Pengusaha Kecewa Upah Minimum
A
A
A
JAKARTA - Kalangan dunia usaha kecewa terhadap proses penetapan upah minimum 2015. Mereka menilai banyak pemerintah daerah (pemda) tidak taat peraturan sehingga proses penetapan upah minimum semakin buruk.
“Apa yang kami harapkan, pemerintah, khususnya pemda, menjadi mediator untuk membangun daerah secara kondusif, ternyata tidak seperti itu. Pemda secara umum menabrak ketentuan,” ujar Ketua Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani di Jakarta kemarin. Secara khusus, dia mengkritik penetapan upah minimum kabupaten/ kota (UMK) di Kota Bekasi dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Sebagai respons atas proses penetapan UMK di dua wilayah tersebut, Apindo akan keluar dari Dewan Pengupahan Daerah. “Ini keputusan resmi organisasi. Kita umumkan Bekasi akan menarik diri dari Dewan Pengupahan Daerah, kita lihat pemda tidak netral dan membuat situasi tidak kondusif,” ujarnya.
Hariyadi mengatakan, sikap asosiasi itu sebagai upaya untuk mengembalikan mekanisme pengupahan sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum sertaInstruksiPresidenNomor9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Pekerja. Seperti diberitakan, pekan lalu Dewan Pengupahan Kota Bekasi telah memutuskan UMK Kota Bekasi 2015 sebesar Rp2,954 juta.
Sebelumnya, dari survei 60 item kebutuhan hidup layak (KHL) didapat angka Rp2,529 juta. Kenaikan sebesar Rp512.077 (20,97%) dari tahun ini tersebut dikawal ribuan buruh di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bekasi di Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan. Penetapan dihadiri perwakilan buruh dan pemerintah. Adapun perwakilan dari Apindo Kota Bekasi memilih walkout. Adapun di Kabupaten Sukabumi, UMK tahun 2015 ditetapkan Rp1,94 juta, naik sekitar 24% dibandingkan tahun ini yang Rp1,56 juta.
Besaran UMK lebih tinggi dibandingkan harapan pengusaha yang sebesar Rp1,74 juta. Hariyadi menjelaskan, dengan keluarnya Apindo dari Dewan Pengupahan Daerah, artinya keputusan penetapan UMK akan cacat karena tidak mengandung salah satu unsur. Asosiasi juga akan mengambil tindakan tegas dengan mengumumkan Kota Bekasi dan Kabupaten Sukabumi sebagai daerah yang tidak ramah investasi.
Selain langkah-langkah di atas, kalangan pengusaha juga akan melakukan upaya-upaya hukum atas berbagai penyimpangan seperti penentuan KHL dan upah minimum yang menyimpang dari aturan. Dalam pandangan Apindo, penetapan UMK bukan semata-mata berdasar pada KHL, melainkan juga harus mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan produktivitas. Namun beberapa pemda ternyata menetapkan KHL sebagai satu-satunya dasar penetapan upah minimum.
Hariyadi khawatir, jika kondisi penetapan pengupahan yang tidak kondusif ini berlarutlarut, investor akan hengkang dari Indonesia. “Kemudian soal penentuan upah kelompok, kami tidak mengenal upah kelompok di Bekasi dan menyusul Tangerang. Kami hanya kenal UMP, UMK, dan upah minimum sektoral. Kami akan mengembalikan mekanisme pengupahan ini pada koridor,” katanya.
Oleh karena itu, Apindo akan mencermati perkembangan di seluruh wilayah, terutama daerah penyangga Jakarta. Wakil Ketua Kadin Bidang Ketenagakerjaan Beni Sutrisno mengatakan, Kadin telah mendelegasikan persoalan ketenagakerjaan kepada Apindo. Menurutnya, langkah pemda yang tak taat aturan tersebut memojokkan para pengusaha dan berlawanan dengan tujuan pemerintah yang ingin menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin serta menciptakan iklim investasi yang baik.
“Dengan kondisi ini investor wait and see atau lebih seram lagi worried and see,” ujarnya. Apalagi, ke depan Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan tenaga-tenaga kerja dari negara tetangga. Sebelumnya, Ketua DPC Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bekasi R Abdullah menilai UMK 2015 sangat masuk akal. Besaran kenaikan juga masih wajar.
