Perkara TPI Sebelum PK juga Bisa Dieksaminasi
A
A
A
JAKARTA - Eksaminasi atau pemeriksaan kembali perkara sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan
Indonesia (TPI) tidak hanya bisa dilakukan terhadap perkara peninjauan kembali (PK), tetapi juga terhadap putusan-putusan sebelumnya.
“Bahkan dari putusan sebelumnya juga perlu dilakukan eksaminasi. Mengapa jika sudah
ada kesepakatan diselesaikan di Badan Abritase Nasional Indonesia (BANI) tetap
diputus,” tutur Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, Selasa 18 November 2014.
Abdul mengatakan seharusnya pengadilan di tingkat manapun tidak berhak memutus
perkara yang sedang ditangani oleh BANI.
Oleh karena itu, lanjut dia, eksaminasi perlu dilakukan dari awal proses pengadilan sehingga sampai pada proses PK.
“Putusan dari bawah harus dieksaminasi. Di mana salahnya. Di tingkat apapun harus
diberhentikan,” katanya.
Abdul mengatakan eksaminasi dilakukan untuk mengukur apakah sebuah putusan sudah
memenuhi kaidah yang berlaku atau tidak. Alat eksaminasi adalah aturan-aturan dari
undang-undang (UU), peraturan menteri sampai hukum acara.
“Kenapa mengambil putusan? Hakim dipanggil dan hakim bisa mengklarifikasi saat
eksaminasi dilakukan,” katanya.
Dalam hal ini Komisi Yudisial (KY) dapat langsung melakukan eksaminasi. “Kalau ditemukan kejanggalan hakimnya bisa dipanggil. KY bisa melibatkan PPATK untuk
melihat rekening. Jika ada kejanggalan maka bisa dihubungkan,” tuturnya.
PT Berkah Karya Bersama pada Senin 17 November 2014 melaporkan tiga hakim agung yang menangani peninjauan kembali (PK) perkara sengketa kepemilikan TPI. Pelapor menduga hakim melanggar kode etik. Pasalnya, perkara itu telah ditangani oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Indonesia (TPI) tidak hanya bisa dilakukan terhadap perkara peninjauan kembali (PK), tetapi juga terhadap putusan-putusan sebelumnya.
“Bahkan dari putusan sebelumnya juga perlu dilakukan eksaminasi. Mengapa jika sudah
ada kesepakatan diselesaikan di Badan Abritase Nasional Indonesia (BANI) tetap
diputus,” tutur Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, Selasa 18 November 2014.
Abdul mengatakan seharusnya pengadilan di tingkat manapun tidak berhak memutus
perkara yang sedang ditangani oleh BANI.
Oleh karena itu, lanjut dia, eksaminasi perlu dilakukan dari awal proses pengadilan sehingga sampai pada proses PK.
“Putusan dari bawah harus dieksaminasi. Di mana salahnya. Di tingkat apapun harus
diberhentikan,” katanya.
Abdul mengatakan eksaminasi dilakukan untuk mengukur apakah sebuah putusan sudah
memenuhi kaidah yang berlaku atau tidak. Alat eksaminasi adalah aturan-aturan dari
undang-undang (UU), peraturan menteri sampai hukum acara.
“Kenapa mengambil putusan? Hakim dipanggil dan hakim bisa mengklarifikasi saat
eksaminasi dilakukan,” katanya.
Dalam hal ini Komisi Yudisial (KY) dapat langsung melakukan eksaminasi. “Kalau ditemukan kejanggalan hakimnya bisa dipanggil. KY bisa melibatkan PPATK untuk
melihat rekening. Jika ada kejanggalan maka bisa dihubungkan,” tuturnya.
PT Berkah Karya Bersama pada Senin 17 November 2014 melaporkan tiga hakim agung yang menangani peninjauan kembali (PK) perkara sengketa kepemilikan TPI. Pelapor menduga hakim melanggar kode etik. Pasalnya, perkara itu telah ditangani oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
(dam)