MA Pertanyakan Dasar Hukum DPR Tandingan

Sabtu, 01 November 2014 - 13:26 WIB
MA Pertanyakan Dasar...
MA Pertanyakan Dasar Hukum DPR Tandingan
A A A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengisyaratkan tidak akan melantik pimpinan DPR tandingan bentukan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Hal ini karena dasar hukum pembentukan DPR tandingan tidak jelas.

”Balik lagi ke asas hukum saja, kita ini kan negara hukum, ya kita lihat hukumnya saja. Namun hingga saat ini yang pasti belum ada instruksi apa pun dari pimpinan (MA) mengenai itu,” ungkap Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur di Jakarta kemarin. Meski begitu, untuk saat ini, MA belum bisa mengatakan setuju atau tidak jika diminta untuk melakukan pelantikan.

Namun, misalnya nanti diminta untuk melantik, Ridwan mempertanyakan payung hukum ataupun dasar hukum pembentukan pimpinan DPR tandingan yang dimotori koalisi partai pendukung pemerintah tersebut. Sebab, selama ini belum pernah terjadi dualisme kepemimpinan di DPR dalam waktu yang bersamaan. Dia hanya menegaskan MA akan bertindak sesuai dengan asas peraturan yang berlaku karena Indonesia adalah negara hukum.

Ketika ditanya mengenai apakah sudah ada permintaan dari pihak KIH, Ridwan menyatakan informasi tersebut belum ada hingga saat ini.

Namun, sebagai lembaga yang terbuka, MA akan menerima jika ada permintaan maupun pengajuan pelantikan tersebut. Apalagi terkait dengan permasalahan lembaga tinggi negara. ”Tapi, apakah kemudian surat (permintaan) itu disikapi dengan pertimbangan berikut pendapatnya, saya belum bisa katakan karena belum ada informasinya. Intinya, silakan diperdebatkan di luar sana bagaimana, MA hingga saat ini tidak memiliki (pendapat) apaapa,” ucapnya.

Sebelumnya, politikus PDIP Aria Bima mengatakan akan mengupayakan payung hukum pimpinan DPR tandingan ke MA. MA memiliki wewenang untuk melantik dan mengambil sumpah pimpinan DPR terpilih dalam sidang paripurna sesuai dengan Pasal 85 Undang- Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Dalam Pasal 85 disebutkan pimpinan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/ janji yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dipandu oleh Ketua MA.

KIH Gelar Paripurna Tandingan

DPR tandingan yang diinisiasi fraksi pendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) benar-benar menggelar rapat paripurna guna melantik pimpinan DPR tandingan. Rapat ini versi KIH dihadiri lima fraksi, yakni PDIP, PKB, Partai Hanura, Partai NasDem, dan PPP kubu Romahurmuziy.

Paripurna itu dipimpin ketua sementara dari fraksi PKB, yakni Ida Fauziah, Effendi Simbolon dari Fraksi PDIP, Dossy Iskandar (Fraksi Hanura), Syaifullah Tamliha (Fraksi PPP), dan Supiadin Aries (Fraksi Nasdem). Paripurna KIH ini digelar di ruang rapat Fraksi PDIP lantaran ruang paripurna DPR di Nusantara II masih terkunci. Paripurna ini pun dihujani beragam interupsi yang sifatnya sindiran terhadap kepemimpinan DPR yang dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP).

Misalnya salah satu interupsi yang dilontarkan mengenai mekanisme persidangan paripurna, yaitu saat pimpinan sidang secara formal sesuai dengan tata tertib yang berlaku diminta memanggil lima fraksi politik lain dari kubu KMP. Tepatnya sebelum beralih ke agenda selanjutnya, yakni pengajuan nama calon pimpinan DPR RI periode 2014-2019.

”Kita jangan mengulang kesalahan yang dilakukan pihak sana (KMP), jadi setidaknya kita mengundang atau memanggil datang atau tidaknya yang penting kita menjalankan aturan berlaku,” ujar salah satu anggota DPR dalam interupsinya. ”Kalaupun mereka datang alhamdulillah, kalaupun tidak datang itu yang kita harapkan,” tambah yang lain. Kemudian disambut gelak tawa anggota lain. Ida Fauziah selaku pimpinan sidang paripurna menerima interupsi tersebut.

Kemudian Ida pun memanggil lima fraksi dari KMP sebagaimana permintaan anggota tersebut. Namun, ketika Ida memanggil fraksi dari KMP satu per satu, hal itu ditanggapi dengan sejumlah celetukan dengan nada meledek dari peserta sidang. ”Fraksi Golkar,” panggil pimpinan sidang. ”Walk out ,” celetuk salah satu anggota Dewan yang terdengar dari pengeras suara sembari tertawa dan disambut gelak serupa oleh anggota fraksi lainnya. ”Fraksi Demokrat,” pimpinan melanjutkan panggilannya.

