Kegaduhan Politik di Parlemen Tak Pengaruhi Pemerintahan Berikut
A
A
A
JAKARTA - Berdasarkan pasal 4 UUD 1945 , Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Selain itu, presiden juga memegang kekuasaan dalam membentuk UU, di mana setiap UU dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan pesertujuan bersama mengacu Pasal 20 ayat 2 UUD RI.
Maka itu, kegaduhan politik yang terjadi dalam proses pemilihan pemimpin DPR dan MPR tidak perlu dikhawatirkan, karena proses yang wajar dalam sistem pemerintahan demokratis.
"Mengapa? Pertama, dalam konstitusi, terutama pasca amandemen, kekuasaan presiden diperkuat. Dalam sistem presidensial, presiden adalah single chief of executive sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara," ujar pengamat politik dari Universitas Gajah Mada (UGM), Ari Dwipayana, Kamis (9/10/2014).
Dia menjelaskan, sejak tahun 2004, presiden bukan lagi mandataris MPR, tapi presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilu. Artinya, kata dia, presiden mendapatkan mandat elektoral langsung dari rakyat untuk menjalankan pemerintahannya.
Lanjutnya, mandat elektoral 52,3 % dalam pemilu Presiden 2014, presiden terpilih tidak bisa begitu saja dimakzulkan oleh DPR, karena harus memenuhi Pasal 7A dan dan 7B UUD serta usul pemberhentian presiden harus diperiksa, diadili dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dengan demikian, upaya memakzulkan presiden tidak semudah dibayangkan, karena harus melewati proses politik dan hukum yang panjang," jelasnya.
Dia menambahkan, dengan dua alasan itu, maka kekawatiran banyak kalangan termasuk para analisis yang menyebut akan terjadinya gridlock dalam pemerintahan selanjutnya akan berujung pada democracy breakdown diprediksi sulit menemukan kenyataannya.
Apalagi, dalam menghadapi kegaduhan politik ini, ada beberapa titik harapan atau rasa optimisme yang terbentuk melihat gaya kepemimpinan yang ditawarkan presiden terpilih. Di mana dalam berbagai kesempatan, presiden terpilih menyatakan dengan jelas akan menjaga mandat elektoral dari rakyat dengan membentuk kabinet yang profesional.
"Ini jelas ditakuti para oligarki ekonomi-politik yang mengendalikan jaringan mafia. Namun jelas aksi ini pasti didukung rakyat," tukasnya.
Maka itu, kegaduhan politik yang terjadi dalam proses pemilihan pemimpin DPR dan MPR tidak perlu dikhawatirkan, karena proses yang wajar dalam sistem pemerintahan demokratis.
"Mengapa? Pertama, dalam konstitusi, terutama pasca amandemen, kekuasaan presiden diperkuat. Dalam sistem presidensial, presiden adalah single chief of executive sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara," ujar pengamat politik dari Universitas Gajah Mada (UGM), Ari Dwipayana, Kamis (9/10/2014).
Dia menjelaskan, sejak tahun 2004, presiden bukan lagi mandataris MPR, tapi presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilu. Artinya, kata dia, presiden mendapatkan mandat elektoral langsung dari rakyat untuk menjalankan pemerintahannya.
Lanjutnya, mandat elektoral 52,3 % dalam pemilu Presiden 2014, presiden terpilih tidak bisa begitu saja dimakzulkan oleh DPR, karena harus memenuhi Pasal 7A dan dan 7B UUD serta usul pemberhentian presiden harus diperiksa, diadili dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dengan demikian, upaya memakzulkan presiden tidak semudah dibayangkan, karena harus melewati proses politik dan hukum yang panjang," jelasnya.
Dia menambahkan, dengan dua alasan itu, maka kekawatiran banyak kalangan termasuk para analisis yang menyebut akan terjadinya gridlock dalam pemerintahan selanjutnya akan berujung pada democracy breakdown diprediksi sulit menemukan kenyataannya.
Apalagi, dalam menghadapi kegaduhan politik ini, ada beberapa titik harapan atau rasa optimisme yang terbentuk melihat gaya kepemimpinan yang ditawarkan presiden terpilih. Di mana dalam berbagai kesempatan, presiden terpilih menyatakan dengan jelas akan menjaga mandat elektoral dari rakyat dengan membentuk kabinet yang profesional.
"Ini jelas ditakuti para oligarki ekonomi-politik yang mengendalikan jaringan mafia. Namun jelas aksi ini pasti didukung rakyat," tukasnya.
(kur)