Pilpres 2014 Rentan Ancaman Perpecahan
A
A
A
JAKARTA - Hanya memiliki dua pasangan calon presiden (capres) dan Calon wakil presiden (cawapres) yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dinilai berisiko untuk Pilpres 2014.
Pengamat Politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan risiko yang dihadapi adalah ancaman perpecahan sebagai dampak dari pengelompokkan pendukung capres-cawapres.
"Benturan antara tim pendukung juga akan sangat 'panas' mengingat bahwa kubu yang berhadap-hadapan hanya terdiri dari dua kelompok, yakni Kelompok Pro Jokowi-JK, dan Kelompok Pro Prabowo-Hatta," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Selasa (20/5/2014).
Menurutnya, ancaman perpecahan itu bukan isapan jempol belaka, jika pemilih dimobilisasi untuk membela kandidat masing-masing secara membabi buta. Serangan yang diciptakan bukan lagi terkait isu-isu strategis tentang bagaimana membangun bangsa, lanjutnya, tetapi pernyataan dan klaim-klaim subyektif.
"Contoh paling nyata bisa dibaca melalui tulisan-tulisan dan komentar-komentar media sosial. Demi membela kandidat masing-masing, para pendukung sudah tak segan lagi untuk mengeluarkan kata-kata kasar, caci-maki, saling menghina lawan, dan berbagai upaya pembunuhan karakter lawan," jelasnya.
Ditambahkannya, sebagai negara yang menganut demokrasi, pilpres dengan ancaman seperti yang disebutkan di atas mesti segera diantisipasi. "Partai politik dan tim pemenangan beserta capres-cawapres masing-masing harus mengedepankan kampanye yang simpatik dan cerdas," pungkasnya.
Pengamat Politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan risiko yang dihadapi adalah ancaman perpecahan sebagai dampak dari pengelompokkan pendukung capres-cawapres.
"Benturan antara tim pendukung juga akan sangat 'panas' mengingat bahwa kubu yang berhadap-hadapan hanya terdiri dari dua kelompok, yakni Kelompok Pro Jokowi-JK, dan Kelompok Pro Prabowo-Hatta," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Selasa (20/5/2014).
Menurutnya, ancaman perpecahan itu bukan isapan jempol belaka, jika pemilih dimobilisasi untuk membela kandidat masing-masing secara membabi buta. Serangan yang diciptakan bukan lagi terkait isu-isu strategis tentang bagaimana membangun bangsa, lanjutnya, tetapi pernyataan dan klaim-klaim subyektif.
"Contoh paling nyata bisa dibaca melalui tulisan-tulisan dan komentar-komentar media sosial. Demi membela kandidat masing-masing, para pendukung sudah tak segan lagi untuk mengeluarkan kata-kata kasar, caci-maki, saling menghina lawan, dan berbagai upaya pembunuhan karakter lawan," jelasnya.
Ditambahkannya, sebagai negara yang menganut demokrasi, pilpres dengan ancaman seperti yang disebutkan di atas mesti segera diantisipasi. "Partai politik dan tim pemenangan beserta capres-cawapres masing-masing harus mengedepankan kampanye yang simpatik dan cerdas," pungkasnya.
(kri)