KPK Disarankan Tindak Lanjuti Informasi WikiLeaks
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk menindaklanjuti informasi awal dari WikiLeaks tentang kasus dugaan korupsi pencetakan uang.
"Bagaimana pun proses penyetakan uang negara adalah salah satu ruang gelap yang tidak pernah dijelaskan ke publik. Dalam ruang gelap di mana pengawasan publik sangat kecil, potensi adanya korupsi sangat kuat di sana," ujar Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar kepada Sindonews, Senin (4/8/2014).
Dia mengatakan, masuknya KPK secara tidak langsung akan meminimalisasi upaya pihak-pihak yang berkepentingan untuk mempetieskan petunjuk awal tersebut.
"Karena hanya KPK, lembaga penegak hukum yang independen. Sedangkan dua lembaga penegak hukum lainnya, kepolisian dan kejaksaan, subordinasi rezim penguasa," katanya.
Sekadar diketahui, Kasus ini mencuat setelah situs antikerahasiaan, WikiLeaks, Selasa 29 Juli 2014 mengungkap perintah pengadilan Australia untuk menyensor publikasi terkait kasus dugaan penyuapan oleh anak usaha Bank Sentral Australia, Reserve Bank of Australia (RBA).
Penyuapan diduga bernilai jutaan dolar yang dilakukan para agen anak usaha RBA, Securency and Note Printing Australia, demi mengamankan sejumlah kontrak untuk menyuplai uang kertas polimer pada Pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Berkaitan dengan kasus itu, dalam perintah sensor tersebut ditegaskan agar publikasi apa pun tidak mengungkapkan atau menyiarkan nama-nama beberapa pejabat tinggi Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Ada 17 nama yang dilarang untuk disebut dalam perintah sensor itu,
Informasi dari WikiLeaks itu pun mendapatkan rekasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden menilai informasi yang disiarkan WikiLeaks telah mencemarkan nama baiknya dan mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri.
Dia menilai informasi tersebut bisa menimbulkan berbagai spekulasi. "Juga menimbulkan spekulasi kecurigaan, bisa-bisa fitnah nanti terhadap baik Ibu Mega maupun saya," ujar SBY dalam jumpa pers di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Kamis 31 Juli 2014.
"Bagaimana pun proses penyetakan uang negara adalah salah satu ruang gelap yang tidak pernah dijelaskan ke publik. Dalam ruang gelap di mana pengawasan publik sangat kecil, potensi adanya korupsi sangat kuat di sana," ujar Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar kepada Sindonews, Senin (4/8/2014).
Dia mengatakan, masuknya KPK secara tidak langsung akan meminimalisasi upaya pihak-pihak yang berkepentingan untuk mempetieskan petunjuk awal tersebut.
"Karena hanya KPK, lembaga penegak hukum yang independen. Sedangkan dua lembaga penegak hukum lainnya, kepolisian dan kejaksaan, subordinasi rezim penguasa," katanya.
Sekadar diketahui, Kasus ini mencuat setelah situs antikerahasiaan, WikiLeaks, Selasa 29 Juli 2014 mengungkap perintah pengadilan Australia untuk menyensor publikasi terkait kasus dugaan penyuapan oleh anak usaha Bank Sentral Australia, Reserve Bank of Australia (RBA).
Penyuapan diduga bernilai jutaan dolar yang dilakukan para agen anak usaha RBA, Securency and Note Printing Australia, demi mengamankan sejumlah kontrak untuk menyuplai uang kertas polimer pada Pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Berkaitan dengan kasus itu, dalam perintah sensor tersebut ditegaskan agar publikasi apa pun tidak mengungkapkan atau menyiarkan nama-nama beberapa pejabat tinggi Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Ada 17 nama yang dilarang untuk disebut dalam perintah sensor itu,
Informasi dari WikiLeaks itu pun mendapatkan rekasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden menilai informasi yang disiarkan WikiLeaks telah mencemarkan nama baiknya dan mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri.
Dia menilai informasi tersebut bisa menimbulkan berbagai spekulasi. "Juga menimbulkan spekulasi kecurigaan, bisa-bisa fitnah nanti terhadap baik Ibu Mega maupun saya," ujar SBY dalam jumpa pers di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Kamis 31 Juli 2014.
(dam)