IDI Minta Pemerintah Revisi PP Soal Aborsi
A
A
A
JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah segera merevisi isi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi yang di dalam pasalnya memerbolehkan perempuan yang hamil akibat pemerkosaan untuk diaborsi.
Hal tersebut dinyatakan bahwa melanggar ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan kode etik kedokteran. Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI Zainal Abidin mengatakan, sebaiknya pemerintah melakukan pengkajian ulang terkait PP tersebut.
Karena dalam UU Kesehatan hal tersebut melanggar KUHP serta bertentangan dengan etika kedokteran. Menurut dia, aborsi tidak akan bertentangan dengan jika dilakukan oleh bukan dokter.
Dalam UU kuno kedokteran, ilmu pitagoraspun mengharamkan untuk aborsi? "Jangan dokter yang dilakukan karena melanggar sumpah juga. Kita tidak mau dipenjara karena menyalahi aturan KUHP," kata Zainal saat ditemui di Kantor IDI, Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Zainal menegaskan, PP tersebut rawan disalah gunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, pemerintah tidak melihat kondisi sosial di masyarakat. Dengan adat istiadat dan etika kesusialaan dan agama pun melarang untuk dilakukan aborsi.
"Agama manapun Islam dan Katohlik yang melarang keras bahwa aborsi itu dilarang. Larangan ini juga membuat pertentangan di Masyarakat," ucapnya.
Ketentuan ini, dapat melonggarkan ikatan moral dan menjerumuskan banyak pihak. Maka pemerintah harus dapat melihat akar masalah di masyarakat, dengan alasan hak ibu maka PP tersebut dapat dijadikan 'alasan-alasan'.
Lanjut Zainal, karenanya di dalam proses pembuahan telah terdapat nyawa manusia. Kecuali kehamilan tersebut dapat membahayakan nyawa ibunya karena penyakit medis, namun hal tersebut jarang terjadi.
"PP itu bisa disalah gunakan korban. Misalnya alesan kehamilanya menggangu aktivitasnya karena itu hak ibu. Jika mau menyelamatkan nyawa bukan dengan aborsi karena rawan digunakan oleh mereka yang hamil di luar nikah," tegasnya.
Hal tersebut dinyatakan bahwa melanggar ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan kode etik kedokteran. Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI Zainal Abidin mengatakan, sebaiknya pemerintah melakukan pengkajian ulang terkait PP tersebut.
Karena dalam UU Kesehatan hal tersebut melanggar KUHP serta bertentangan dengan etika kedokteran. Menurut dia, aborsi tidak akan bertentangan dengan jika dilakukan oleh bukan dokter.
Dalam UU kuno kedokteran, ilmu pitagoraspun mengharamkan untuk aborsi? "Jangan dokter yang dilakukan karena melanggar sumpah juga. Kita tidak mau dipenjara karena menyalahi aturan KUHP," kata Zainal saat ditemui di Kantor IDI, Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Zainal menegaskan, PP tersebut rawan disalah gunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, pemerintah tidak melihat kondisi sosial di masyarakat. Dengan adat istiadat dan etika kesusialaan dan agama pun melarang untuk dilakukan aborsi.
"Agama manapun Islam dan Katohlik yang melarang keras bahwa aborsi itu dilarang. Larangan ini juga membuat pertentangan di Masyarakat," ucapnya.
Ketentuan ini, dapat melonggarkan ikatan moral dan menjerumuskan banyak pihak. Maka pemerintah harus dapat melihat akar masalah di masyarakat, dengan alasan hak ibu maka PP tersebut dapat dijadikan 'alasan-alasan'.
Lanjut Zainal, karenanya di dalam proses pembuahan telah terdapat nyawa manusia. Kecuali kehamilan tersebut dapat membahayakan nyawa ibunya karena penyakit medis, namun hal tersebut jarang terjadi.
"PP itu bisa disalah gunakan korban. Misalnya alesan kehamilanya menggangu aktivitasnya karena itu hak ibu. Jika mau menyelamatkan nyawa bukan dengan aborsi karena rawan digunakan oleh mereka yang hamil di luar nikah," tegasnya.
(maf)