Cenderung Transaksional, Sikap Kritis KMP Bisa Kendur
A
A
A
JAKARTA - Dampak pemberian jatah 21 kursi pemimpin alat kelengkapan dewan (AKD) kepada Koalisi Indonesia Hebat (KIH) oleh Koalisi Merah Putih (KMP), tak akan pengaruhi eksistensi oposisi di parlemen.
Hal itu dikatakan pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Menurutnya, karena jabatan pemimpin masih didominasi oleh KMP dan bahwa sistem kolektif-kolegial tetap akan memberikan keuntungan bagi KMP.
"Mayoritas pimpinan AKD tetap milik KMP," ujar Lucius kepada KORAN SINDO di Jakarta, Senin 10 November 2014.
Namun demikian, sambungnya, dampak yang paling kelihatan adalah bahwa KMP akhirnya tidak ngotot menyapu bersih, dan merelakan sebagian jatah pemimpin AKD diserahkan kepada KIH.
Serta, kecenderungan serupa pada dua koalisi yang memperebutkan kekuasaan. "Menjadikan kursi alat kelengkapan sebagai ajang transaksi," jelasnya.
Sehingga menurutnya, ketika cara transaksional digunakan untuk menyelesaikan konflik, maka dampak bagi oposisi ke depan adalah kerentanan sikap kritisnya terhadap pemerintah.
"Selalu memungkinkan untuk ditawar melalui peluang kekuasaan atau wadah transaksi lain. Meskipun bargaining position KMP tetap tinggi, namun posisi itu bukan berarti tak bisa ditawar lagi," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dengan menurunkan posisi tawarnya, KMP sangat mungkin memanfaatkan peluangnya yang menguasai parlemen untuk ditransaksikan.
"Dan jika tawaran KIH atau pemerintah menguntungkan mereka, hal itu mungkin terjadi," tandasnya.
Hal itu dikatakan pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Menurutnya, karena jabatan pemimpin masih didominasi oleh KMP dan bahwa sistem kolektif-kolegial tetap akan memberikan keuntungan bagi KMP.
"Mayoritas pimpinan AKD tetap milik KMP," ujar Lucius kepada KORAN SINDO di Jakarta, Senin 10 November 2014.
Namun demikian, sambungnya, dampak yang paling kelihatan adalah bahwa KMP akhirnya tidak ngotot menyapu bersih, dan merelakan sebagian jatah pemimpin AKD diserahkan kepada KIH.
Serta, kecenderungan serupa pada dua koalisi yang memperebutkan kekuasaan. "Menjadikan kursi alat kelengkapan sebagai ajang transaksi," jelasnya.
Sehingga menurutnya, ketika cara transaksional digunakan untuk menyelesaikan konflik, maka dampak bagi oposisi ke depan adalah kerentanan sikap kritisnya terhadap pemerintah.
"Selalu memungkinkan untuk ditawar melalui peluang kekuasaan atau wadah transaksi lain. Meskipun bargaining position KMP tetap tinggi, namun posisi itu bukan berarti tak bisa ditawar lagi," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dengan menurunkan posisi tawarnya, KMP sangat mungkin memanfaatkan peluangnya yang menguasai parlemen untuk ditransaksikan.
"Dan jika tawaran KIH atau pemerintah menguntungkan mereka, hal itu mungkin terjadi," tandasnya.
(maf)