”Di luar,” kata salah satu anggota yang juga disambut gelak tawa dari anggota lain. ”Fraksi PKS,” ujar Ida kembali melanjutkan panggilan. ”Lagi nyiapin salat Jumat,” celetuk salah satu anggota yang disambut tawa. ”Fraksi Gerindra,” lanjut Ida memanggil. Kemudian anggota menjawab, ”Di Hambalang (rumah Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto).” Terakhir, ”Fraksi PAN,” kata Ida yang disambut celetukan lainnya. ”Enggak ada,” tandas peserta sidang mengakhiri celetukan mereka.

Sementara itu, Presiden Jokowi angkat bicara mengenai kisruh pembentukan pimpinan DPR tandingan. Jokowi menolak sikap KIH di parlemen yang membentuk DPR tandingan. ”Iya akan lebih baik kalau kita ini bersatu, akan lebih baik kita ini menjaga persatuan dan kesatuan,” kata Jokowi di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, kemarin.

Dia menyatakan, rakyat Indonesia akan mencontoh wakilnya di parlemen jika mereka menjaga kesatuan dan mengambil keputusan secara musyawarah untuk mufakat. ”Karena ini akan dicontoh oleh rakyat,” tandas Jokowi.

Ketua DPR Setya Novanto mengaku tak akan terpengaruh dengan manuver rapat paripurna yang digelar DPR tandingan. ”Rapat tentang program kerja, kita tak ada masalah tentang pihak-pihak lain karena kita mempunyai dasar undang-undang,” ujar Novanto di Gedung DPR Senayan, Jakarta, kemarin.

Dia menjelaskan, dasar dari pimpinan DPR adalah UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang telah diuji serta tata tertib DPR. Karena itu, segala bentuk kepemimpinan lainnya tidak memiliki dasar konstitusi apa pun. ”Kita mengedepankan demokrasi taat hukum dan asas,” tegasnya. Karena itu, DPR akan tetap bekerja dan pada Senin depan, DPR akan mengadakan rapat pengganti Bamus, membahas tata ruang, serta menentukan sasaran kerja sehingga pada hari Selasa, komisi-komisi dan alat kelengkapan Dewan (AKD) akan bekerja. Tentunya DPR yang sah akan mendukung Presiden Joko Widodo dan program kerakyatannya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, apa yang dilakukan KIH tidak memiliki dasar hukum. Sesuatu yang tidak ada hukumnya berarti melawan hukum. ”Kalau itu melawan hukum, berarti inkonstitusional dan bisa mengarah kepada makar. Itu abal-abal , badut-badutan,” ucapnya kemarin. Dia mengaku akan mengajukan persoalan tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait pelanggaran-pelanggaran tersebut.

Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS Fahri Hamzah mengatakan, DPR segera menjadwalkan rapat kemitraan DPR dengan pemerintahan baru. Dia berharap hal ini akan berjalan dengan solid. Salah satu yang menjadi prioritas adalah mengundang Menko Kemaritiman. Karena, ini adalah menko yang baru dan tak punya kantor serta anggaran. ”Kami akan mengelaborasi tentang ini. Kita juga akan mengundang Ibu Puan Maharani. Apa perbedaan Kesra dengan Pembangunan Manusia dan Budaya. Dengan ini kita sudah meminta sekjen untuk mengirim undangan,” urai Fahri.

Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti tidak mau ambil pusing dengan kisruh yang terjadi di DPR. Dia menegaskan dualisme kepemimpinan di DPR bukan urusannya. ”Bukan urusanku DPR, selama enggak dipanggil,” kata Susi di Kompleks Istana, Jakarta, kemarin. Namun, jika dipanggil untuk rapat dengar pendapat oleh DPR, dia mengaku akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan Presiden Jokowi. ”Yah tanya Pak Presiden, kan atasanku. Semuanya saya konsultasi dengan presiden,” tegasnya.

Bisa Delegitimasi Pemerintahan Jokowi-JK


Pengamat politik Ray Rangkuti menilai, apa yang dilakukan KIH bisa mendelegitimasi partai-partai yang tergabung dalam koalisi tersebut. Pada akhirnya akan mendelegitimasi pemerintahan Jokowi-JK. ”Kenapa KIH tidak berpikir strategis, berpikir panjang. Ini bisa berdampak negatif pada KIH dan Jokowi. Janganlah jadi pemenang dengan mentalitas pecundang,” ungkapnya.

Ada kekecewaan dari KIH merupakan hal yang wajar, tapi harus dilakukan dengan caracara yang konstitusional. Bila ingin melakukan mosi tidak percaya, sebaiknya tidak dilakukan secara berlebihan. ”Mosi tidak percaya yang dilakukan saat ini sungguh teledor, ceroboh, karena tidak dikenal dalam UU kita meski secara politik sahsah saja,” sebutnya.

Menurut dia, yang menggerogoti pemerintahan Jokowi adalah mereka sendiri, partaipartai pengusungnya. Akibat itu, Jokowi akan kesulitan untuk menaikkan pamornya di masyarakat. Ada kesan di masyarakat bahwa KIH tidak menerima kekalahan di parlemen. ”Apa yang dilakukan KIH adalah upaya merongrong Presiden, membuat perhatian Jokowi terpecah karena harus mendamaikan dua kubu yang saling berseteru,” paparnya.

Nurul adriyana/Kiswondari/sucipto/Sindonews/Okezone
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6299 seconds (0.1#10.140)