Polemik Pengosongan Agama, Mendagri Harus Lihat UU Adminduk
A
A
A
JAKARTA - Untuk meredam polemik wacana pengosongan kolom agama, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus memaksimalkan sosialisasi Undang-Undang (UU) Administrasi Kependudukan (Adminduk).
Pengosongan kolom agama sendiri ditujukan bagi penganut aliran kepercayaan di dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagaimana diatur dalam pasal 64 ayat 5 UU Adminduk.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahayangan (Unpar) Asep Warlan Yusuf mengatakan perlu sosialisasi terkait aturan pengosongan kolom agama. Pasalnya saat ini di masyarakat yang berkembang adalah isu penghapusan kolom agama.
“Isunya kolom agama dihapuskan dan ini menunjukkan bahwa agama menjadi tidak penting. Padahal agama itu penting. Misalnya ketika ada yang meninggal di tengah jalan kan perlu diketahui agamanya untuk cara pemakamannya. Belum lagi ketika menikah itu juga butuh kejelasan agama,” katanya kepada Koran SINDO kemarin.
Menurut dia, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) perlu menjelaskan siapa saja yang diperbolehkan untuk mengosongkan kolom agamanya di KTP. Jangan sampai berkembang di masyarakat agama tidak penting lagi.
“Karena ini memang kurang sosialisasi jadi banyak tafsiran,” kata dia.
Asep mengatakan di Indonesia memang ada sekelompok masyarakat yang memiliki keyakinan di luar enam agama yang diakui negara. Misalnya saja Sunda Wiwitan yang tidak mau dianggap bagian dari Hindu ataupun Islam.
“Sunda Wiwitan dia punya keyakinan sendiri jadi silakan dikosongkan. Setiap warga negara (WN) berhak mendapat KTP termasuk para penghayat kepercayaan. Berkeyakinan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) jangan sampai itu dilanggar,” papar dia.
Pengosongan kolom agama sendiri ditujukan bagi penganut aliran kepercayaan di dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagaimana diatur dalam pasal 64 ayat 5 UU Adminduk.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahayangan (Unpar) Asep Warlan Yusuf mengatakan perlu sosialisasi terkait aturan pengosongan kolom agama. Pasalnya saat ini di masyarakat yang berkembang adalah isu penghapusan kolom agama.
“Isunya kolom agama dihapuskan dan ini menunjukkan bahwa agama menjadi tidak penting. Padahal agama itu penting. Misalnya ketika ada yang meninggal di tengah jalan kan perlu diketahui agamanya untuk cara pemakamannya. Belum lagi ketika menikah itu juga butuh kejelasan agama,” katanya kepada Koran SINDO kemarin.
Menurut dia, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) perlu menjelaskan siapa saja yang diperbolehkan untuk mengosongkan kolom agamanya di KTP. Jangan sampai berkembang di masyarakat agama tidak penting lagi.
“Karena ini memang kurang sosialisasi jadi banyak tafsiran,” kata dia.
Asep mengatakan di Indonesia memang ada sekelompok masyarakat yang memiliki keyakinan di luar enam agama yang diakui negara. Misalnya saja Sunda Wiwitan yang tidak mau dianggap bagian dari Hindu ataupun Islam.
“Sunda Wiwitan dia punya keyakinan sendiri jadi silakan dikosongkan. Setiap warga negara (WN) berhak mendapat KTP termasuk para penghayat kepercayaan. Berkeyakinan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) jangan sampai itu dilanggar,” papar dia.
(hyk)