Kemampuan Berkomunikasi Dokter di Indonesia Masih Buruk

Kamis, 22 Mei 2014 - 07:23 WIB
Kemampuan Berkomunikasi...
Kemampuan Berkomunikasi Dokter di Indonesia Masih Buruk
A A A
JAKARTA - Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany menilai cara berkomunikasi dokter di Indonesia masih buruk.

Menurut dia, buruknya kualitas komunikasi dokter berdampak terhadap pelayanan dan minat pasien dalam berobat. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan dokter dalam berkomunikasi.

Untuk mengatasi masalah ini, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sedang mempersiapkan modul guna menjadi bahan uji kompetensi dokter dalam meningkatkan bidang komunikasi kepada pasienya.

Dia menjelaskan, modul tersebut akan dijadikan syarat untuk mendapatkan sertifikat kompetensi dokter dalam izin berpraktik selama 5 tahun. Hal ini akan berlaku bagi semua dokter termasuk dokter asing

"Pada 2015 sistem ini sudah berjalan dan modulnya sudah siap. Di RSCM beberapa dokter spesialis sudah menggunakan modul komunikasi medis spesialis jumlah pasienya meningkat," katanya.

Ke depan diharapkan tidak ada lagi dokter yang bekerja melebihi batas kerjanya. Karena seharusnya dokter bekerja maksimal sampai 8-10 jam, sedangkan saat ini masih banyak dokter bekerja mencapai 15 jam.

"Standarnya memang satu pasien 15 menit berkonsultasi. Satu dokter maksimal melayani 40 pasien setiap harinya," tegasnya.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Isman Firdaus mengatakan, tidak adanya komunikasi antara dokter dan pasien karena dokter tidak memiliki waktu banyak untuk berkonsultasi. Kondisi ini, kata dia, banyak terjadi di rumah sakit milik pemerintah yang memiliki banyak pasien. Oleh karena itu perlu perbaikan manajemen dokter.

Di samping mempersiapkan pendidikan komunikasi bagi calon dokter dan memperbaiki sistem dan regulasi bagi para dokter. "Sistem kedokteran memang belum rapi, jadi ada kode etik yang kita punya harus ditetapkan dan sistem yang ada harus diperbaiki," ujar dia.

Lemahnya komunikasi tenaga medis juga dirasakan oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Nurul Falah Eddy Pariangan. Dia mengatakan, sampai saat ini belum ada kebijakan khusus yang mengatur bahwa apoteker harus tetap di dalam apotik selama jam praktek.

Dalam tugasnya, kata dia, apoteker bertanggung jawab dalam mendampingi dokter dalam menjelaskan kepada pasien terkait dengan obat yang diberikan. "Serusnya memang ada kolaborasi antara dokter dan apoteker dalam menjelaskan resep obat yang diberikan kepada pasien," katanya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1354 seconds (0.1#10.140)