Pedas-Gurih Mi Kopyok
A
A
A
Warung ini terletak di Jalan Tanjung. Di sepanjang jalan itu memang banyak berdiri warung kaki lima hingga restoran. Untuk menemukan warung Pak Dhuwur tidak terlalu susah, karena ada spanduk besar sebagai petunjuk. Lokasi di samping kantor PLN membuat warung ini mudah dikenali. Ditambah jalannya yang kerap dipenuhi parkiran mobil para pelanggan warung ini.
Mi kopyok bisa dinikmati sebagai menu utama maupun hidangan selingan. Anda boleh memilih menggunakan irisan lontong atau tidak. Sajian berbahan dasar mi dengan kuah pedas bercampur gurih ini terasa pas di lidah. Selain mi dan lontong, masih ada irisan tahu dan taoge.
Mi kopyok yang disajikan dengan uap mengepul pas dinikmati siang hari. Di bagian atas ada kerupuk karak yang telah diremas-remas sebagai topping. Saat kita mengunyah akan terdengar kriuk berbaur rasa pedas. Penggemar pedas masih bisa menambah rasa pedas dengan ulekan sambal yang sudah tersedia di meja. Rasa yang membakar lidah, ditambah cuaca panas Kota Semarang, bisa membuat keringat penikmat mi kopyok mengucur.
Cara penyajian mi kopyok cukup unik. Mi beserta taoge dicelupkan pada air panas mendidih. Mi terlebih dulu diaduk (dikopyok) beberapa saat sebelum ditiriskan. Kemudian ditambahkan irisan tahu dan lontong, serta diguyur air kuah dari bawang putih yang diulek. Sebagai sentuhan akhir disajikan pula daun seledri, bawang goreng, dan kecap. Anda cukup mengeluarkan uang Rp8.000 untuk bisa merasakan kenikmatan dan kesegaran mi yang dijual Pak Dhuwur.
Pak Dhuwur merupakan nama beken, sedangkan nama aslinya adalah Harso. Dari pelanggan pulalah nama Pak Dhuwur tercetus. Sosok Harso muda memiliki tubuh kurus dan tinggi. Dhuwur, dalam bahasa Jawa berarti tinggi. Sebutan itulah yang digunakan sebagai nama warung. Saat ini Pak Dhuwur tinggal mengawasi proses memasak mi kopyok dan mencicipi kuah. Hal ini dilakukan agar orisinalitas rasa tetap terjaga seperti saat berjualan pertama kali pada 1963. Berawal dari pedagang keliling hingga akhirnya menetap di Jalan Tanjung sampai sekarang.
Pak Dhuwur sempat mendapat bantuan dari seorang pelanggan yang memberinya modal untuk membuka warung. ”Dulu membuka warung di bawah pohon, lalu dipinjamkan modal kursi dan tenda. Mulai membuka warung sejak 1982, sekarang sudah bisa menyewa lahan dan membuka warung sendiri,” ujar ayah tiga anak itu.
Usaha kuliner ini diestafetkan kepada anak-anaknya dan sudah melebar di beberapa tempat, yaitu di Jalan Kyai Saleh Semarang, Jalan Perintis Kemerdekaan, Banyumanik-Semarang, dan Jalan Dr Sumarno-Sentra Primer, Jakarta Timur. Semua cabang ini dipegang oleh anak dan kerabat. ”Banyak tawaran untuk membuka warung di kota lain, namun saya belum sreg. Ada bumbu-bumbu yang hanya boleh diketahui keluarga,” kata Pak Dhuwur, sembari tersenyum.
Warung sederhana ini mampu menampung pelanggan hingga 50 orang. Pelanggan mesti sabar untuk mendapatkan tempat duduk dan menikmati mi kopyok, terutama pada jam makan siang. Dalam satu hari, rata-rata 300 porsi mi kopyok ludes dipesan pelanggan. Jumlah tersebut semakin bertambah saat akhir pekan dan hari libur. Proses menyiapkan mi dilakukan bertahap agar tetap fresh saat disajikan ke pelanggan. Mi kopyok bisa dinikmati pukul 08.00-15.00 WIB. ”Mi kopyok kurang cocok dimakan malam hari,” ujar Pak Dhuwur.
