Dirikan Dapur Umum untuk Ribuan Tunawisma
A
A
A
Dulu Ruby Khong selalu menghiasi sampul depan majalah sosialita dengan mengenakan beberapa merek mahal. Khong dikenal sebagai seorang wanita yang diliputi kemewahan.
Namun, kini hal itu berbalik. Khong tak lagi mengenakan pakaian bermerek, namun hanya pakaian biasa dan beralaskan sandal berharga murah. Mengemudikan van kuning bertuliskan “kelaparan tidak mengenal hambatan”, Khong mengendarai mobilnya menuju daerah liar yang diberi nama sendiri dengan sebutan Bellamy Village.
Di kawasan tersebut banyak terdapat keluarga dengan kehidupan tidak layak, bahkan kerap harus menahan lapar dalam sehari. Khong bukanlah salah satu bagian dari mereka. Dia adalah seorang relawan yang mengumpulkan bantuan untuk disalurkan kepada kaum papa.
Khong mencoba meraih mereka yang menutup diri dari mata publik, bersembunyi di tempat-tempat yang sulit terjangkau untuk menghindar dari pemerintah. Gang-gang kecil kotor pun dia lalui untuk menemukan para tunawisma, memberikan mereka beberapa bungkus nasi yang dimasak di dapur umum miliknya, Kechara, yang dalam bahasa Sanskerta berarti tempat surgawi.
Itu adalah dapur umur terbesar di Malaysia dan mulai dibangun Khong pada 2006 silam. Sejak itu, dapur tersebut menjadi satu-satunya harapan bagi tunawisma di Malaysia. Berkat dapur umum itu, Khong pun menjadi salah satu sosok paling berpengaruh di Malaysia dan masuk dalam daftar filantrop (penderma) versi majalah Forbes pada 2010.
Uniknya, dalam catatan masa silamnya, Khong bukanlah salah satu orang yang peduli dengan kaum sesama. Dia memilih menghabiskan uangnya untuk menjalani kehidupan mewah, membeli pakaian dari merek ternama, bermain tenis setiap akhir pekan, dan mengadakan pesta-pesta mewah.
“Dia (Khong) adalah seorang sosialita. Dia akan pergi clubbing, menghadiri pesta dengan makan malam mewah dan mengenakan pakaian paling mahal. Dia benar-benar larut dalam dirinya secara pribadi,” kata putra Khong, Clifford, dilansir BBC. Hidup Khong mulai mengalami perubahan pada 1994 ketika ibu tiga anak tersebut merasa hampa.
Dia muak dengan semua kehidupan dan barang mewahnya yang hanya memberikan kebahagiaan semu. Khong bahkan sampai mengunjungi India untuk melakukan pencarian bimbingan rohani hingga akhirnya bertemu dengan biksu Buddha bernama TSEM Rinpoche.
Khong menyampaikan rasa muaknya dengan harta kepada sang biksu dan mempertanyakan bagaimana sebaiknya Khong harus menghabiskan uangnya. Sang biksu menyarankan Khong menggunakan kekayaannya untuk kegiatan amal, salah satunya memberi makan orang. Mulai tahun 2006, Khong pun berkomitmen membuat dapur umum. “Begitu saya mulai membangun dapur ini, tidak ada yang bisa menarik saya keluar karena mereka membutuhkan kita,” jelas Khong.
Rini agustina
Namun, kini hal itu berbalik. Khong tak lagi mengenakan pakaian bermerek, namun hanya pakaian biasa dan beralaskan sandal berharga murah. Mengemudikan van kuning bertuliskan “kelaparan tidak mengenal hambatan”, Khong mengendarai mobilnya menuju daerah liar yang diberi nama sendiri dengan sebutan Bellamy Village.
Di kawasan tersebut banyak terdapat keluarga dengan kehidupan tidak layak, bahkan kerap harus menahan lapar dalam sehari. Khong bukanlah salah satu bagian dari mereka. Dia adalah seorang relawan yang mengumpulkan bantuan untuk disalurkan kepada kaum papa.
Khong mencoba meraih mereka yang menutup diri dari mata publik, bersembunyi di tempat-tempat yang sulit terjangkau untuk menghindar dari pemerintah. Gang-gang kecil kotor pun dia lalui untuk menemukan para tunawisma, memberikan mereka beberapa bungkus nasi yang dimasak di dapur umum miliknya, Kechara, yang dalam bahasa Sanskerta berarti tempat surgawi.
Itu adalah dapur umur terbesar di Malaysia dan mulai dibangun Khong pada 2006 silam. Sejak itu, dapur tersebut menjadi satu-satunya harapan bagi tunawisma di Malaysia. Berkat dapur umum itu, Khong pun menjadi salah satu sosok paling berpengaruh di Malaysia dan masuk dalam daftar filantrop (penderma) versi majalah Forbes pada 2010.
Uniknya, dalam catatan masa silamnya, Khong bukanlah salah satu orang yang peduli dengan kaum sesama. Dia memilih menghabiskan uangnya untuk menjalani kehidupan mewah, membeli pakaian dari merek ternama, bermain tenis setiap akhir pekan, dan mengadakan pesta-pesta mewah.
“Dia (Khong) adalah seorang sosialita. Dia akan pergi clubbing, menghadiri pesta dengan makan malam mewah dan mengenakan pakaian paling mahal. Dia benar-benar larut dalam dirinya secara pribadi,” kata putra Khong, Clifford, dilansir BBC. Hidup Khong mulai mengalami perubahan pada 1994 ketika ibu tiga anak tersebut merasa hampa.
Dia muak dengan semua kehidupan dan barang mewahnya yang hanya memberikan kebahagiaan semu. Khong bahkan sampai mengunjungi India untuk melakukan pencarian bimbingan rohani hingga akhirnya bertemu dengan biksu Buddha bernama TSEM Rinpoche.
Khong menyampaikan rasa muaknya dengan harta kepada sang biksu dan mempertanyakan bagaimana sebaiknya Khong harus menghabiskan uangnya. Sang biksu menyarankan Khong menggunakan kekayaannya untuk kegiatan amal, salah satunya memberi makan orang. Mulai tahun 2006, Khong pun berkomitmen membuat dapur umum. “Begitu saya mulai membangun dapur ini, tidak ada yang bisa menarik saya keluar karena mereka membutuhkan kita,” jelas Khong.
Rini agustina
(bbg)