Tutut Ingkar Janji Setelah TPI Berkembang Pesat
A
A
A
JAKARTA - PT Berkah Karya Bersama masuk untuk menyelamatkan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang saat itu nyaris hancur di bawah manajemen Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut).
Saat itu, TPI nyaris kolaps karena terlilit utang triliunan rupiah. Namun, setelah kondisi TPI berkembang baik, pihak Tutut berupaya mengambil alih. ”Utangnya (TPI) ketika itu sudah hampir Rp1,6 triliun,” ungkap kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama Andi Simangunsong di Jakarta kemarin.
Mengenai perselisihan yang timbul atas kepemilikan TPI, baik PT Berkah Karya Bersama maupun Tutut juga sudah sepakat akan memilih forum arbitrase dalam menyelesaikan kasus ini. Oleh karena itu, Tutut tidak bisa bersandar pada putusan Mahkamah Agung (MA) karena majelis yang memeriksa perkara itu telah melanggar kewenangannya seperti yang diatur Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Andi membeberkan TPI berkembang pesat setelah masuknya PT Berkah Karya Bersama. ”Rating-nya itu sampai tinggi sekali. Orang melihat alat-alatnya juga bagus. Kualitas programnya jugabagus, sinyalnya kuat,” tegas Andi. Karena itu, Andi mempertanyakan motif Tutut yang mengabaikan kesepakatan yang sudah dibuat dengan PT Berkah.
Menurut Andi, sikap Tutut yang melanggar perjanjian kesepakatan dengan PT Berkah itu dilakukan setelah TPI berpindah tangan kepada pihak lain dan menunjukkan performa yang baik. ”Ayo kita buka dokumen perjanjian kita apa. Nah di situlah sengketa kepemilikan saham antara Tutut dan PT Berkah,” katanya.
Dengan demikian perkara ini sudah jelas adalah perkara arbitrase yang bukan menjadi kewenangan pengadilan. Apalagi saat ini perkara itu sedang ditangani Badan Abitrase Nasional Indonesia (BANI). Itulah sebabnya banyak pihak mempertanyakan putusan hakim agung M Saleh dkk yang bersikeras mengadili perkara TPI di MA.
Lebih jauh, Andi menegaskan pihak Tutut telah menyembunyikan fakta hukum mengenai RUPS bulan Maret 2005. Menurut dia, RUPS versi Tutut yang dilakukan tanggal 17 Maret 2005 adalah RUPS yang cacat hukum. ”PT Berkah melakukan RUPS di 18 Maret. Tapi tanpa sepengetahuan PT Berkah tanggal 17 Maret itu ternyata ada RUPS,” ujarnya.
Menurut Andi, pengakuan adanya perjanjian investasi (investment agreement) dari kuasa hukum Tutut sekaligus menjadi fakta bahwa terjadi kesepakatan atas pemberlakuan forum arbitrase antara PT Berkah dan Tutut. Itulah alasannya mengapa banyak pihak mempertanyakan independensi hakim agung M Saleh dkk yang ngotot memeriksa perkara ini.
Lebih jauh, kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama yang lain Effendi Syahputra menyatakan kliennya sudah menuntaskan kewajibannya sesuai dengan apa yang diperjanjikan dengan Tutut. ”Kami bayarkan utangnya, maka adalah hak kami mendapatkan 75% saham TPI seperti yang dijanjikan Tutut, ” tandasnya.
Sementara itu, Tutut berbelit-belit saat ditanya persoalan utang masa lalu antara dirinya dengan PT Berkah Karya Bersama terkait persoalan yang menderaTPI. Dia pun tidak detail menjelaskan perihal utangutang TPI bahkan cenderung tidak mengakuinya.
”Memang pekerjaan kami belum selesai, jadi ada utang dari jauh. Tapi, pada saat itu politiklah yang membuat kami berutang. Karena bapak (mantan Presiden Soeharto) pada saat itu menyatakan berhenti, ya karena sudah tidak dipercaya lagi. Jadi kami divonis untuk punya utang, harus membayar utang-utangnya sedemikian banyaknya,” ungkap Tutut saat jumpa pers di Jakarta, kemarin.
