Australia Tutup Pintu Pencari Suaka
A
A
A
SYDNEY - Menteri Imigrasi Australia Scott Morrison mengumumkan kebijakan baru. Anggota Partai Liberal itu kemarin mengatakan bahwa Australia akan menutup pintu kepada para pencari suaka dari Timur Tengah yang transit di Indonesia.
Morrison menegaskan, kebijakan itu berlaku bagi mereka yang tiba di Indonesia setelah Juli tahun ini, meski mereka terdaftar di Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR). Para pencari suaka tersebut, kata Morrison, tidak memiliki hak untuk resmi menjadi pengungsi dan tinggal di Australia.
Kebijakan baru tersebut ditujukan untuk mencegah penyelundupan manusia secara ilegal yang sering ditawari iming-iming palsu di negara suaka. ”Ini merupakan bagian dari kebijakan pemerintah untuk mencegah penyelundupan manusia, baik laki-laki, perempuan, ataupun anak-anak,” kata Morrison, dikutip AFP.
Selain itu, pemerintah Australia ingin menutup akses lalu lintas pencari suaka Australia melalui Indonesia. Pasalnya, Indonesia sedang menjadi magnet utama para pencari suaka Australia, meskipun bukan bagian dari Konvensi Pengungsi PBB 1951. Bahkan, beberapa pencari suaka nekat memakai perahu menuju Indonesia hingga menewaskan ribuan orang.
Australia mengkhawatirkan permasalahan itu dan memperketat perbatasan sejak pemerintahan konservatif menduduki kursi pemerintahan tahun lalu. ”Kami berusaha memperingatkan orang-orang yang ingin pergi ke Indonesia sebagai tempat tunggu sebelum berlayar menuju Australia bukan ide yang baik,” tutur Morrison.
Selama sembilan bulan pada 2014, upaya penyelundupan manusia menuju Australia banyak yang gagal. Namun, beberapa masih belum menyerah dan terus mendorong pencari suaka. Dengan kebijakan Operasi Kedaulatan Perbatasan, jumlah para pencari suaka diperhitungkan akan berkurang, termasuk jumlah yang akan transit di Indonesia.
Berdasarkan situs pemerintah Australia customs.gov.au , kebijakan itu tidak akan diubah, sebab ini merupakan inisiatif keamanan batas negara yang dipimpin lembaga militer. Setiap penyelundup yang melakukan pelayaran ilegal bisa diberhentikan dan dikeluarkan dari perairan Australia atau dikirim ke negara lain.
Pemerintah Australia, kata Morrison, sudah memberi tahu pemerintah Indonesia mengenai Operasi Kedaulatan Perbatasan tersebut. Meski terbilang kasar, dia menegaskan tetap mendukung Konvensi Pengungsi PBB. ”Kami tetap mendukung. Apa yang tidak kami dukung adalah penyalahgunaan suaka oleh penyelundup,” ungkapnya.
Juru Bicara (jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia Michael Tene mengatakan, pemerintah sudah tahu mengenai kebijakan tersebut. Indonesia, kata Tene, hanya akan mengawasi dari jarak dekat. Dalam skenario terburuk, pemerintah jelas akan bertindak untuk melindungi kepentingan Indonesia.
Menurut Tene, permasalahan ini hanya bisa diselesaikan secara komprehensif, bukan pendekatan unilateral. Setiap negara asal, transit, dan tujuan perlu merapatkan barisan. ”Masalah pencari suaka akan berlipat jika mereka mengalami masalah di luar negeri setelah mengalami masalah di dalam negeri,” ujar Tene dalam media brifing di Kemenlu, Jakarta, kemarin.
Saat ini, berdasarkan data UNHCR yang dimiliki Kemenlu sampai September 2014, total pencari suaka dan pengungsi di Indonesia mencapai 10.029 orang, 5.827 orang pencari suaka dan 4.202 orang pengungsi.”Mereka tersebar di14 rumah detensi imigrasi pusat dan sejumlah rumah penampungan,” tutur Tene kepada KORAN SINDO.
Indonesia, sebagai pendukung prinsip pokok Konvensi Pengungsi PBB, tidak bisa mengusir dan memulangkan secara paksa para pencari suaka dan pengungsi yang sudah tiba di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia akan bekerja sama dengan UNHCR. Ditutupnya pintu menuju Australia berpotensi menelantarkan ribuan penzcari suaka di Indonesia.