”Kami sangat puas dengan ditetapkannya UMK 2015 dan hitungan KHL itu sangat benar,” katanya. Untuk itu, menurut dia, Pemkot Bekasi harus mengawal keputusan UMK tersebut agar berjalan di perusahaan-perusahaan tepat pada 1 Januari 2015. “Kami juga akan terus mengawalnya,” tegas Abdullah.
Anggota Dewan Pengupahan Kota Bekasi Sajekti Rubiah menjelaskan, UMK 2015 sudah final setelah melalui pembahasan panjang dan alot. Menurutnya, dari survei 60 item KHL di pasar-pasar tradisional, didapat angka KHL Kota Bekasi Rp 2.529.039. Survei KHL tersebut dijadikan penentuan UMK 2015 Kota Bekasi sebesar Rp2.954.031.
Di bagian lain, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, hingga kemarin dari 33 provinsi di Indonesia, tinggal 3 provinsi yang belum menetapkan dan melaporkan upah minimum provinsi (UMP) 2015, yaitu DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Barat. Adapun 4 provinsi yang tidak menetapkan UMP 2015, melainkan menetapkan UMK terdiri atas Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Menteri Ketenagakerjaan Muh Hanif Dhakiri mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih memantau dan menunggu laporan Surat Keputusan dari 3 Gubernur terkait penetapan UMP 2015. “Kita terus berupaya membantu dewan pengupahan dan pemda dalam proses menetapkan UMP 2015, sehingga penetapannya dapat dipercepat untuk memberikan kepastian dan tidak menimbulkan gejolak dari pekerja dan pengusaha,” ujar Menaker.
Dia menjelaskan, tim asistensiKemenaker bertugas memberikan konsultasi, asistensi, mediasi serta kepada Dewan Pengupahan Daerah dan pemerintah daerah provinsi yang belum menetapkan UMP. Selain itu, Kemnaker juga mendorong provinsi-provinsi yang telah menetapkan UMP agar dapat menyosialisasi besaran UMP 2015 kepada para pengusaha dan pekerja. Dia menuturkan, upah minimum hanya berlaku bagi pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
Selain ketentuan itu, besaran upah berdasarkan perundingan bipartit antara pekerja dan perusahaan. Pembahasan penetapan upah antara pengusaha dan pekerja dapat dilakukan dan diatur melalui perjanjian kerja bersama dan peraturan perusahaan.
Ria martati/Neneng z
“Apa yang kami harapkan, pemerintah, khususnya pemda, menjadi mediator untuk membangun daerah secara kondusif, ternyata tidak seperti itu. Pemda secara umum menabrak ketentuan,” ujar Ketua Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani di Jakarta kemarin. Secara khusus, dia mengkritik penetapan upah minimum kabupaten/ kota (UMK) di Kota Bekasi dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Sebagai respons atas proses penetapan UMK di dua wilayah tersebut, Apindo akan keluar dari Dewan Pengupahan Daerah. “Ini keputusan resmi organisasi. Kita umumkan Bekasi akan menarik diri dari Dewan Pengupahan Daerah, kita lihat pemda tidak netral dan membuat situasi tidak kondusif,” ujarnya.
Hariyadi mengatakan, sikap asosiasi itu sebagai upaya untuk mengembalikan mekanisme pengupahan sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum sertaInstruksiPresidenNomor9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Pekerja. Seperti diberitakan, pekan lalu Dewan Pengupahan Kota Bekasi telah memutuskan UMK Kota Bekasi 2015 sebesar Rp2,954 juta.
Sebelumnya, dari survei 60 item kebutuhan hidup layak (KHL) didapat angka Rp2,529 juta. Kenaikan sebesar Rp512.077 (20,97%) dari tahun ini tersebut dikawal ribuan buruh di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bekasi di Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan. Penetapan dihadiri perwakilan buruh dan pemerintah. Adapun perwakilan dari Apindo Kota Bekasi memilih walkout. Adapun di Kabupaten Sukabumi, UMK tahun 2015 ditetapkan Rp1,94 juta, naik sekitar 24% dibandingkan tahun ini yang Rp1,56 juta.
Besaran UMK lebih tinggi dibandingkan harapan pengusaha yang sebesar Rp1,74 juta. Hariyadi menjelaskan, dengan keluarnya Apindo dari Dewan Pengupahan Daerah, artinya keputusan penetapan UMK akan cacat karena tidak mengandung salah satu unsur. Asosiasi juga akan mengambil tindakan tegas dengan mengumumkan Kota Bekasi dan Kabupaten Sukabumi sebagai daerah yang tidak ramah investasi.
