Hakim Agung Salah Putus Sengketa TPI

Jum'at, 14 November 2014 - 12:52 WIB
Hakim Agung Salah Putus...
Hakim Agung Salah Putus Sengketa TPI
A A A
JAKARTA - Hakim Mahkamah Agung, Muhammad Saleh, Hamdi dan Abdul Manan, dinilai salah menerapkan hukum dalam perkara sengketa kepemilikan TPI antara PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut Soeharto.

Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Dr Syaiful Bakhri menjelaskan, UU 30 tahun 1999 adalah payung hukum bagi para pihak yang menetapkan arbitrase sebagai pilihan hukumnya.

"Bila para pihak mencantumkan klausul arbitrase, maka lembaga lain tidak berwenang memutus perkara sengketa yang dimaksud," ujar Syaiful, Jumat (14/11/2014).

Senada dengan Syaiful, praktisi hukum bisnis Frans Hendra Winarta menambahkan, sebelum diberlakukan UU 30 tahun 1999 yang mengatur Arbitrase, seolah ada kesepakatan tidak tertulis bahwa bila suatu masalah hukum yang timbul dalam perjanjian adalah wanprestrasi, maka penyelesaian dapat dilakukan di lembaga arbitrase.

Namun bila yang timbul adalah unsur perbuatan melawan hukum, maka pengadilan berhak memeriksa dan memutus perkara yang dimaksud.

"Tapi setelah diberlakukan UU 30/1999, terhadap perjanjian yang menyertakan klausul arbitrase, pengadilan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Bahkan, sekalipun kontrak utamanya gugur atau digugurkan, klausul arbitrasenya tetap hidup", lanjutnya.

Dalam kesempatan terpisah, mantan Ketua Mahkamah Agung, Harifin Tumpa memiliki pandangan yang sama.

Menurut Harifin bila dalam perjanjian dicantumkan klausul arbitrase, maka pengadilan lain tidak berwenang untuk mengadili sengketa yang dimaksud.

"Artinya kalau perjanjiannya menyatakan bahwa apabila terjadi sengketa harus dibawa ke BANI, maka pengadilan lain tidak berwenang. Harus dibawa ke BANI,” tegasnya.

UU No. 30/1999 diberlakukan untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak dalam menentukan pilihan hukumnya.

UU itu juga sekaligus melindungi salah satu pihak dari upaya kriminalisasi perjanjian oleh pihak lainnya, dengan memanipulasi unsur perbuatan melawan hukum, seolah cukup alasan untuk membawa perkara yang dimaksud ke pengadilan lainnya.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7779 seconds (0.1#10.140)