Mereka Pejuang Anak dan Pendidikan

Minggu, 09 November 2014 - 10:41 WIB
Mereka Pejuang Anak dan Pendidikan
Mereka Pejuang Anak dan Pendidikan
A A A
Di Indonesia, negeri yang kaya sumber daya alam, terkadang tetap saja ada kabar di sejumlah daerah anak-anak masih sulit mendapatkan hak pendidikan.

Meski telah ada berbagai program beasiswa dari pemerintah, kenyataannya agenda tersebut belum bisa menyentuh semua keluarga tidak mampu.

Problem ini bukan hanya menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelesaikannya, melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama bagi semua pihak.

Merasa ingin berperan serta menyelesaikan problem kebangsaan ini, perempuan asal Tapanuli Selatan, Masnawan Siregar, 55, membangun sekolah PAUD dan TK yang diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu. Pada 2007 Masnawan mengikhlaskan tabungan hajinya untuk pembangunan sekolah TK dan PAUD di Kelurahan Bintuju, Tapanuli Selatan.

Dia tidak ingin pengalaman pahitnya tidak tamat sekolah dasar dialami anak-anak di sekitar daerahnya. Sebab bagi dia pendidikan adalah modal utama yang mesti dimiliki semua orang agar masa depan mereka menjadi lebih baik. Karena modal pembangunan sekolah yang tidak begitu besar, dia melakukan beberapa pekerjaan sendiri, seperti membuat pagar, meja, kursi, papan dan alat bantu sekolah lain.

“Hal ini saya lakukan karena saya berprinsip bahwa carilah pintu surga dengan berbagai amalan. Maka saya pikir membangun sekolah adalah amalan yang tiada ternilai,” ungkap Masnawan kepada KORAN SINDO, Senin (3/11). Tidak cukup hanya membangun PAUD dan TK, empat tahun kemudian Masnawan membangun sekolah bertaraf SD. Niat yang mulia ini bukan lagi merelakan uang tabungannya, tetapi dia malah menjual rumah miliknya seharga Rp145 juta di Padangsidimpuan.

Dengan uang penjualan rumah itu, dia membeli rumah dengan harga yang lebih murah di Bintuju dan sisanya untuk merealisasikan pembangunan sekolah dasar. Dia menjelaskan, setelah berjuang mendirikan sekolah kurang lebih selama 7 tahun baru satu tahun terakhir sekolahnya mendapat bantuan dana biaya operasional sekolah (BOS) dari pemerintah pusat.

“Hal terpenting bagi saya ialah tak ingin melihat semakin banyak jumlah calon generasi muda yang putus sekolah. Hingga kini jumlah murid yang sekolah di sini mencapai 250 siswa yang berasal dari dua kecamatan,” kata Masnawan. Dalam mendukung kegiatan operasional sekolah, wanita berusia 55 tahun ini menggaji guru sendiri dari hasil kebun sayurnya.

Dengan penghasilan yang berasal dari penjualan sayur-mayur itu Masnawan mampu menjalankan roda pendidikan di desanya. Karena aktivitas sosialnya ini dia dinobatkan sebagai satu dari 10 kandidat penerima penghargaan “MNCTV Pahlawan untuk Indonesia 2014“. Selain Masnawan, perempuan lain yang mendapatkan penghargaan yang sama adalah Martha Kewuan, 53.

Pada 1994, wanita yang asal Kupang, Nusa Tenggara Timur, ini memberanikan diri keluar dari tempat kerjanya di pabrik tenun demi mengangkat perekonomian dan pendidikan di kampung halamannya, Noelbaki, Kupang. Meski selama ini banyak yang menganggap NTT sebagai provinsi tertinggal, dengan semangat yang kuat Martha tak ingin berputus asa.

Dia bekerja keras dengan mengajak bergerak para perempuan di sekitarnya untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi generasi mereka ke depan. “Hidup saya adalah bagaimana memberi dan memanfaatkan arti kehidupan ini bagi orang lain. Hal ini saya lakukan demi kebahagiaan bersama, dan itu bisa diwujudkan dengan membangkitkan ekonomi dan pendidikan warga,” kata Martha.

Karena itu, untuk merealisasikan cita-cita mulia tersebut dia menggagas kelompok wanita tani dan menghidupkan kembali lahan tidur untuk ditanami berbagai macam kebutuhan rumah tangga, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Alhasil, aktivitas sosialnya ini sukses membangkitkan semangat kerja yang mengacu pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Bagi dia, peningkatan hidup yang merata di masyarakat jauh lebih berarti daripada hanya memikirkan peningkatan ekonomi untuk diri sendiri.

Persoalan sosial di sekitar tidak bisa diselesaikan dengan hanya mengutuknya, seseorang perlu bertindak nyata agar masalah tersebut cepat menemukan penyelesaian. Hingga kini telah ada 28 kelompok tani yang berada di bawah binaannya. Pada tiap kelompok masingmasing terdapat 25-30 petani wanita. Bahkan dia sendiri tak menyangka jika kelompok wanita tani yang digagasnya ini sekarang menjadi salah satu penyuplai sayur-sayuran di wilayah Kupang.

Lebih dari itu, kelompok wanita tani ini juga turut berperan serta dalam melestarikan kerajinan tenun ikat yang kini semakin sedikit pembuat dan peminatnya. Untuk bidang pendidikan Martha juga memelopori terbentuknya sekolah PAUD gratis bagi masyarakat di Noelbaki. Selain itu, dia berupaya melahirkan generasi penerus yang sehat dan cerdas melalui kegiatan di posyandu sebulan sekali dan pemberian asupan gizi yang cukup.

Dia menjelaskan, keberhasilannya menggagas gerakan sosial ini tidak lepas dari konsistensinya melakukan pemberdayaan sosial. Demi mengerti persoalan sekitar secara mendalam, dia bahkan harus mengelilingi dusun satu per satu. Tak jarang dia juga mengeluarkan uang sendiri demi keberlanjutan gerakan sosial tersebut.

Atas jasa-jasanya itu tak berlebihan bila dia disebut sebagai pelopor perubahan di bidang ekonomi dan pendidikan di wilayah Kupang. Upayanya perlu diteladani di tengah pragmatisme masyarakat terhadap persoalan kebangsaan saat ini.

Nafi muthohirin
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4470 seconds (0.1#10.140)