PP Aborsi Dinilai Sesuai Fatwa MUI

Selasa, 19 Agustus 2014 - 08:45 WIB
PP Aborsi Dinilai Sesuai Fatwa MUI
PP Aborsi Dinilai Sesuai Fatwa MUI
A A A
JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 mengenai Kesehatan Reproduksi yang di dalamnya mengatur tentang aborsi sudah sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Seperti diketahui, PP itu membolehkan aborsi bagi perempuan korban kasus pemerkosaan.

"PP aborsi sudah sesuai dengan ketentuan fatwa MUI karena aborsi bisa dilakukan dengan beberapa syarat. Ketentuan yang ada di PP itu sudah sejalan dengan Komisi Fatwa MUI," kata Lukman, Senin 18 Agustus 2014.

Dia menyebutkan salah satu butir dalam PP tersebut yang menyatakan tindakan aborsi menjadi legal dalam kondisi tertentu tetap mengacu pada UU Kesehatan.

Pasal 75 ayat 1 menyebutkan setiap orang dilarang melakukan aborsi terkecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal mengatakan, dalam UU Kesehatan, aborsi jelas disebutkan tidak diperbolehkan kecuali ada indikasi kedaruratan medis. Misalnya menjaga keselamatan nyawa ibu dan anaknya.

Namun, saat ini ditambahkan dengan kasus perkosaan. Maka PP menegaskan aborsi dapat dilakukan jika terjadi kedaruratan medis dan perempuan akibat perkosaan dengan mekanisme pembuktian standar yang sangat kerat.

"Nantikan harus dibuktikan dengan prosedur yang ditetapkan. Akan dilihat oleh tim yang minimal berisi dua orang, salah satunya mengamati masa 40 hari menstruasi korban," kata Fasli saat ditemui di Kantor BKKBN, Jakarta.

Menurut dia, pemerintah telah memperhitungkan waktu 40 hari secara seksama. Dalam hal ini usia kandungan belum mencapai tiga atau empat bulan.

Selain itu, lanjut Fasli, pemerintah melihat hak asasi perempuan yang diperkosa harus diberikan. Dengan melihat masa depan anaknya, psikologis ibunya ke depan maka hal ini telah menjadi keputusan.

"Karena kasus pemerkosaan adalah perbuatan kriminal. Ini adalah keputusan pemerintah dengan menjaga norma agama dan kedokteran sejak pembuahan. Karena kasus pemerkosaan adalah tugas aparat keamanan yang nantinya," tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5650 seconds (0.1#10.140)