Muh shamil
Morrison menegaskan, kebijakan itu berlaku bagi mereka yang tiba di Indonesia setelah Juli tahun ini, meski mereka terdaftar di Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR). Para pencari suaka tersebut, kata Morrison, tidak memiliki hak untuk resmi menjadi pengungsi dan tinggal di Australia.
Kebijakan baru tersebut ditujukan untuk mencegah penyelundupan manusia secara ilegal yang sering ditawari iming-iming palsu di negara suaka. ”Ini merupakan bagian dari kebijakan pemerintah untuk mencegah penyelundupan manusia, baik laki-laki, perempuan, ataupun anak-anak,” kata Morrison, dikutip AFP.
Selain itu, pemerintah Australia ingin menutup akses lalu lintas pencari suaka Australia melalui Indonesia. Pasalnya, Indonesia sedang menjadi magnet utama para pencari suaka Australia, meskipun bukan bagian dari Konvensi Pengungsi PBB 1951. Bahkan, beberapa pencari suaka nekat memakai perahu menuju Indonesia hingga menewaskan ribuan orang.
Australia mengkhawatirkan permasalahan itu dan memperketat perbatasan sejak pemerintahan konservatif menduduki kursi pemerintahan tahun lalu. ”Kami berusaha memperingatkan orang-orang yang ingin pergi ke Indonesia sebagai tempat tunggu sebelum berlayar menuju Australia bukan ide yang baik,” tutur Morrison.
Selama sembilan bulan pada 2014, upaya penyelundupan manusia menuju Australia banyak yang gagal. Namun, beberapa masih belum menyerah dan terus mendorong pencari suaka. Dengan kebijakan Operasi Kedaulatan Perbatasan, jumlah para pencari suaka diperhitungkan akan berkurang, termasuk jumlah yang akan transit di Indonesia.
Berdasarkan situs pemerintah Australia customs.gov.au , kebijakan itu tidak akan diubah, sebab ini merupakan inisiatif keamanan batas negara yang dipimpin lembaga militer. Setiap penyelundup yang melakukan pelayaran ilegal bisa diberhentikan dan dikeluarkan dari perairan Australia atau dikirim ke negara lain.
Pemerintah Australia, kata Morrison, sudah memberi tahu pemerintah Indonesia mengenai Operasi Kedaulatan Perbatasan tersebut. Meski terbilang kasar, dia menegaskan tetap mendukung Konvensi Pengungsi PBB. ”Kami tetap mendukung. Apa yang tidak kami dukung adalah penyalahgunaan suaka oleh penyelundup,” ungkapnya.
Juru Bicara (jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia Michael Tene mengatakan, pemerintah sudah tahu mengenai kebijakan tersebut. Indonesia, kata Tene, hanya akan mengawasi dari jarak dekat. Dalam skenario terburuk, pemerintah jelas akan bertindak untuk melindungi kepentingan Indonesia.
Menurut Tene, permasalahan ini hanya bisa diselesaikan secara komprehensif, bukan pendekatan unilateral. Setiap negara asal, transit, dan tujuan perlu merapatkan barisan. ”Masalah pencari suaka akan berlipat jika mereka mengalami masalah di luar negeri setelah mengalami masalah di dalam negeri,” ujar Tene dalam media brifing di Kemenlu, Jakarta, kemarin.
Saat ini, berdasarkan data UNHCR yang dimiliki Kemenlu sampai September 2014, total pencari suaka dan pengungsi di Indonesia mencapai 10.029 orang, 5.827 orang pencari suaka dan 4.202 orang pengungsi.”Mereka tersebar di14 rumah detensi imigrasi pusat dan sejumlah rumah penampungan,” tutur Tene kepada KORAN SINDO.
Indonesia, sebagai pendukung prinsip pokok Konvensi Pengungsi PBB, tidak bisa mengusir dan memulangkan secara paksa para pencari suaka dan pengungsi yang sudah tiba di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia akan bekerja sama dengan UNHCR. Ditutupnya pintu menuju Australia berpotensi menelantarkan ribuan penzcari suaka di Indonesia.
Muh shamil
(ars)