DPR Ajukan Interpelasi Soal Kartu Sakti Jokowi
A
A
A
BOGOR - DPR akan menggunakan hak interpelasi atau hak tanya kepada Presiden Joko Widodo lantaran telah mengeluarkan tiga kartu sakti, yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Tiga kartu sakti itu dikeluarkan Presiden tanpa payung hukum yang jelas, dan konsultasi kepada DPR.
"Ya (DPR panggil presiden Jokowi) terkait tiga kartu itu," kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Demokrat Agus Hermanto kepada wartawan dalam Kegiatan Silaturahmi Pimpinan DPR dengan Wartawan Pokja DPR di Wisma Griya Sabha DPR Kopo, Puncak, Bogor, Minggu 9 November 2014 kemarin.
Langkah ini diambil lantaran tiga kartu yang telah dikeluarkan oleh Presiden Jokowi akan sangat sulit untuk dijalankan. Selain itu, tidak ada anggaran yang sesuai untuk mendukung program tersebut.
"Karena tak ada mata anggarannya, sesuai dengan apa yang disiapkan," jelas Agus.
Menurut Agus, pada dasarnya program Jokowi sama dengan program Presiden sebelumnya yakni presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia mencontohkan program KIP yang akan dijalankan, itu sebenarnya progran Beasiswa Siswa Miskin (BSM).
Program ini sudah berjalan. Bahkan, lanjut Agus, cara serta metodenya sama dengan BSM, hanya saja berbeda nama program. "Bedanya yang satu pembayarannya lewat ATM yang satu melalui kantor pos. Tapi sama semua," terang Agus.
Meskipun program Jokowi sama dengan program yang lalu, lanjutnya, program ini susah dilaksanakan lantaran namanya berbeda dan tidak punya anggaran. Tapi kalau BSM anggarannya ada.
Hal serupa juga terjadi di KIS, program ini sama dengan BPJS. "Yang berarti betul-betul prinsip jaminan kesehatan, seperti Asuransi. Ya sama tapi namanya berubah. Itu yang sulit untuk dilakukan," imbuhnya.
Terlebih, ada sejumlah menteri Jokowi yang mengatakan bahwa kartu itu menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) BUMN. Padahal, dana CSR BUMN juga dana Pemerintah, dan penyaluran dana CSR itu juga berupa program bina kemitraan dan lingkungan, bina kemitraan itu melakukan kemitraan dengan dana bergulir.
"Lokasinya juga harus dekat dengan lingkungan CSR tersebut, lebih sulit lagi menggunakan hal tersebut," tambahnya.
Selain itu, kata Agus, keinginan teman-teman di DPR itu tidak hanya meminta klarifikasi presiden terkait tiga kartu itu. DPR juga akan memperanyakan soal perubahan nomenklatur kementerian Jokowi.
Karena, yang dipermasalahkan dalam hal ini adalah anggarannya. Tidak bisa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggunakan anggaran sebelumnya setelah dua kementerian itu disatukan.
"Ini yang harus segera menyerahkan APBN-P. Kami saja membentuk AKD sulit apalagi mengubah nomenklatur. Banyak yang akan dimintai klarifikasi," tambahnya.
Menurut dia, masih ada yang bisa ditanyakan oleh kawan-kawan DPD dan disampaikan kepada Presiden Jokowi.
"Akan diagendakan secepatnya, bisa juga tanya langsung kenapa ada perubahan, biar cepat kerja, kerja, dan kerja. Bagaimana mau kerja orang enggak ada anggarannya," tandasnya.
"Ya (DPR panggil presiden Jokowi) terkait tiga kartu itu," kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Demokrat Agus Hermanto kepada wartawan dalam Kegiatan Silaturahmi Pimpinan DPR dengan Wartawan Pokja DPR di Wisma Griya Sabha DPR Kopo, Puncak, Bogor, Minggu 9 November 2014 kemarin.
Langkah ini diambil lantaran tiga kartu yang telah dikeluarkan oleh Presiden Jokowi akan sangat sulit untuk dijalankan. Selain itu, tidak ada anggaran yang sesuai untuk mendukung program tersebut.
"Karena tak ada mata anggarannya, sesuai dengan apa yang disiapkan," jelas Agus.
Menurut Agus, pada dasarnya program Jokowi sama dengan program Presiden sebelumnya yakni presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia mencontohkan program KIP yang akan dijalankan, itu sebenarnya progran Beasiswa Siswa Miskin (BSM).
Program ini sudah berjalan. Bahkan, lanjut Agus, cara serta metodenya sama dengan BSM, hanya saja berbeda nama program. "Bedanya yang satu pembayarannya lewat ATM yang satu melalui kantor pos. Tapi sama semua," terang Agus.
Meskipun program Jokowi sama dengan program yang lalu, lanjutnya, program ini susah dilaksanakan lantaran namanya berbeda dan tidak punya anggaran. Tapi kalau BSM anggarannya ada.
Hal serupa juga terjadi di KIS, program ini sama dengan BPJS. "Yang berarti betul-betul prinsip jaminan kesehatan, seperti Asuransi. Ya sama tapi namanya berubah. Itu yang sulit untuk dilakukan," imbuhnya.
Terlebih, ada sejumlah menteri Jokowi yang mengatakan bahwa kartu itu menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) BUMN. Padahal, dana CSR BUMN juga dana Pemerintah, dan penyaluran dana CSR itu juga berupa program bina kemitraan dan lingkungan, bina kemitraan itu melakukan kemitraan dengan dana bergulir.
"Lokasinya juga harus dekat dengan lingkungan CSR tersebut, lebih sulit lagi menggunakan hal tersebut," tambahnya.
Selain itu, kata Agus, keinginan teman-teman di DPR itu tidak hanya meminta klarifikasi presiden terkait tiga kartu itu. DPR juga akan memperanyakan soal perubahan nomenklatur kementerian Jokowi.
Karena, yang dipermasalahkan dalam hal ini adalah anggarannya. Tidak bisa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggunakan anggaran sebelumnya setelah dua kementerian itu disatukan.
"Ini yang harus segera menyerahkan APBN-P. Kami saja membentuk AKD sulit apalagi mengubah nomenklatur. Banyak yang akan dimintai klarifikasi," tambahnya.
Menurut dia, masih ada yang bisa ditanyakan oleh kawan-kawan DPD dan disampaikan kepada Presiden Jokowi.
"Akan diagendakan secepatnya, bisa juga tanya langsung kenapa ada perubahan, biar cepat kerja, kerja, dan kerja. Bagaimana mau kerja orang enggak ada anggarannya," tandasnya.
(hyk)