Perancang Indonesia Bertekad Jadikan Zurich Kota Batik
A
A
A
JIKA ada warga Indonesia di Zurich, Swiss, yang paling sibuk dua bulan belakangan ini adalah Sutadji Bram. Begitu juga ketika ditemui KORAN SINDO sepekan silam. Adji, begitu dia biasa disapa, selama wawancara, sering harus minta maaf karena beberapa kali harus menengok ponselnya."Maaf, memang kerjaan sedang menumpuk dan tak bisa ditinggalkan begitu saja," tuturnya.
Kerjaan yang menumpuk itu tak lepas dari rencananya menggelar Indonesia Fashion Batik Festival (IFBF), Jumat (31/10) mendatang. Kegiatan serupa yang sudah dilakukan dalam setahun terakhir, kali ini, katanya, harus lebih baik. "Rancangannya lebih banyak, tempatnya lebih besar, dan tata cahaya lebih bagus," ujarnya.
Elite Look Model cabang Zurich, imbuh Adji Bram, dipercaya menangani urusan lenggak-lenggok di atas catwalk. "Agen ini juga yang menangani koreografi pemilihan Miss Swiss," pamer Adji. Tidak mengherankan jika kalangan sosialita kota termahal di dunia ini akan datang."Salah satunya mantan Miss Swiss, Christa Rigozzi," tuturnya.
Kesibukan Adji tak hanya di Zurich karena mengundang perancang busana dari Tanah Air, juga Thailand. Dia pun harus bolak-balik dari Swiss ke Indonesia. Lelah? "Saya ingin total dan lebih baik dari tahun sebelumnya," ungkapnya.
Seperti namanya, peragaan busana di Zurich ini akan didominasi rancangan dengan kain batik. Dari model gaun malam, koleksi musim panas atau ready to wear."Tidak melulu batik pesisir atau pedalaman, tapi semua batik, asal sesuai penggunaannya," kata laki-laki kelahiran Tulungagung ini. Mengapa harus batik? "Inilah warisan budaya Indonesia yang perlu lebih dikenalkan ke dunia, khususnya Swiss," imbuh Adji.
Adji sempat bekerja di dunia perhotelan, tapi akhirnya banting setir ke dunia mode. Festival Batik ini adalah salah satu impiannya sejak kecil. Zurich, meskipun bukan pusat mode Eropa, tetap merupakan salah satu kota bergengsi. Kota terbesar di Swiss ini sudah langganan menjadi salah satu kota terbaik dunia, sekaligus kota termahal. Jika tidak nomor satu, ya nomor dua untuk ukuran kualitas dan mahalnya.
Impiannya yang lain adalah memiliki butik di Zurich. Baju baju rancangannya selama ini terjual dengan banderol 500-2.000 franch Swiss, setara Rp6 juta-24 jutaan. Penghasilan yang lain didapatkannya dari pembuatan seragam karyawan secara massal."Biasanya seragam kapal pesiar," katanya.
Dalam pengamatan KORAN SINDO, hingga sekarang tak ada kegiatan semewah ini tanpa bantuan pemerintah atau sponsor besar. Adji Bram menyelenggarakan kegiatan ini dengan sebagian besar menggunakan penghasilannya selama ini.
Laporan Koresponden KORAN SINDO
KRISNA DIANTHA
SWISS
Kerjaan yang menumpuk itu tak lepas dari rencananya menggelar Indonesia Fashion Batik Festival (IFBF), Jumat (31/10) mendatang. Kegiatan serupa yang sudah dilakukan dalam setahun terakhir, kali ini, katanya, harus lebih baik. "Rancangannya lebih banyak, tempatnya lebih besar, dan tata cahaya lebih bagus," ujarnya.
Elite Look Model cabang Zurich, imbuh Adji Bram, dipercaya menangani urusan lenggak-lenggok di atas catwalk. "Agen ini juga yang menangani koreografi pemilihan Miss Swiss," pamer Adji. Tidak mengherankan jika kalangan sosialita kota termahal di dunia ini akan datang."Salah satunya mantan Miss Swiss, Christa Rigozzi," tuturnya.
Kesibukan Adji tak hanya di Zurich karena mengundang perancang busana dari Tanah Air, juga Thailand. Dia pun harus bolak-balik dari Swiss ke Indonesia. Lelah? "Saya ingin total dan lebih baik dari tahun sebelumnya," ungkapnya.
Seperti namanya, peragaan busana di Zurich ini akan didominasi rancangan dengan kain batik. Dari model gaun malam, koleksi musim panas atau ready to wear."Tidak melulu batik pesisir atau pedalaman, tapi semua batik, asal sesuai penggunaannya," kata laki-laki kelahiran Tulungagung ini. Mengapa harus batik? "Inilah warisan budaya Indonesia yang perlu lebih dikenalkan ke dunia, khususnya Swiss," imbuh Adji.
Adji sempat bekerja di dunia perhotelan, tapi akhirnya banting setir ke dunia mode. Festival Batik ini adalah salah satu impiannya sejak kecil. Zurich, meskipun bukan pusat mode Eropa, tetap merupakan salah satu kota bergengsi. Kota terbesar di Swiss ini sudah langganan menjadi salah satu kota terbaik dunia, sekaligus kota termahal. Jika tidak nomor satu, ya nomor dua untuk ukuran kualitas dan mahalnya.
Impiannya yang lain adalah memiliki butik di Zurich. Baju baju rancangannya selama ini terjual dengan banderol 500-2.000 franch Swiss, setara Rp6 juta-24 jutaan. Penghasilan yang lain didapatkannya dari pembuatan seragam karyawan secara massal."Biasanya seragam kapal pesiar," katanya.
Dalam pengamatan KORAN SINDO, hingga sekarang tak ada kegiatan semewah ini tanpa bantuan pemerintah atau sponsor besar. Adji Bram menyelenggarakan kegiatan ini dengan sebagian besar menggunakan penghasilannya selama ini.
Laporan Koresponden KORAN SINDO
KRISNA DIANTHA
SWISS
(bbg)