Hendrati hapsari
Mi kopyok bisa dinikmati sebagai menu utama maupun hidangan selingan. Anda boleh memilih menggunakan irisan lontong atau tidak. Sajian berbahan dasar mi dengan kuah pedas bercampur gurih ini terasa pas di lidah. Selain mi dan lontong, masih ada irisan tahu dan taoge.
Mi kopyok yang disajikan dengan uap mengepul pas dinikmati siang hari. Di bagian atas ada kerupuk karak yang telah diremas-remas sebagai topping. Saat kita mengunyah akan terdengar kriuk berbaur rasa pedas. Penggemar pedas masih bisa menambah rasa pedas dengan ulekan sambal yang sudah tersedia di meja. Rasa yang membakar lidah, ditambah cuaca panas Kota Semarang, bisa membuat keringat penikmat mi kopyok mengucur.
Cara penyajian mi kopyok cukup unik. Mi beserta taoge dicelupkan pada air panas mendidih. Mi terlebih dulu diaduk (dikopyok) beberapa saat sebelum ditiriskan. Kemudian ditambahkan irisan tahu dan lontong, serta diguyur air kuah dari bawang putih yang diulek. Sebagai sentuhan akhir disajikan pula daun seledri, bawang goreng, dan kecap. Anda cukup mengeluarkan uang Rp8.000 untuk bisa merasakan kenikmatan dan kesegaran mi yang dijual Pak Dhuwur.
Pak Dhuwur merupakan nama beken, sedangkan nama aslinya adalah Harso. Dari pelanggan pulalah nama Pak Dhuwur tercetus. Sosok Harso muda memiliki tubuh kurus dan tinggi. Dhuwur, dalam bahasa Jawa berarti tinggi. Sebutan itulah yang digunakan sebagai nama warung. Saat ini Pak Dhuwur tinggal mengawasi proses memasak mi kopyok dan mencicipi kuah. Hal ini dilakukan agar orisinalitas rasa tetap terjaga seperti saat berjualan pertama kali pada 1963. Berawal dari pedagang keliling hingga akhirnya menetap di Jalan Tanjung sampai sekarang.
Pak Dhuwur sempat mendapat bantuan dari seorang pelanggan yang memberinya modal untuk membuka warung. ”Dulu membuka warung di bawah pohon, lalu dipinjamkan modal kursi dan tenda. Mulai membuka warung sejak 1982, sekarang sudah bisa menyewa lahan dan membuka warung sendiri,” ujar ayah tiga anak itu.
Usaha kuliner ini diestafetkan kepada anak-anaknya dan sudah melebar di beberapa tempat, yaitu di Jalan Kyai Saleh Semarang, Jalan Perintis Kemerdekaan, Banyumanik-Semarang, dan Jalan Dr Sumarno-Sentra Primer, Jakarta Timur. Semua cabang ini dipegang oleh anak dan kerabat. ”Banyak tawaran untuk membuka warung di kota lain, namun saya belum sreg. Ada bumbu-bumbu yang hanya boleh diketahui keluarga,” kata Pak Dhuwur, sembari tersenyum.
Warung sederhana ini mampu menampung pelanggan hingga 50 orang. Pelanggan mesti sabar untuk mendapatkan tempat duduk dan menikmati mi kopyok, terutama pada jam makan siang. Dalam satu hari, rata-rata 300 porsi mi kopyok ludes dipesan pelanggan. Jumlah tersebut semakin bertambah saat akhir pekan dan hari libur. Proses menyiapkan mi dilakukan bertahap agar tetap fresh saat disajikan ke pelanggan. Mi kopyok bisa dinikmati pukul 08.00-15.00 WIB. ”Mi kopyok kurang cocok dimakan malam hari,” ujar Pak Dhuwur.
Hendrati hapsari
(bbg)