Idealis, pemilih pemula pilih golput
A
A
A
Sindonews.com - Hasil survei mengejutkan datang dari Pusat Studi Hukum Konsitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Dari 980 siswa SMA yang disurvei, menunjukkan kecenderungan mereka untuk golput.
Ketua Tim Peneliti Anang Zubaidi mengatakan, penelitian dilakukan untuk mengetahui persepsi pemilih pemula DIY terhadap praktik politik uang. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah dengan menyebar angket atau kuisioner, serta tatap muka dengan tim peneliti.
"Umur responden 47,55 persen berusia 17 tahun, 46,43 persen berusia 18 tahun, 5,00 persen usia 18 tahun, dan di atas 19 tahun hanya 0,41 persen. Sedangkan jenis kelamin responden, 53 persen perempuan, sisanya 47 persen laki-laki," bebernya, Senin (7/4/2014).
Ditambahkan dia, sebanyak 87.55 persen responden mengetahui tentang money politik, 4.80 persen mengaku tidak tahu, 5,82 persen menjawab ragu-ragu, dan 1,84 persen tidak menjawab.
"Mereka mengetahui politik uang lebih banyak dari media, baik televisi, online, koran, dan radio. Selain itu, ada yang mengetahui dari penjelasan guru, serta cerita teman-temannya," sambung Anang.
Sebagian besar responden sepakat, adanya money politik berdampak negatif terhadap kelangsungan demokrasi. Alasannya, mencederai asas pemilu yang jurdil, menyuburkan prilaku bohong, menghasilkan pemimpin yang buruk, merusak moral, nyuburkan korupsi, dan tentunya melanggar hukum.
"88,37 persen responden melihat politik uang berdampak negatif, 5,41 persen tidak meyatakan tidak, dan 6,22 persen menentukan pilihan pada tidak menjawab," jelasnya.
Alasan yang sepakat money politik karena bisa membantu masyarakat yang kurang mampu, sarana sosialisasi sang calon pada rakyat, bagian dari rezeki, dan bukti kepedulian dari calon pemimpin pada masyarakat.
"18,88 persen responden mengaku menerima money politik. Sedangkan 81,12 persen responden mengaku tidak menerima, meski mengetahui ada bentuk money politik, seperti pemberian uang ataupun dalam bentuk barang," jelasnya.
Masih adanya praktik money politik itu, membuat pemilih pemula apatis. Mereka condong tidak menentukan pilihan, karena menilai praktik money politik tidak sejalan dengan asas demokrasi.
"Pemilih pemula itu idealis, sangat mungkin mereka nanti golput. Soal berapa persen, itu tidak dalam kapasitas kami menilai, karena fokus penelitian yang kami lakukan pada praktik money politik," ujarnya.
Saat disinggung rekomendasi dari hasil penelitian? Anang berharap, KPU lebih giat mensosialisasi tentang pemilu meski itu sudah dilakukan. Dia juga mengajak pemilih pemula tetap mengunakan hak pilihnya sesuai hati nurani dalam menentukan calon pemimpin.
Ketua Tim Peneliti Anang Zubaidi mengatakan, penelitian dilakukan untuk mengetahui persepsi pemilih pemula DIY terhadap praktik politik uang. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah dengan menyebar angket atau kuisioner, serta tatap muka dengan tim peneliti.
"Umur responden 47,55 persen berusia 17 tahun, 46,43 persen berusia 18 tahun, 5,00 persen usia 18 tahun, dan di atas 19 tahun hanya 0,41 persen. Sedangkan jenis kelamin responden, 53 persen perempuan, sisanya 47 persen laki-laki," bebernya, Senin (7/4/2014).
Ditambahkan dia, sebanyak 87.55 persen responden mengetahui tentang money politik, 4.80 persen mengaku tidak tahu, 5,82 persen menjawab ragu-ragu, dan 1,84 persen tidak menjawab.
"Mereka mengetahui politik uang lebih banyak dari media, baik televisi, online, koran, dan radio. Selain itu, ada yang mengetahui dari penjelasan guru, serta cerita teman-temannya," sambung Anang.
Sebagian besar responden sepakat, adanya money politik berdampak negatif terhadap kelangsungan demokrasi. Alasannya, mencederai asas pemilu yang jurdil, menyuburkan prilaku bohong, menghasilkan pemimpin yang buruk, merusak moral, nyuburkan korupsi, dan tentunya melanggar hukum.
"88,37 persen responden melihat politik uang berdampak negatif, 5,41 persen tidak meyatakan tidak, dan 6,22 persen menentukan pilihan pada tidak menjawab," jelasnya.
Alasan yang sepakat money politik karena bisa membantu masyarakat yang kurang mampu, sarana sosialisasi sang calon pada rakyat, bagian dari rezeki, dan bukti kepedulian dari calon pemimpin pada masyarakat.
"18,88 persen responden mengaku menerima money politik. Sedangkan 81,12 persen responden mengaku tidak menerima, meski mengetahui ada bentuk money politik, seperti pemberian uang ataupun dalam bentuk barang," jelasnya.
Masih adanya praktik money politik itu, membuat pemilih pemula apatis. Mereka condong tidak menentukan pilihan, karena menilai praktik money politik tidak sejalan dengan asas demokrasi.
"Pemilih pemula itu idealis, sangat mungkin mereka nanti golput. Soal berapa persen, itu tidak dalam kapasitas kami menilai, karena fokus penelitian yang kami lakukan pada praktik money politik," ujarnya.
Saat disinggung rekomendasi dari hasil penelitian? Anang berharap, KPU lebih giat mensosialisasi tentang pemilu meski itu sudah dilakukan. Dia juga mengajak pemilih pemula tetap mengunakan hak pilihnya sesuai hati nurani dalam menentukan calon pemimpin.
(san)