Lensa Kontak untuk Penderita Buta Warna
A
A
A
Jumlah penderita buta warna di Indonesia semakin meningkat setiap tahun. Dari total penduduk yang berjumlah 255 juta jiwa, sebanyak 0,7% terkena kelainan genetika yang penderitanya tidak mampu membedakan tingkat gradasi suatu warna.
Kelainan buta warna kebanyakan menyerang laki-laki karena sifatnya yang genetik terkait pada kromosom X. Bagi si penderita, tentu kelainan ini mengakibatkan penglihatan menjadi tidak nyaman karena memengaruhi kemampuan belajar dan kualitas hidup. Ironisnya, belum ada alat yang mampu menolong para penderitanya lepas dari kelainan ini.
Hanya kacamata EnChroma yang mampu memperbaiki panjang gelombang warna yang masuk bagi penderita buta warna, tapi produk kacamata ini relatif mahal sehingga sulit dijangkau masyarakat luas. Atas pemikiran tersebut, Syarif Muhammad Nur Taufiq, 17, dan Nurul Annisa, 17, menggagas Lens_RG, lensa kontak bagi penderita buta warna parsial merah-hijau. Keduanya adalah siswa dari kelas XII IPA SMA Negeri 4 Pontianak yang melakukan penelitian serius demi menemukan alat yang bisa menolong para penderita buta warna.
Karena upayanya melakukan inovasi dengan menemukan Lens_RG untuk membantu penderita buta warna, karya ilmiah ini dianugerahi predikat juara pertama pada ajang National Young Inventors Award (NYIA) VII yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta (30/10). Syarif mengatakan, produk Lens_ RG merupakan modifikasi lensa kontak dengan proses sensitasi pigmen merah tumbuhan secang. Lensa ini telah melewati uji coba mendalam dengan memperbaiki penglihatan dua siswa IPA penderita buta warna dari 200 siswa SMA Negeri 4 Pontianak.
“Keberhasilan ini dibuktikan dengan kemampuan pembacaan angka-angka pada tes Ishihara dan juga pemberian nilai skor kesan perubahan persepsi warna,” kata Syarif kepada KORAN SINDO kemarin. Kondisi itu menunjukkan bahwa produk Lens_RG memiliki daya kromasi terhadap gradasi warna. Sebab dengan adanya pigmen dalam bintik merah-hijau yang terdapat pada tumbuhan secang menjadi analogi kerja produk En- Crhoma. Ditemukannya lensa kontak ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan kerja penglihatan para penderita buta warna.
“Lens_RG sengaja kami buat sebagai suatu inovasi produk yang diharapkan bisa membantu penderita buta warna supaya dapat melihat seperti mata orang normal,” jelas Syarif. Selama ini banyak orang tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka bagian dari penderita buta warna. Namun ketika diadakan pengujian dengan pembacaan angka-angka pada tesIshihara, orangbaru sadar bahwa dirinya tidak bisa membedakan warna-warna tertentu.
Nurul Annisa menjelaskan, paling tidak sekarang ini ada sekitar 12.000 orang Indonesia yang tergolong penderita buta warna. Sementara itu belum ada upaya, baik dari pemerintah maupun institusi kesehatan, yang mendorong ditemukannya solusi alternatif untuk menolong mereka. Padahal, jika penglihatan mereka normal, aktivitas keseharian mereka di tempat kerja akan semakin produktif.
“Sementara bagi anak-anak yang menderita buta warna, dengan memakai lensa kontak ini diharapkan aktivitas belajar mereka menjadi lebih nyaman,” tutur Nurul. Nurul menambahkan, lensa kontak tidak dibuat sendiri, melainkan dibeli dari toko-toko optik biasa. Lensa kontak biasa itu kemudian direndam ke dalam ekstrak tumbuhan secang selama 24 jam sehingga kualitasnya bisa memperbaiki panjang gelombang warna bagi penderita buta warna merah dan hijau. Lensa_RG memiliki beberapa keunggulan dibanding kacamata EnChroma.
Harga lensa kontak ini lebih murah, memperbaiki penampilan, dan mudah didapatkan di dalam negeri. Sementara kacamata EnChroma sejauh ini belum tersedia di Indonesia dan merusak penampilan. Tumbuhan secang yang menjadi bahan baku Lensa_RG mudah didapatkan di berbagai daerah di Indonesia.
Mulanya tumbuhan ini hanya bisa dimanfaatkan untuk pengobatan disentri, batuk darah pada TBC, muntah darah, sifilis, malaria, tetanus, pembengkakan (tumor), dan nyeri karena ganggu sirkulasi darah, tapi siapa yang sangka jika ekstraknya dapat digunakan untuk menolong penderita buta warna. Karena itu, kelainan buta warna yang selama ini belum ditemukan alat penolongnya, kini, dari ide dan pemikiran dua siswa SMA Negeri 4 Pontianak, kesulitan itu mulai terpecahkan.
