KPK: Hati-hati pilih pejabat publik
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan anggota DPR yang menerima upeti dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak layak dipilih lagi.
Di sisi lain, lembaga antikorupsi itu terus menelusuri dugaan adanya upeti ke Komisi VII DPR. Wakil Ketua KPK Zulkarnain melihat ada dua aspek yang harus didudukan dalam fakta sidang mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, Selasa (25/2) terkait upeti USD190.000 kepada anggota Komisi VII DPR.
Pertama, dilihat dari sisi etika pejabat publik. Hal ini terkait dengan sejauhmana diatur lembaganya dan dilaksanakan dengan benar. Secara umum, ungkap Zulkarnain, KPK begitu juga publik sangat kecewa menyaksikan rendahnya kesadaran, ketaatan, dan integritas pejabat publik yang terkait dengan penerimaan tersebut.
"Ke depan masyarakat perlu hati-hati memilih pejabat publik," ujar Zulkarnain kepada KORAN SINDO di Jakarta, Jumat 28 Februari 2014.
Kedua, pihaknya berkomitmen membongkar korupsi yang sistemik dan berjamaah itu. KPK terus mengumpulkan alat bukti yang cukup untuk menjerat mereka. "Tindak pidana korupsi yang sistemik, kolusi, nepotisme, berjamaah? Hal ini tentu terkait alat bukti yang cukup dan kuat. Perlu waktu," tegas Zulkarnain.
Dalam persidangan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Selasa (25/2) terungkap fakta adanya upeti USD190.000. Fakta itu diungkap mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi.
Uang USD190.000 yang terbagi dalam dua tahap pemberian, yakni USD140.000 dan USD50.000. Uang ini adalah hasil pemberian dari SKK Migas dan Rudi untuk diberikan kepada Komisi VII dalam rapat kerja dengan ESDM terkait Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P).
Di sisi lain, lembaga antikorupsi itu terus menelusuri dugaan adanya upeti ke Komisi VII DPR. Wakil Ketua KPK Zulkarnain melihat ada dua aspek yang harus didudukan dalam fakta sidang mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, Selasa (25/2) terkait upeti USD190.000 kepada anggota Komisi VII DPR.
Pertama, dilihat dari sisi etika pejabat publik. Hal ini terkait dengan sejauhmana diatur lembaganya dan dilaksanakan dengan benar. Secara umum, ungkap Zulkarnain, KPK begitu juga publik sangat kecewa menyaksikan rendahnya kesadaran, ketaatan, dan integritas pejabat publik yang terkait dengan penerimaan tersebut.
"Ke depan masyarakat perlu hati-hati memilih pejabat publik," ujar Zulkarnain kepada KORAN SINDO di Jakarta, Jumat 28 Februari 2014.
Kedua, pihaknya berkomitmen membongkar korupsi yang sistemik dan berjamaah itu. KPK terus mengumpulkan alat bukti yang cukup untuk menjerat mereka. "Tindak pidana korupsi yang sistemik, kolusi, nepotisme, berjamaah? Hal ini tentu terkait alat bukti yang cukup dan kuat. Perlu waktu," tegas Zulkarnain.
Dalam persidangan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Selasa (25/2) terungkap fakta adanya upeti USD190.000. Fakta itu diungkap mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi.
Uang USD190.000 yang terbagi dalam dua tahap pemberian, yakni USD140.000 dan USD50.000. Uang ini adalah hasil pemberian dari SKK Migas dan Rudi untuk diberikan kepada Komisi VII dalam rapat kerja dengan ESDM terkait Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P).
(dam)