MK beri lembaga survei kebebasan publikasi quick count
A
A
A
Sindonews.com - Kini, semua lembaga survei pemilihan umum terbebas dari ancaman pidana jika menyiarkan hasil surveinya kepada publik.
Pasalnya, hari ini Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan Permohonan Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Legislatif (UU Pileg) yang mengatur tentang pengumuman hasil survei maupun penghitungan cepat atau quick count.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (3/4/2014).
Dalam hal ini, MK menyatakan pelarangan pengumuman hasil survei pada masa tenang diatur dalam Pasal 247 Ayat 2 serta Pasal 247 Ayat 5. Bahwa perkiraan hasil penghitungan cepat pemilu dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat tidak berlaku lagi.
Selain itu, MK menyatakan Pasal 247, Pasal 291 serta Pasal 317 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentang dengan UUD 1945 dan menyatakannya tidak mengikat secara hukum.
MK dalam pertimbangannya menyatakan, perhitungan cepat atau quick count sejauh dilakukan sesuai dengan prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi mempengaruhi pemilih pada masa tenang, maka pengumuman hasil survei tidak dapat dilarang.
Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengatakan, dari sejumah quick count selama ini tidak satu pun yang menimbulkan keresahan atau mengganggu ketertiban masyarakat.
Di samping itu, MK berpendapat hak masyarakat untuk tahu merupakan bagian dari hak asasi manusia yaitu kebebasan untuk mendapatkan informasi dan secara a contario juga kebebasan untuk memberikan atau menyampaikan informasi.
Pada kesempatan itu, MK juga menegaskan objektivitas lembaga yang melakukan survei dan quick count haruslah independen dan tidak dimaksudkan untuk menguntungkan atau memihak salah satu peserta Pemilu.
Sehingga lembaga survei yang mengumumkan hasil survei dan quick count (hitung cepat) harus tetap bertanggung jawab baik secara ilmiah maupun secara hukum.
Seperti diketahui sebelumnya, PT Indikator Politik Indonesia, PT Saiful Mujani, PT Pedoman Riset memohon pengujian Pasal 247 Ayat (2), (5), (6), Pasal 291, dan Pasal 317 Ayat (1) dan (2) UU Pemilu Legislatif yang melarang pengumuman hasil penghitungan cepat (quick count) dalam pemilu saat masa tenang oleh lembaga survei.
Mereka mempersoalkan ketentuan larangan pengumuman hasil penghitungan cepat Pemilu saat masa tenang yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, DPRD (Pemilu Legislatif).
Pasalnya, hari ini Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan Permohonan Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Legislatif (UU Pileg) yang mengatur tentang pengumuman hasil survei maupun penghitungan cepat atau quick count.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (3/4/2014).
Dalam hal ini, MK menyatakan pelarangan pengumuman hasil survei pada masa tenang diatur dalam Pasal 247 Ayat 2 serta Pasal 247 Ayat 5. Bahwa perkiraan hasil penghitungan cepat pemilu dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat tidak berlaku lagi.
Selain itu, MK menyatakan Pasal 247, Pasal 291 serta Pasal 317 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentang dengan UUD 1945 dan menyatakannya tidak mengikat secara hukum.
MK dalam pertimbangannya menyatakan, perhitungan cepat atau quick count sejauh dilakukan sesuai dengan prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi mempengaruhi pemilih pada masa tenang, maka pengumuman hasil survei tidak dapat dilarang.
Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengatakan, dari sejumah quick count selama ini tidak satu pun yang menimbulkan keresahan atau mengganggu ketertiban masyarakat.
Di samping itu, MK berpendapat hak masyarakat untuk tahu merupakan bagian dari hak asasi manusia yaitu kebebasan untuk mendapatkan informasi dan secara a contario juga kebebasan untuk memberikan atau menyampaikan informasi.
Pada kesempatan itu, MK juga menegaskan objektivitas lembaga yang melakukan survei dan quick count haruslah independen dan tidak dimaksudkan untuk menguntungkan atau memihak salah satu peserta Pemilu.
Sehingga lembaga survei yang mengumumkan hasil survei dan quick count (hitung cepat) harus tetap bertanggung jawab baik secara ilmiah maupun secara hukum.
Seperti diketahui sebelumnya, PT Indikator Politik Indonesia, PT Saiful Mujani, PT Pedoman Riset memohon pengujian Pasal 247 Ayat (2), (5), (6), Pasal 291, dan Pasal 317 Ayat (1) dan (2) UU Pemilu Legislatif yang melarang pengumuman hasil penghitungan cepat (quick count) dalam pemilu saat masa tenang oleh lembaga survei.
Mereka mempersoalkan ketentuan larangan pengumuman hasil penghitungan cepat Pemilu saat masa tenang yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, DPRD (Pemilu Legislatif).
(kri)