Salah Terapkan Hukum, Hakim Agung M Saleh Cs Terancam Pidana

Sabtu, 15 November 2014 - 08:13 WIB
Salah Terapkan Hukum, Hakim Agung M Saleh Cs Terancam Pidana
Salah Terapkan Hukum, Hakim Agung M Saleh Cs Terancam Pidana
A A A
JAKARTA - Hakim Agung Muhammad Saleh, Hamdi dan Abdul Manan dinilai salah menerapkan hukum dalam perkara sengketa kepemilikan antara PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut Soeharto.

Pasalnya, perjanjian antara PT Berkah dan Tutut sudah mencantumkan klausul arbitrase sebagai pilihan hukumnya.

Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, DR Syaiful Bakhri menjelaskan, UU 30 Tahun 1999 adalah payung hukum bagi para pihak yang menetapkan forum arbitrase untuk menyelesaikan sengketa diantara para pihak.

"Bila para pihak mencantumkan klausul arbitrase, maka lembaga lain tidak berwenang memutus perkara sengketa yang dimaksud," ujarnya Jumat 14 November 2014.

Di tempat terpisah, mantan Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa menilai, bila dalam perjanjian dicantumkan klausul arbitrase, maka pengadilan lain tidak berwenang untuk mengadili sengketa yang dimaksud.

"Artinya kalau perjanjiannya menyatakan bahwa apabila terjadi sengketa harus dibawa ke BANI, maka pengadilan lain tidak berwenang, harus dibawa ke BANI,” tegasnya.

Terkait hal ini, Komisioner Komisi Yudisial, Taufiqurrahman Syahuri berpendapat, bila terbukti terjadi pelanggaran oleh Hakim Agung Muhammad Saleh, Hamdi, dan Abdul Manan, maka pihak yang dirugikan dapat merujuk Pasal 9 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal tersebut memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk menuntut ganti rugi dan rehabilitasi apabila terjadi kesalahan selama proses peradilan.

"Hakim itu meski bebas memutus harus hati-hati dia tidak boleh suka-suka menerapkan hukum. Kalau salah bisa bahaya," tegasnya.

Dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 9 Ayat 1 menyatakan, "Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi."

Selanjutnya dalam ayat dua dijelaskan, "Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan"

Itulah sebabnya, banyak pihak mengapresiasi upaya PT Berkah dalam memperjuangkan haknya.
Agar "kecelakaan" hukum yang dialami PT Berkah menjadi pelajaran bagi hakim-hakim lainnya sehingga setiap hakim akan lebih hati-hati dalam menerapkan hukum dalam suatu perkara.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim m Saleh yang mengadili perkara Peninjauan Kembali (PK) terkait sengketa kepemilikan TPI, masih sulit ditemui wartawan untuk dimintai konfirmasinya.

Saat Sindonews berkali-kali mencoba menemuinya di parkiran tempat mobil para hakim agung, pihak petugas keamanan lingkungan setempat tak memperbolehkan. "Dari mana mas," tanya seorang satpam Komplek MA, Jumat 14 November 2014.

Pertanyaan itu selalu diucapkan para satpam MA kepada Sindonews, saat mendekati sejumlah mobil hakim agung yang terparkir dengan maksud untuk mewawancarai.

Pihak keamanan menyarankan wartawan untuk meminta izin terlebih dahulu ke pihak humas MA apabila ingin mewawancarai hakim agung.

"Minta izin dulu ke humas, nanti humas yang menentukan tempat dan kapannya bisa mewawancarai," kata seorang petugas keamanan yang ketiga mendekat.

Seorang petugas keamanan yang mengenakan baju safari itu pun tak memperkenakan wartawan menunggu hakim agung di parkiran mobil. "Nanti saya dimarahi, kena sanksi nanti," kata petugas keamanan berambut cepak itu.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7300 seconds (0.1#10.140)