Sikap mengelak juga ditunjukkan Tutut ketika disinggung soal utang obligasi. ”Kemudian satu lagi tentang obligasi, tapi kayaknya sudah dijelaskan bukan,” ujarnya. Ketika didesak lebih jauh termasuk siapa yang melunasi utang-utang TPI, Tutut mempersilakan menanyakan hal itu ke pengacaranya.
”Tanya ke pengacara saya saja, ” kelitnya. Namun, kuasa hukum Tutut, Harry Ponto, tidak menampik TPI pernah memiliki utang yang besar. Dia mengakui peran PT Berkah Karya Bersama dalam penyelamatan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) sangat besar, terutama akibat beban utang ratusan miliar yang harus ditanggung TPI.
”Jadi kalau boleh saya katakan bahwa dalam perjalanannya memang ada hitung-hitungan segala macam ya, ada investment agreement yang dibuat di 2002 dengan Pak Hary Tanoe,” ungkapnya. Namun, dalam perjalanannya, kata Ponto, belum ada hitung-hitungan soal itu. Menurut Ponto, saat itu Tutut menawarkan penyelesaian persoalan TPI dan sebagainya.
”Ini ada pembicaraan, tapi kemudian tiba-tiba dilakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) sendiri dengan mengatasnamakan Mbak Tutut selaku pemegang saham, itu permasalahannya,” papar dia. Mengenai besarnya biaya penyelamatan yang dikucurkan PT Berkah Karya Bersama, Ponto pun mengakuinya. ”Saya rasa jauh-jauh besar dari apa yang dikeluarkan (bantuan penyelamatan),” katanya. Hitunghitungan terkait hal tersebut akan dilakukan di kemudian hari.
MNC Tak Terkait Konflik TPI
Juru Bicara MNC Group Arya Sinulingga menegaskan bahwa MNC sudah mengambil alih TPI dari PT Berkah sejak 2006. Karena itu, sengketa antara PT Berkah dan Tutut adalah sengketa yang tidak berhubungan dengan MNC sehingga setiap upaya pengalihan kepemilikan adalah perbuatan melawan hukum.
”Perkara pengadilan sejak 2010 tidak menyertakan MNC sebagai tergugat sehingga tidak bisa memengaruhi kepemilikan MNC atas TPI,” tegas Arya kemarin. Seperti diketahui, sengketa kepemilikan TPI bertambah keruh saat hakim pengadilan bersikeras mengadili perkara TPI meskipun PT Berkah dan Tutut terikat dengan perjanjian arbitrase.
Sempat beredar isu tidak sedap terkait dugaan peredaran uang Rp50 miliar dalam perkara yang dimaksud. Dalam konferensi pers kemarin, Tutut membantah ada penyuapan untuk memenangkan perkara sengketa TPI di MA tersebut. ”Tidak ada itu suap-suapan. Kami melalui proses hukum dari sejak pertama, yaitu sejak PN, PT, kemudian MA, dan ke PK lagi, lewat PK itu kemudian sekarang menang,” elak Tutut.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menyatakan, Komisi III akan mengawal dan mempertanyakan kasus dugaan pelanggaran penanganan perkara PT Berkah Karya Bersama dengan Tutut terkait sengketa kepemilikan TPI.
”Iya (dikawal), ini salah satu yang akan dibahas dalam rapat konsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) di pertemuan mendatang,” ungkap Desmond. Menurut Desmond, di pertemuan sebelumnya Komisi III juga sudah memanggil KY dan sempat disinggung mengenai persoalan ini.
Apalagi, kasus tersebut juga sudah disampaikan ke Komisi III. Anggota Komisi III DPR Muslim Ayub mengatakan, pihaknya akan mengundang MA dengan BANI untuk menanyakan berbagai persoalan hukum dan salah satunya terkait sengketa kasus kepemilikan TPI. ”Kita akan undang MA untuk dikonfrontasi antara MA dengan BANI, bagaimana ini bisa terjadi,” tandasnya.
