Ombudsman Segera Tegur MA

Minggu, 23 November 2014 - 11:17 WIB
Ombudsman Segera Tegur MA
Ombudsman Segera Tegur MA
A A A
JAKARTA - Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman Republik Indonesia akan memberikan teguran kepada Mahkamah Agung (MA) karena diduga melakukan pelanggaran dalam memutuskan penolakan permohonan peninjauan kembali (PK) atas kepemilikan saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).

Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana menegaskan, dalam kasus TPI itu, pengadilan mengambil kasus persidangan yang sebenarnya sudah masuk dalam ranah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

“Kita sudah mempelajari hal itu, hampir selesai. Kita akan menegur melalui Komisi Yudisial (KY) dan KY akan meneruskan itu karena ini masalah kode etik hakim juga,” katanya seusai diskusi Sindo Trijaya dengan tema “Revolusi Mental Layanan Publik” di WarungDaun, Cikini, Jakarta, kemarin. Menurut Danang, ketiga hakim yang menangani sengketa tersebut diduga melanggar kode etik karena telah melampaui batas kewenangannya.

Selain itu, kata Danang, pihaknya melihat ada masalah lain dalam penanganan kasus tersebut di pengadilan. “Ada kedekatan yang cukup tidak fairuntuk seseorang menyidang dalam hal itu sehingga ada dugaan uang Rp50 miliar itu. Tapi itu baru dugaan dan ini bukan masalah Ombudsman kalau masalah-masalah suapnya,” kata dia.

Danang lantas menggariskan bahwa indikasi pelanggaran kode etik oleh para hakim baru di tahap Ombudsman. “Belum bisa tahap terbukti. Yang bisa membuktikan dan memberikan sanksi itu KY. Yang bisa melakukan itu adalah KY dan kita akan berikan kajian itu ke KY dengan segera,” katanya.

Rencananya, sambung Danang, hasil kajian dugaan pelanggaran itu akan diberikan dalam waktu dekat. “Alat bukti tinggal sedikit lagi, tim kami yang handling masalah itu. Dalam beberapa hari ke depan (kajian) sudah selesai, saya kira hari Kamis atau Jumat, sudah selesai itu,” ucapnya.

Adapun kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama Andi Simangunsong menyayangkan putusan MA yang digunakan pihak-pihak tertentu untuk mencoba mengklaim kepemilikan TPI. Padahal putusan tersebut tidak mempertimbangkan permasalahan secara utuh yang menyangkut dua hal. Pertama, putusan tersebut tidak menyertakan MNC sebagai pemilik TPI.

Kedua, putusan tersebut tidak mempertimbangkan dokumentasi antara PT Berkah Karya Bersama dengan Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) yang jelas menjadi asal-muasal sengketa. “Soal adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan terkait putusan tersebut kami serahkan pada proses hukum,” ucapnya.

Andi juga menilai putusan MA tidak signifikan karena proses arbitrase tengah berjalan di BANI. Pihaknya saat ini fokus pada penyelesaian di BANI. Alasannya karena perjanjian awal jelas-jelas memilih arbitrase sebagai proses penyelesaian sengketa tersebut.

Karenanya, bila ada pihak-pihak yang mencoba melakukan tindakan penguasaan TPI tanpa menunggu putusan BANI, padahal semua pihak ikut dalam arbitrase, tindakan itu melanggar hukum, termasuk juga pengadilan. “Tidakadayangboleh menafikan proses hukum di BANI yang jelas-jelas tengah memproses kasus itu,” tegasnya.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur dan Kasubag Humas MA Rudi Sudiyanto saat dimintai konfirmasi tidak menjawab panggilan telepon. Mereka juga tidak merespons pesan singkat yang dikirimkan KORAN SINDO. Seperti diketahui, sengketa kepemilikan TPI menjadi keruh saat hakim pengadilan bersikeras mengadili perkara tersebut walaupun PT Berkah dan Tutut sudah terikat dengan perjanjian arbitrase.

KY Diharapkan Bertindak Tegas

Ombudsman menyayangkan putusan yang diambil MA tersebut karena seharusnya pengadilan tidak boleh mengambil alih kasus yang sedang berproses di BANI. Sebab BANI itu memiliki kewenangan yang cukup kuat. Begitu juga misalnya pengadilan sedang berjalan di PTUN, tibatiba pengadilan negeri mengambil alih.

Hal itu tidak boleh dilakukan karena ada dua sistem pengadilan dilakukan pada saat yang sama atas satu objek yang sama. “Jadi tidak boleh kasus yang sama diambil alih oleh lembaga peradilan mana pun. Kami sangat confidence bahwa tidak mungkin seorang hakim apalagi tiga orang majelis hakim tidak mengetahui bahwa kasus yang sama sedang disidangkan di sidang pengadilan yang lain. Itu tidak mungkin,” papar Danang Girindrawardana.

Menurut dia, apa yang dilakukan pengadilan merupakan cacat administratif, yaitu perbuatan yang melampaui kewenangan. Namun Ombudsman sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik tidak memiliki mekanisme sanksi terhadap pengadilan atau hakim.

”Ini yang harus kita tegur, sistem pengadilan kita tidak boleh saling bersaing di situ, kemudian BANI memutuskan sesuatu yang berbeda dari putusan pengadilan, ini yang menjadi masalah. Itu bukan soal kasusnya, tapi soal overlapping di lembaga peradilan itu berbahaya,” jelasnya. Danang berharap KY mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran ini.

Sebab jika dibiarkan bisa memberikan preseden buruk bagi masa depan peradilan. “Harapan saya KY harus menindak, tidak boleh dibiarkan. Karena ini akan menjadi preseden buat sistem penyelesaian pengadilan yang berikutnya. Satu kejadian menjadi yurisprudensi, itu berbahaya,” tegasnya.

Dia menyadari, putusan yang sudah dikeluarkan hanya bisa dibatalkan oleh pengadilan yang kedudukannya lebih tinggi. “Begitu putusan pengadilan itu sudah keluar, maka harus ada pengadilan tinggi untuk membatalkannya.

Makanya harus masuk, misalnya gugatan kasasi atau pengadilan banding sehingga membatalkan putusan berikutnya dan memberikan kesempatan kepada lembaga peradilan lain untuk menyelesaikannya. Tidak bisa pengadilan yang sama memberikan atau membuat putusan yang berbeda pada satu kasus,” jelasnya.

Sucipto
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5640 seconds (0.1#10.140)