Penemuan Mutakhir, Inkubator Bayi Aman Ala Dosen UI
A
A
A
DEPOK - Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) menjadi tuan rumah acara Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-13 sebagai rangkaian 50 tahun FTUI. Dengan mengambil tema 'Kontribusi untuk Masyarakat' acara tersebut menampilkan penemuan keren oleh peneliti dan dosen UI.
Salah satunya yakni digagas oleh dosen FTUI Prof Raldi A Koestoer. Raldi menampilkan penemuannya berupa alat atau mesin inkubator bayi yang biasa ditemui di RS untuk di rumah sakit.
Bayi yang lahir prematur akan diletakkan dalam alat khusus, yaitu inkubator. Inkubator merupakan alat yang dilengkapi dengan pengatur suhu dan kelembaban udara agar bayi selalu hangat.
Selain berfungsi sebagai penghangat, inkubator juga berfungsi melindungi bayi dari bahaya infeksi. Di tempat ini, tersedia juga alat penyinaran sinar biru bagi bayi prematur yang mengalami peningkatan kadar bilirubin dalam darahnya (bayi kuning/jaundice) sebagai akibat hati bayi yang belum bekerja sempurna.
Raldi menuturkan, untuk menunjukkan pengabdiannya kepada masyarakat maka, ia menggandeng sejumlah lembaga kesehatan bekerja sama untuk menggunakan alat tersebut di 14 kota. Namun dengan syarat, lanjutnya, alat tersebut diperuntukkan bagi kelas menengah bawah dan gratis.
"Jadi kami menggandeng mitra bekerja sama, mereka semacam infaq saja Rp5 juta kepada kami tetapi alat tersebut tak boleh dikenakan biaya, harus gratis. Dan ini belum bisa diterapkan di RS. Sebab harus komersil. Kami berharap di Puskesmas atau RSUD bisa menggratiskan," katanya di Balai Sidang UI, Depok, Rabu 15 Oktober 2014.
Ia mengatakan alat temuannya berbeda dari inkubator pada umumnya. Yakni paling ringan hanya 13 kilogram berbeda dari inkubator pada umumnya mencapai 100 kilogram.
"Sebab yang biasanya pakai metal, buatan saya dari kayu. Konsepnya konveksi alamiah. Dari heater lampu pijar, memanaskan udara di sekitarnya, naik ke atas. Udara baru masuk lalu naik ke atas mengisi inkubator menjadi alamiah naik sendiri. Sehingga sirkulasi udara lancar," jelasnya.
Selain itu, kata Raldi, inkubator biasa pada umumnya memakai fan. Sementara temuannya cenderung senyap dan tak membuat indra pendengaran bayi terganggu.
"Ada batasannya sekian desibel. Tak ganggu pendengaran bayi. Ini semua serba alamiah, tidak pakai watt besar elektronik tinggi," jelasnya.
Alat tersebut kini sudah ada 60 unit dan 50 unit diantaranya tersebar di agen-agen di 14 kota. Tujuannya secara global yakni membantu menekan angka kematian bayi di Indonesia.
Salah satunya yakni digagas oleh dosen FTUI Prof Raldi A Koestoer. Raldi menampilkan penemuannya berupa alat atau mesin inkubator bayi yang biasa ditemui di RS untuk di rumah sakit.
Bayi yang lahir prematur akan diletakkan dalam alat khusus, yaitu inkubator. Inkubator merupakan alat yang dilengkapi dengan pengatur suhu dan kelembaban udara agar bayi selalu hangat.
Selain berfungsi sebagai penghangat, inkubator juga berfungsi melindungi bayi dari bahaya infeksi. Di tempat ini, tersedia juga alat penyinaran sinar biru bagi bayi prematur yang mengalami peningkatan kadar bilirubin dalam darahnya (bayi kuning/jaundice) sebagai akibat hati bayi yang belum bekerja sempurna.
Raldi menuturkan, untuk menunjukkan pengabdiannya kepada masyarakat maka, ia menggandeng sejumlah lembaga kesehatan bekerja sama untuk menggunakan alat tersebut di 14 kota. Namun dengan syarat, lanjutnya, alat tersebut diperuntukkan bagi kelas menengah bawah dan gratis.
"Jadi kami menggandeng mitra bekerja sama, mereka semacam infaq saja Rp5 juta kepada kami tetapi alat tersebut tak boleh dikenakan biaya, harus gratis. Dan ini belum bisa diterapkan di RS. Sebab harus komersil. Kami berharap di Puskesmas atau RSUD bisa menggratiskan," katanya di Balai Sidang UI, Depok, Rabu 15 Oktober 2014.
Ia mengatakan alat temuannya berbeda dari inkubator pada umumnya. Yakni paling ringan hanya 13 kilogram berbeda dari inkubator pada umumnya mencapai 100 kilogram.
"Sebab yang biasanya pakai metal, buatan saya dari kayu. Konsepnya konveksi alamiah. Dari heater lampu pijar, memanaskan udara di sekitarnya, naik ke atas. Udara baru masuk lalu naik ke atas mengisi inkubator menjadi alamiah naik sendiri. Sehingga sirkulasi udara lancar," jelasnya.
Selain itu, kata Raldi, inkubator biasa pada umumnya memakai fan. Sementara temuannya cenderung senyap dan tak membuat indra pendengaran bayi terganggu.
"Ada batasannya sekian desibel. Tak ganggu pendengaran bayi. Ini semua serba alamiah, tidak pakai watt besar elektronik tinggi," jelasnya.
Alat tersebut kini sudah ada 60 unit dan 50 unit diantaranya tersebar di agen-agen di 14 kota. Tujuannya secara global yakni membantu menekan angka kematian bayi di Indonesia.
(kri)