Sucipto/Nurul adriyana/Danti daniel/Sindonews
Saat itu, TPI nyaris kolaps karena terlilit utang triliunan rupiah. Namun, setelah kondisi TPI berkembang baik, pihak Tutut berupaya mengambil alih. ”Utangnya (TPI) ketika itu sudah hampir Rp1,6 triliun,” ungkap kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama Andi Simangunsong di Jakarta kemarin.
Mengenai perselisihan yang timbul atas kepemilikan TPI, baik PT Berkah Karya Bersama maupun Tutut juga sudah sepakat akan memilih forum arbitrase dalam menyelesaikan kasus ini. Oleh karena itu, Tutut tidak bisa bersandar pada putusan Mahkamah Agung (MA) karena majelis yang memeriksa perkara itu telah melanggar kewenangannya seperti yang diatur Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Andi membeberkan TPI berkembang pesat setelah masuknya PT Berkah Karya Bersama. ”Rating-nya itu sampai tinggi sekali. Orang melihat alat-alatnya juga bagus. Kualitas programnya jugabagus, sinyalnya kuat,” tegas Andi. Karena itu, Andi mempertanyakan motif Tutut yang mengabaikan kesepakatan yang sudah dibuat dengan PT Berkah.
Menurut Andi, sikap Tutut yang melanggar perjanjian kesepakatan dengan PT Berkah itu dilakukan setelah TPI berpindah tangan kepada pihak lain dan menunjukkan performa yang baik. ”Ayo kita buka dokumen perjanjian kita apa. Nah di situlah sengketa kepemilikan saham antara Tutut dan PT Berkah,” katanya.
Dengan demikian perkara ini sudah jelas adalah perkara arbitrase yang bukan menjadi kewenangan pengadilan. Apalagi saat ini perkara itu sedang ditangani Badan Abitrase Nasional Indonesia (BANI). Itulah sebabnya banyak pihak mempertanyakan putusan hakim agung M Saleh dkk yang bersikeras mengadili perkara TPI di MA.
Lebih jauh, Andi menegaskan pihak Tutut telah menyembunyikan fakta hukum mengenai RUPS bulan Maret 2005. Menurut dia, RUPS versi Tutut yang dilakukan tanggal 17 Maret 2005 adalah RUPS yang cacat hukum. ”PT Berkah melakukan RUPS di 18 Maret. Tapi tanpa sepengetahuan PT Berkah tanggal 17 Maret itu ternyata ada RUPS,” ujarnya.
Menurut Andi, pengakuan adanya perjanjian investasi (investment agreement) dari kuasa hukum Tutut sekaligus menjadi fakta bahwa terjadi kesepakatan atas pemberlakuan forum arbitrase antara PT Berkah dan Tutut. Itulah alasannya mengapa banyak pihak mempertanyakan independensi hakim agung M Saleh dkk yang ngotot memeriksa perkara ini.
Lebih jauh, kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama yang lain Effendi Syahputra menyatakan kliennya sudah menuntaskan kewajibannya sesuai dengan apa yang diperjanjikan dengan Tutut. ”Kami bayarkan utangnya, maka adalah hak kami mendapatkan 75% saham TPI seperti yang dijanjikan Tutut, ” tandasnya.
Sementara itu, Tutut berbelit-belit saat ditanya persoalan utang masa lalu antara dirinya dengan PT Berkah Karya Bersama terkait persoalan yang menderaTPI. Dia pun tidak detail menjelaskan perihal utangutang TPI bahkan cenderung tidak mengakuinya.
”Memang pekerjaan kami belum selesai, jadi ada utang dari jauh. Tapi, pada saat itu politiklah yang membuat kami berutang. Karena bapak (mantan Presiden Soeharto) pada saat itu menyatakan berhenti, ya karena sudah tidak dipercaya lagi. Jadi kami divonis untuk punya utang, harus membayar utang-utangnya sedemikian banyaknya,” ungkap Tutut saat jumpa pers di Jakarta, kemarin.
