ICW Desak KPK Telusuri Putusan MA Soal Penanganan Kasus TPI
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menelusuri dugaan penyimpangan yang dilakukan hakim Mahkamah Agung (MA) dalam memutus perkara sengketa pemilikan saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).
Hal itu dikatakan Koordinator Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yunto. Menurutnya, KPK diminta ikut menelusuri hasil putusan hakim MA menyoal ada atau tidaknya putusan hakim dalam perkara tersebut, yang dianggap menyalahi aturan, bahkan terindikasi suap.
"Begitu juga dengan KPK menurut saya. Karena rumor bahwa ada dugaan hakim menerima perkara uang, terkait suatu penanganan perkara, satu rumor yang sering kali muncul," ujar Emerson, di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2014).
"Begitu juga dengan kasus ini (perkara TPI). Untuk membuktikan indikasi ada atau tidaknya terkait dugaan suap-menyuap dalam perkara ini, KPK bisa melakukan upaya menjanjikan buat perkara ini," tambahnya.
Eson biasa disapa berpendapat, KPK bisa men-tracking dugaan penyimpangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut, dari laporan harta kekayaan para hakim yang sudah dilaporkan kepada KPK.
Kata dia, jika ditemukan laporan yang tidak wajar, maka KPK berhak untuk mengusutnya.
"Apalagi jika dikaitkan dengan harta kekayaan M Saleh (hakim yang memutus perkara) itu, cocok enggak dengan LHKPN yang dia (Saleh) buat itu," ungkapnya.
Meski demikian, kata Eson, kasus yang berkaitan dengan hukum perdata menurutnya, memang minim mendapat perhatian publik. Sehingga, penanganannya cenderung luput dari sisi transparan.
Maka itu, KPK bisa memulai dari kasus sengketa pemilikan TPI yang juga berperkara di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) tersebut.
Seperti diketahui, MA dengan Ketua Majelis Hakim Dr M Saleh, dan Hakim anggota Hamdi dan Prof Dr Abdul Manan, memutus perkara sengketa PT Berkah Karya Bersama dengan Siti Hardiyanti Rukmana. Putusan MA menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan PT Berkah atas kepemilikan TPI.
Hal itu dikatakan Koordinator Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yunto. Menurutnya, KPK diminta ikut menelusuri hasil putusan hakim MA menyoal ada atau tidaknya putusan hakim dalam perkara tersebut, yang dianggap menyalahi aturan, bahkan terindikasi suap.
"Begitu juga dengan KPK menurut saya. Karena rumor bahwa ada dugaan hakim menerima perkara uang, terkait suatu penanganan perkara, satu rumor yang sering kali muncul," ujar Emerson, di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2014).
"Begitu juga dengan kasus ini (perkara TPI). Untuk membuktikan indikasi ada atau tidaknya terkait dugaan suap-menyuap dalam perkara ini, KPK bisa melakukan upaya menjanjikan buat perkara ini," tambahnya.
Eson biasa disapa berpendapat, KPK bisa men-tracking dugaan penyimpangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut, dari laporan harta kekayaan para hakim yang sudah dilaporkan kepada KPK.
Kata dia, jika ditemukan laporan yang tidak wajar, maka KPK berhak untuk mengusutnya.
"Apalagi jika dikaitkan dengan harta kekayaan M Saleh (hakim yang memutus perkara) itu, cocok enggak dengan LHKPN yang dia (Saleh) buat itu," ungkapnya.
Meski demikian, kata Eson, kasus yang berkaitan dengan hukum perdata menurutnya, memang minim mendapat perhatian publik. Sehingga, penanganannya cenderung luput dari sisi transparan.
Maka itu, KPK bisa memulai dari kasus sengketa pemilikan TPI yang juga berperkara di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) tersebut.
Seperti diketahui, MA dengan Ketua Majelis Hakim Dr M Saleh, dan Hakim anggota Hamdi dan Prof Dr Abdul Manan, memutus perkara sengketa PT Berkah Karya Bersama dengan Siti Hardiyanti Rukmana. Putusan MA menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan PT Berkah atas kepemilikan TPI.
(maf)