Undangan nyoblos KPU dinilai minim informasi
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tidak tuntas saat menyampaikan undangan kepada para pemilih. Hal itu bisa berakibat fatal bagi pemilih saat pencoblosan nanti.
Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, harusnya KPU mengintruksikan kepada petugas Panitia Pemungutan dari Tingkat Kecaman (PPK) dan kelurahan (PPS) agar memberikan sosialisasi batas waktu pencoblosan. Sehingga, pemilih mengetahui secara detail waktu terakhir pencoblosan.
"Menginformasikan sewaktu mendistribusikan undangan bahwa waktu memilih sampai jam satu, termasuk juga bagi warga negara yang belum terdaftar," kata Titi di Cikini, Jakarta, Senin (7/4/2014).
Menurutnya, lewat model formulir C6 untuk mengundang pemilih, petugas pemilu wajib memberitahukan kepada pemilih dari batas waktu sampai lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dituju.
Titi menyatakan, kendati surat undangan terkesan sepele dan teknis, namun hal itu sangat menentukan hak pilih masyarakat. Dia khawatir, masyarakat yang tidak memiliki formulir C6 takut menggunakan hak pilihnya.
"Walaupun pemilu ada kegiatan yang rutin tidak semua punya pemahaman yang baik seperti kita," ungkapnya.
Selain itu, Titi menambahkan, untuk mengantisipasi surat undangan yang salah kirim atau salah alamat, pihaknya meminta kepada KPU agar berperan aktif mengontrol proses penyebaran C6. Cara tersebut untuk mengurangi tingkat kecurangan yang bisa terjadi saat pemungutan suara, dan berdampak pada pemecatan anggota KPU oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"KPU harus punya mekanisme pengawasan internal yang bisa memastikan petugas-petugas di lapangan itu tidak melakukan manipulasi suara, karena mereka ini kan yang rentan," tambahnya.
Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, harusnya KPU mengintruksikan kepada petugas Panitia Pemungutan dari Tingkat Kecaman (PPK) dan kelurahan (PPS) agar memberikan sosialisasi batas waktu pencoblosan. Sehingga, pemilih mengetahui secara detail waktu terakhir pencoblosan.
"Menginformasikan sewaktu mendistribusikan undangan bahwa waktu memilih sampai jam satu, termasuk juga bagi warga negara yang belum terdaftar," kata Titi di Cikini, Jakarta, Senin (7/4/2014).
Menurutnya, lewat model formulir C6 untuk mengundang pemilih, petugas pemilu wajib memberitahukan kepada pemilih dari batas waktu sampai lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dituju.
Titi menyatakan, kendati surat undangan terkesan sepele dan teknis, namun hal itu sangat menentukan hak pilih masyarakat. Dia khawatir, masyarakat yang tidak memiliki formulir C6 takut menggunakan hak pilihnya.
"Walaupun pemilu ada kegiatan yang rutin tidak semua punya pemahaman yang baik seperti kita," ungkapnya.
Selain itu, Titi menambahkan, untuk mengantisipasi surat undangan yang salah kirim atau salah alamat, pihaknya meminta kepada KPU agar berperan aktif mengontrol proses penyebaran C6. Cara tersebut untuk mengurangi tingkat kecurangan yang bisa terjadi saat pemungutan suara, dan berdampak pada pemecatan anggota KPU oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"KPU harus punya mekanisme pengawasan internal yang bisa memastikan petugas-petugas di lapangan itu tidak melakukan manipulasi suara, karena mereka ini kan yang rentan," tambahnya.
(kri)