Sikap mengelak juga ditunjukkan Tutut ketika disinggung soal utang obligasi. ”Kemudian satu lagi tentang obligasi, tapi kayaknya sudah dijelaskan bukan,” ujarnya. Ketika didesak lebih jauh termasuk siapa yang melunasi utang-utang TPI, Tutut mempersilakan menanyakan hal itu ke pengacaranya.
”Tanya ke pengacara saya saja, ” kelitnya. Namun, kuasa hukum Tutut, Harry Ponto, tidak menampik TPI pernah memiliki utang yang besar. Dia mengakui peran PT Berkah Karya Bersama dalam penyelamatan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) sangat besar, terutama akibat beban utang ratusan miliar yang harus ditanggung TPI.
”Jadi kalau boleh saya katakan bahwa dalam perjalanannya memang ada hitung-hitungan segala macam ya, ada investment agreement yang dibuat di 2002 dengan Pak Hary Tanoe,” ungkapnya. Namun, dalam perjalanannya, kata Ponto, belum ada hitung-hitungan soal itu. Menurut Ponto, saat itu Tutut menawarkan penyelesaian persoalan TPI dan sebagainya.
”Ini ada pembicaraan, tapi kemudian tiba-tiba dilakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) sendiri dengan mengatasnamakan Mbak Tutut selaku pemegang saham, itu permasalahannya,” papar dia. Mengenai besarnya biaya penyelamatan yang dikucurkan PT Berkah Karya Bersama, Ponto pun mengakuinya. ”Saya rasa jauh-jauh besar dari apa yang dikeluarkan (bantuan penyelamatan),” katanya. Hitunghitungan terkait hal tersebut akan dilakukan di kemudian hari.
MNC Tak Terkait Konflik TPI
Juru Bicara MNC Group Arya Sinulingga menegaskan bahwa MNC sudah mengambil alih TPI dari PT Berkah sejak 2006. Karena itu, sengketa antara PT Berkah dan Tutut adalah sengketa yang tidak berhubungan dengan MNC sehingga setiap upaya pengalihan kepemilikan adalah perbuatan melawan hukum.
”Perkara pengadilan sejak 2010 tidak menyertakan MNC sebagai tergugat sehingga tidak bisa memengaruhi kepemilikan MNC atas TPI,” tegas Arya kemarin. Seperti diketahui, sengketa kepemilikan TPI bertambah keruh saat hakim pengadilan bersikeras mengadili perkara TPI meskipun PT Berkah dan Tutut terikat dengan perjanjian arbitrase.
Sempat beredar isu tidak sedap terkait dugaan peredaran uang Rp50 miliar dalam perkara yang dimaksud. Dalam konferensi pers kemarin, Tutut membantah ada penyuapan untuk memenangkan perkara sengketa TPI di MA tersebut. ”Tidak ada itu suap-suapan. Kami melalui proses hukum dari sejak pertama, yaitu sejak PN, PT, kemudian MA, dan ke PK lagi, lewat PK itu kemudian sekarang menang,” elak Tutut.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menyatakan, Komisi III akan mengawal dan mempertanyakan kasus dugaan pelanggaran penanganan perkara PT Berkah Karya Bersama dengan Tutut terkait sengketa kepemilikan TPI.
”Iya (dikawal), ini salah satu yang akan dibahas dalam rapat konsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) di pertemuan mendatang,” ungkap Desmond. Menurut Desmond, di pertemuan sebelumnya Komisi III juga sudah memanggil KY dan sempat disinggung mengenai persoalan ini.
Apalagi, kasus tersebut juga sudah disampaikan ke Komisi III. Anggota Komisi III DPR Muslim Ayub mengatakan, pihaknya akan mengundang MA dengan BANI untuk menanyakan berbagai persoalan hukum dan salah satunya terkait sengketa kasus kepemilikan TPI. ”Kita akan undang MA untuk dikonfrontasi antara MA dengan BANI, bagaimana ini bisa terjadi,” tandasnya.
Sucipto/Nurul adriyana/Danti daniel/Sindonews
(bbg)