Selain langkah-langkah di atas, kalangan pengusaha juga akan melakukan upaya-upaya hukum atas berbagai penyimpangan seperti penentuan KHL dan upah minimum yang menyimpang dari aturan. Dalam pandangan Apindo, penetapan UMK bukan semata-mata berdasar pada KHL, melainkan juga harus mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan produktivitas. Namun beberapa pemda ternyata menetapkan KHL sebagai satu-satunya dasar penetapan upah minimum.
Hariyadi khawatir, jika kondisi penetapan pengupahan yang tidak kondusif ini berlarutlarut, investor akan hengkang dari Indonesia. “Kemudian soal penentuan upah kelompok, kami tidak mengenal upah kelompok di Bekasi dan menyusul Tangerang. Kami hanya kenal UMP, UMK, dan upah minimum sektoral. Kami akan mengembalikan mekanisme pengupahan ini pada koridor,” katanya.
Oleh karena itu, Apindo akan mencermati perkembangan di seluruh wilayah, terutama daerah penyangga Jakarta. Wakil Ketua Kadin Bidang Ketenagakerjaan Beni Sutrisno mengatakan, Kadin telah mendelegasikan persoalan ketenagakerjaan kepada Apindo. Menurutnya, langkah pemda yang tak taat aturan tersebut memojokkan para pengusaha dan berlawanan dengan tujuan pemerintah yang ingin menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin serta menciptakan iklim investasi yang baik.
“Dengan kondisi ini investor wait and see atau lebih seram lagi worried and see,” ujarnya. Apalagi, ke depan Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan tenaga-tenaga kerja dari negara tetangga. Sebelumnya, Ketua DPC Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bekasi R Abdullah menilai UMK 2015 sangat masuk akal. Besaran kenaikan juga masih wajar.
”Kami sangat puas dengan ditetapkannya UMK 2015 dan hitungan KHL itu sangat benar,” katanya. Untuk itu, menurut dia, Pemkot Bekasi harus mengawal keputusan UMK tersebut agar berjalan di perusahaan-perusahaan tepat pada 1 Januari 2015. “Kami juga akan terus mengawalnya,” tegas Abdullah.
Anggota Dewan Pengupahan Kota Bekasi Sajekti Rubiah menjelaskan, UMK 2015 sudah final setelah melalui pembahasan panjang dan alot. Menurutnya, dari survei 60 item KHL di pasar-pasar tradisional, didapat angka KHL Kota Bekasi Rp 2.529.039. Survei KHL tersebut dijadikan penentuan UMK 2015 Kota Bekasi sebesar Rp2.954.031.
Di bagian lain, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, hingga kemarin dari 33 provinsi di Indonesia, tinggal 3 provinsi yang belum menetapkan dan melaporkan upah minimum provinsi (UMP) 2015, yaitu DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Barat. Adapun 4 provinsi yang tidak menetapkan UMP 2015, melainkan menetapkan UMK terdiri atas Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Menteri Ketenagakerjaan Muh Hanif Dhakiri mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih memantau dan menunggu laporan Surat Keputusan dari 3 Gubernur terkait penetapan UMP 2015. “Kita terus berupaya membantu dewan pengupahan dan pemda dalam proses menetapkan UMP 2015, sehingga penetapannya dapat dipercepat untuk memberikan kepastian dan tidak menimbulkan gejolak dari pekerja dan pengusaha,” ujar Menaker.
Dia menjelaskan, tim asistensiKemenaker bertugas memberikan konsultasi, asistensi, mediasi serta kepada Dewan Pengupahan Daerah dan pemerintah daerah provinsi yang belum menetapkan UMP. Selain itu, Kemnaker juga mendorong provinsi-provinsi yang telah menetapkan UMP agar dapat menyosialisasi besaran UMP 2015 kepada para pengusaha dan pekerja. Dia menuturkan, upah minimum hanya berlaku bagi pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
Selain ketentuan itu, besaran upah berdasarkan perundingan bipartit antara pekerja dan perusahaan. Pembahasan penetapan upah antara pengusaha dan pekerja dapat dilakukan dan diatur melalui perjanjian kerja bersama dan peraturan perusahaan.
Ria martati/Neneng z
(ars)