Cara Kerja KPU di Pilpres 2014 Dipertanyakan
A
A
A
JAKARTA - Saksi ahli Prabowo-Hatta, Dwi Martono Alianto menilai cara kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 tidak terstruktur, sistemik, dan terintegrasi.
Pertama, karena KPU tidak menghadirkan formulir D1 (Desa) dalam pengumuman hasil pilpres lalu di laman resmi Pilpres2014.kpu.go.id/C1.php.
Selanjutnya, tidak diaturnya secara tegas dalam Peraturan KPU (PKPU) 23 Tahun 2013 berkenaan dengan metodologi survei atau jajak pendapat, utamanya survei dalam bentuk exit pool.
"Diikuti dengan aturan yang membuka peluang pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT maupun DPTb untuk menggunakan hak pilihnya pada jam 12.00–13.00 waktu setempat," kata pria yang akrab disapa Anton ini saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (18/8/2014).
Penilaian lain menurut dia adalah karena diabaikannya rekomendasi Bawaslu dan pengajuan permohonan surat penetapan dalam peristiwa pembukaan kotak suara di masa sengketa pemilu. "(Terakhir) Diciderainya kedaulatan rakyat," katanya.
Adapun dampak tidak dijalankannya pola kerja yang terstruktur, sistemik, dan terintegrasi, kata dia, informasi kepada masyarakat menjadi lemah.
"Rekapitulasi yang dilakukan secara berjenjang yang tidak diikuti dengan hadirnya relasi antar jenjang secara utuh menimbulkan sengketa perolehan suara pemilu."
"Dari tanggal 9 Juli sampai dengan 22 Juli 2014 saat hasil rekapitulasi diumumkan, terjadi kesimpangsiuran informasi," ujar pria yang mengaku membidangi perencanaan dan kajian pemilu, sistem dan teknologi informasi pemilu, dan bidang pemungutan dan penghitungan suara tersebut.
Dampak lain, berpeluang dimanfaatkannya DPKTb oleh pengguna hasil exit pool. Pasalnya, hasil prediksi ini membuka celah bagi peserta bekerja sama dengan lembaga survei untuk merancang menaikkan perolehan suara.
"KPU memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan suara pemilih pada saat proses pemungutan suara, yang dilakukan secara serentak pada pukul 07.00-13.00 waktu setempat," ujarnya.
Terakhir dampak yang ditimbulkan adalah kedaulatan rakyat. Dirinya berpendapat masyarakat bergembira dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemilu, namun kesadaran itu tidak dibangun untuk menjaga kedaulatan yang mereka miliki.
"Kedaulatan rakyat tertinggi diwujudkan melalui penjagaan surat suara dan dokumen lainnya," pungkasnya.
Pertama, karena KPU tidak menghadirkan formulir D1 (Desa) dalam pengumuman hasil pilpres lalu di laman resmi Pilpres2014.kpu.go.id/C1.php.
Selanjutnya, tidak diaturnya secara tegas dalam Peraturan KPU (PKPU) 23 Tahun 2013 berkenaan dengan metodologi survei atau jajak pendapat, utamanya survei dalam bentuk exit pool.
"Diikuti dengan aturan yang membuka peluang pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT maupun DPTb untuk menggunakan hak pilihnya pada jam 12.00–13.00 waktu setempat," kata pria yang akrab disapa Anton ini saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (18/8/2014).
Penilaian lain menurut dia adalah karena diabaikannya rekomendasi Bawaslu dan pengajuan permohonan surat penetapan dalam peristiwa pembukaan kotak suara di masa sengketa pemilu. "(Terakhir) Diciderainya kedaulatan rakyat," katanya.
Adapun dampak tidak dijalankannya pola kerja yang terstruktur, sistemik, dan terintegrasi, kata dia, informasi kepada masyarakat menjadi lemah.
"Rekapitulasi yang dilakukan secara berjenjang yang tidak diikuti dengan hadirnya relasi antar jenjang secara utuh menimbulkan sengketa perolehan suara pemilu."
"Dari tanggal 9 Juli sampai dengan 22 Juli 2014 saat hasil rekapitulasi diumumkan, terjadi kesimpangsiuran informasi," ujar pria yang mengaku membidangi perencanaan dan kajian pemilu, sistem dan teknologi informasi pemilu, dan bidang pemungutan dan penghitungan suara tersebut.
Dampak lain, berpeluang dimanfaatkannya DPKTb oleh pengguna hasil exit pool. Pasalnya, hasil prediksi ini membuka celah bagi peserta bekerja sama dengan lembaga survei untuk merancang menaikkan perolehan suara.
"KPU memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan suara pemilih pada saat proses pemungutan suara, yang dilakukan secara serentak pada pukul 07.00-13.00 waktu setempat," ujarnya.
Terakhir dampak yang ditimbulkan adalah kedaulatan rakyat. Dirinya berpendapat masyarakat bergembira dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemilu, namun kesadaran itu tidak dibangun untuk menjaga kedaulatan yang mereka miliki.
"Kedaulatan rakyat tertinggi diwujudkan melalui penjagaan surat suara dan dokumen lainnya," pungkasnya.
(kri)