hilang tidak ada lagi dikembalikan ke KPK," tuturnya.
"Sejak saya menjadi ketua KPK, pertama saya akan mengusut kasus IT perhitungan suara KPU, lalu karena saya tidak lagi menjabat, hingga sekarang tidak jelas penyelesaiannya. Malah ada salah satu komisioner KPK mengatakan, KPK tidak pernah menangani itu, itu bohong. Tapi yah sudahlah mungkin dia mau bela pihak tertentu," lanjutnya.
Lebih lanjut kasus yang akan dibongkar Antasari adalah masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
"Yang kedua adalah masalah kelanjutan pengusutan kasus BLBI. Kelanjutan kasus BLBI ini untuk obligasi rekapnya yang Rp446 miliar, bukan Rp 154 miliar. Sebab obligasi rekap Rp154 miliar yang melibatkan bank swasta itu sudah ditangani oleh Jaksa. Tetapi yang mau saya usut adalah yang nilainya Rp446 miliar," katanya.
"Dulu total dana BLBI itu Rp600 miliar. Ini yang banyak dilupakan orang. Dulu presiden Soeharto meluncurkan dana BLBI Rp600 miliar. Itu Rp154 pada ke bank swasta, itu sudah di usut Kejaksaan, asetnya sudah disita BPPN. Tetapi yang nilainya Rp446 miliar ini ke mana, tidak jelas ceritanya. Itu yang mau saya ungkap," tandasnya.
"Oh banyak, yang mau saya tangani wakti itu. Sebagai Ketua KPK, mulai tahun 2009 KPK akan mengusut Korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," kata Antasari kepada SINDO Weekly yang menemuinya sebelum sidang pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Senin 24 November 2014.
"Karena harapan saya BUMN itu bisa secara signifikan memberikan pemasukan uang kepada negara, jadi bocornya harus ditangani. Sebab dulukan perfektifnya adalah pemberantasan korupsi itu ditujukan untuk kesejahteraan rakyat," imbuhnya.
Selain di lingkungan BUMN, Antasari juga mau membongkar kasus pengadaan Informasi Teknilogi (IT) dan penghitungan suara di pemilihan umum (pemilu) tahun 2004.
"Itu memang saya usut, bahkan sudah sampai ketahap penyidikinan. Penyidik sudah tiga kali bolak-balik ke KPU meminta keterangan-keterangan kepada pejabat KPU," ungkapnya.
"Saya sudah delegasikan ke Bapak Haryono Umar, yang sekarang Irjen Diknas. Mereka sudah berkoordinasi ke KPU. Sudah ada beberapa kali pemanggilan dan sudah dilaporkan hasilnya ke saya. Saya bilang, lanjutkan," tuturnya.
Dia menginginkan agar segala sesuatunya yang tidak sesuai dengan yang sudah diatur, harus diusut tuntas.
"Apakah itu ada penggunaan alat yang tidak benar, ada indikasi tender yang tidak benar atau ada alasan politik memainkan angka. Itu saja yang mau saya usut. Karena waktu itu kita buktikan perhitungan suara di KPU di Hotel Borobudur, ada satu wilayah penduduknya 100ribu, kok suara caleg bisa keluar 1juta. Itu kan tidak masuk diakal," ungkapnya.
Lalu mengenai adanya kabar dokumen pengusutan korupsi yang hilang ketika ruangan kerja Antasari digeledah KPK, ini jawaban dari pria dengan kumis tebal tersebut.
"Dokumen yang hilang itu bukan dokumen perhitungan IT KPU. Dulu waktu saya menjadi ketua KPK, saya menerima surat dari masyarakat yang isinya, berupa print out email pengiriman alat intersep ke Mabes Polri. Setelah saya melihat dalam dokumen itu, ada dugaan bahwa alat itu dibeli secara illegal. Itu hilang tidak ada lagi dikembalikan ke KPK," tuturnya.
"Sejak saya menjadi ketua KPK, pertama saya akan mengusut kasus IT perhitungan suara KPU, lalu karena saya tidak lagi menjabat, hingga sekarang tidak jelas penyelesaiannya. Malah ada salah satu komisioner KPK mengatakan, KPK tidak pernah menangani itu, itu bohong. Tapi yah sudahlah mungkin dia mau bela pihak tertentu," lanjutnya.
Lebih lanjut kasus yang akan dibongkar Antasari adalah masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
"Yang kedua adalah masalah kelanjutan pengusutan kasus BLBI. Kelanjutan kasus BLBI ini untuk obligasi rekapnya yang Rp446 miliar, bukan Rp 154 miliar. Sebab obligasi rekap Rp154 miliar yang melibatkan bank swasta itu sudah ditangani oleh Jaksa. Tetapi yang mau saya usut adalah yang nilainya Rp446 miliar," katanya.
"Dulu total dana BLBI itu Rp600 miliar. Ini yang banyak dilupakan orang. Dulu presiden Soeharto meluncurkan dana BLBI Rp600 miliar. Itu Rp154 pada ke bank swasta, itu sudah di usut Kejaksaan, asetnya sudah disita BPPN. Tetapi yang nilainya Rp446 miliar ini ke mana, tidak jelas ceritanya. Itu yang mau saya ungkap," tandasnya.
(maf)