Ke depan, lensa kontak ini bisa dipatenkan yang kemudian dapat diproduksi massal sehingga bisa dimanfaatkan banyak orang, terutama bagi anak-anak yang masih berada di usia belajar.
Nafi muthohirin
Kelainan buta warna kebanyakan menyerang laki-laki karena sifatnya yang genetik terkait pada kromosom X. Bagi si penderita, tentu kelainan ini mengakibatkan penglihatan menjadi tidak nyaman karena memengaruhi kemampuan belajar dan kualitas hidup. Ironisnya, belum ada alat yang mampu menolong para penderitanya lepas dari kelainan ini.
Hanya kacamata EnChroma yang mampu memperbaiki panjang gelombang warna yang masuk bagi penderita buta warna, tapi produk kacamata ini relatif mahal sehingga sulit dijangkau masyarakat luas. Atas pemikiran tersebut, Syarif Muhammad Nur Taufiq, 17, dan Nurul Annisa, 17, menggagas Lens_RG, lensa kontak bagi penderita buta warna parsial merah-hijau. Keduanya adalah siswa dari kelas XII IPA SMA Negeri 4 Pontianak yang melakukan penelitian serius demi menemukan alat yang bisa menolong para penderita buta warna.
Karena upayanya melakukan inovasi dengan menemukan Lens_RG untuk membantu penderita buta warna, karya ilmiah ini dianugerahi predikat juara pertama pada ajang National Young Inventors Award (NYIA) VII yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta (30/10). Syarif mengatakan, produk Lens_ RG merupakan modifikasi lensa kontak dengan proses sensitasi pigmen merah tumbuhan secang. Lensa ini telah melewati uji coba mendalam dengan memperbaiki penglihatan dua siswa IPA penderita buta warna dari 200 siswa SMA Negeri 4 Pontianak.
“Keberhasilan ini dibuktikan dengan kemampuan pembacaan angka-angka pada tes Ishihara dan juga pemberian nilai skor kesan perubahan persepsi warna,” kata Syarif kepada KORAN SINDO kemarin. Kondisi itu menunjukkan bahwa produk Lens_RG memiliki daya kromasi terhadap gradasi warna. Sebab dengan adanya pigmen dalam bintik merah-hijau yang terdapat pada tumbuhan secang menjadi analogi kerja produk En- Crhoma. Ditemukannya lensa kontak ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan kerja penglihatan para penderita buta warna.
“Lens_RG sengaja kami buat sebagai suatu inovasi produk yang diharapkan bisa membantu penderita buta warna supaya dapat melihat seperti mata orang normal,” jelas Syarif. Selama ini banyak orang tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka bagian dari penderita buta warna. Namun ketika diadakan pengujian dengan pembacaan angka-angka pada tesIshihara, orangbaru sadar bahwa dirinya tidak bisa membedakan warna-warna tertentu.
Nurul Annisa menjelaskan, paling tidak sekarang ini ada sekitar 12.000 orang Indonesia yang tergolong penderita buta warna. Sementara itu belum ada upaya, baik dari pemerintah maupun institusi kesehatan, yang mendorong ditemukannya solusi alternatif untuk menolong mereka. Padahal, jika penglihatan mereka normal, aktivitas keseharian mereka di tempat kerja akan semakin produktif.
“Sementara bagi anak-anak yang menderita buta warna, dengan memakai lensa kontak ini diharapkan aktivitas belajar mereka menjadi lebih nyaman,” tutur Nurul. Nurul menambahkan, lensa kontak tidak dibuat sendiri, melainkan dibeli dari toko-toko optik biasa. Lensa kontak biasa itu kemudian direndam ke dalam ekstrak tumbuhan secang selama 24 jam sehingga kualitasnya bisa memperbaiki panjang gelombang warna bagi penderita buta warna merah dan hijau. Lensa_RG memiliki beberapa keunggulan dibanding kacamata EnChroma.
Harga lensa kontak ini lebih murah, memperbaiki penampilan, dan mudah didapatkan di dalam negeri. Sementara kacamata EnChroma sejauh ini belum tersedia di Indonesia dan merusak penampilan. Tumbuhan secang yang menjadi bahan baku Lensa_RG mudah didapatkan di berbagai daerah di Indonesia.
Mulanya tumbuhan ini hanya bisa dimanfaatkan untuk pengobatan disentri, batuk darah pada TBC, muntah darah, sifilis, malaria, tetanus, pembengkakan (tumor), dan nyeri karena ganggu sirkulasi darah, tapi siapa yang sangka jika ekstraknya dapat digunakan untuk menolong penderita buta warna. Karena itu, kelainan buta warna yang selama ini belum ditemukan alat penolongnya, kini, dari ide dan pemikiran dua siswa SMA Negeri 4 Pontianak, kesulitan itu mulai terpecahkan.
Ke depan, lensa kontak ini bisa dipatenkan yang kemudian dapat diproduksi massal sehingga bisa dimanfaatkan banyak orang, terutama bagi anak-anak yang masih berada di usia belajar.
Nafi muthohirin
(ars)