Obama Tinjau Ulang Kebijakan Pembebasan Sandera

Rabu, 19 November 2014 - 13:17 WIB
Obama Tinjau Ulang Kebijakan...
Obama Tinjau Ulang Kebijakan Pembebasan Sandera
A A A
BEIRUT - Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama memerintahkan pengkajian ulang kebijakan tentang penyanderaan warganya di luar negeri.

Obama juga memerintahkan Badan Intelijen AS untuk menginvestigasi peranan para gerilyawan Negara Islam Irak Suriah (ISIS) dari Barat yang ikut mengeksekusi pekerja kemanusiaan AS, Peter Kassig, 26. Kebijakan AS menolak negosiasi atau pembayaran uang tebusan sebagai bentuk ketidakpedulian pemerintah terhadap warganya yang disandera.

Itu berbeda dengan beberapa negara Eropa yang mengizinkan pembayaran jutaan dolar untuk menyelamatkan para sandera, termasuk sandera yang diculik gerilyawan ISIS. “Obama memerintahkan kajian ulang dengan fokus utama keterlibatan keluarga, pengumpulan informasi intelijen, dan kebijakan diplomasi dalam isu penyanderaan,” demikian bunyi surat tertanggal 11 November dari Wakil Menteri Pertahanan Urusan Kebijakan Christine Wormuth, kepada anggota parlemen Partai Republik, dikutip AFP .

“Langkah ini dilakukan untuk menyikapi meningkatnya penculikan terhadap warga AS dan dinamika ancaman yang dilakukan kelompok gerilyawan,” tulis Wormuth. Kassig merupakan warga AS ketiga yang dibunuh gerilyawan ISIS yang menguasai sebagian Suriah dan Irak. Kassig yang telah memeluk Islam itu mengganti namanya menjadi Abdul Rahman.

Dia diculik pada tahun lalu dan menjadi sandera kelima dari Barat yang dieksekusi. Larangan pembayaran uang tebusan oleh AS sebelumnya dikeluhkan orang tua jurnalis AS James Foley. Kemudian keluarga Steven Sotloff yang juga dieksekusi ISIS mengungkapkan pejabat antiterorisme Gedung Putih pernah menyatakan mereka akan dijebloskan ke penjara jika harus membayar uang tebusan.

AS berdalih jika pemerintah membayar uang tebusan, ISIS dan Al-Qaeda akan menculik lebih banyak warga AS. Sementara itu, intelijen AS mengidentifikasi gerilyawan ISIS yang terlihat dalam video eksekusi Kassig dan 18 tahanan Suriah. Gerilyawan yang menjadi sorotan adalah warga Prancis bernama Maxime Hauchard, 22.

Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve mengatakan, analisis yang dilakukan intelijen Prancis menyimpulkan bahwa sangat mungkin bahwa warga negara Prancis mengambil bagian langsung dalam kejahatan mengerikan itu. “Penyelidikan masih sedang berlangsung, namun sangat diyakini bahwa orang itu kemungkinan besar Maxime Hauchard,” kata Cazeneuve, dikutip BBC.

Andika hendra m
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0892 seconds (0.1#10.140)