Jangan Bui Arsyad, Dihukum Kerja Sosial Saja
A
A
A
DEPOK - Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menilai kasus dugaan pelecehan dengan konten pornografi yang dilakukan seorang tukang sate, Muhammad Arsyad (MA) kepada Presiden Joko Widodo tidak tepat jika dikenakan hukuman penjara.
Wanita ini mengaku sepakat dengan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil bahwa MA tidak perlu dipenjara.
Devie justru menyarankan agar MA hanya diberikan hukuman berupa kerja sosial dalam kurun waktu tertentu.
"Mestinya hukuman sosial sudah cukup, jangan seakan-akan harus pidana atau dipenjara. Kesalahan bisa dijerat dengan denda atau kerja sosial," papar Dosen Vokasi UI ini Kamis malam (30/10/2014). Devie mengungkapkan pertimbangan lainnya juga memang kapasitas penjara di Indonesia juga sudah penuh.
Bahkan, kata dia, jika diperhatikan saat perang media sosial saling bully di media sosial lebih parah saat penyelenggaraan pilpres.
"Seharusnya saat pilpres kemarin lebih banyak lagi yang dipenjara. Saat pilpres dimana kebatinan para pendukung muram saling komen negatif dengan adanya riset juga bahwa saling perang di dunia maya,
itu lebih parah lagi dong," timpalnya.
Dalam kasus seperti MA yang menghina atau memuat tulisan via internet terhadap seseorang tidak tepat jika hanya bersifat daya kejut.
Jika tujuannya untuk menimbulkan efek jera, Devie menilai hal itu akan gagal. Sebab para netizen atau masyarakat justru semakin membangkang.
"Hukum kan memang untuk mencapai keadilan. Tetapi kasus - kasus seperti MA lalu Florence jika tujuannya membuat sadat atau efek kejut maka akan gagal," tegas Devie.
Wanita ini mengaku sepakat dengan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil bahwa MA tidak perlu dipenjara.
Devie justru menyarankan agar MA hanya diberikan hukuman berupa kerja sosial dalam kurun waktu tertentu.
"Mestinya hukuman sosial sudah cukup, jangan seakan-akan harus pidana atau dipenjara. Kesalahan bisa dijerat dengan denda atau kerja sosial," papar Dosen Vokasi UI ini Kamis malam (30/10/2014). Devie mengungkapkan pertimbangan lainnya juga memang kapasitas penjara di Indonesia juga sudah penuh.
Bahkan, kata dia, jika diperhatikan saat perang media sosial saling bully di media sosial lebih parah saat penyelenggaraan pilpres.
"Seharusnya saat pilpres kemarin lebih banyak lagi yang dipenjara. Saat pilpres dimana kebatinan para pendukung muram saling komen negatif dengan adanya riset juga bahwa saling perang di dunia maya,
itu lebih parah lagi dong," timpalnya.
Dalam kasus seperti MA yang menghina atau memuat tulisan via internet terhadap seseorang tidak tepat jika hanya bersifat daya kejut.
Jika tujuannya untuk menimbulkan efek jera, Devie menilai hal itu akan gagal. Sebab para netizen atau masyarakat justru semakin membangkang.
"Hukum kan memang untuk mencapai keadilan. Tetapi kasus - kasus seperti MA lalu Florence jika tujuannya membuat sadat atau efek kejut maka akan gagal," tegas Devie.
(sms)