Beberapa potensi konflik di Pemilu 2014
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Sarifuddin Sudding mengungkapkan, sejak awal Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 berpotensi menimbulkan konflik horizontal.
Menurutnya, hal ini bisa terjadi sejak adanya persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Di mana ditemukan sebanyak 10,4 juta pemilih, tanpa Nomor Induk Kependudukan (NIK).
"Kita melihat potensi munculnya gesekan konflik horizontal menjelang dan pascapemilu bisa saja tidak terhindarkan. Ini bisa dijadikan asumsi partai kalah, yang kemudian dipersoalkan dengan tidak ada NIK," kata Sudding dalam diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (28/2/2014).
Kedua, kata Sudding, potensi konflik pascapemilu bisa terjadi setelah banyaknya peraturan yang dikeluarkan penyelenggara pemilu, yang tidak memberikan penjelasan secara tegas.
"Poin ketiga, ketidakpercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK). Bisa saja gugatan dikabulkan atau ditolak menimbulkan asumsi MK memutuskan berdasarkan transaksional, ini karena belum pulih kepercayaan masyarakat (terhadap MK) setelah kasus Akil," terangnya.
Dengan gambaran itu, Sudding menegaskan, potensi konflik pascaPemilu 2014 mulai tercium. "Ini potensi saya katakan tadi, sejak awal satu hal yang krusial jelang pra pemilu. Bisa saja yang kalah nanti baru mempersoalkan. Sementara yang menang diam saja," pungkasnya.
Menurutnya, hal ini bisa terjadi sejak adanya persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Di mana ditemukan sebanyak 10,4 juta pemilih, tanpa Nomor Induk Kependudukan (NIK).
"Kita melihat potensi munculnya gesekan konflik horizontal menjelang dan pascapemilu bisa saja tidak terhindarkan. Ini bisa dijadikan asumsi partai kalah, yang kemudian dipersoalkan dengan tidak ada NIK," kata Sudding dalam diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (28/2/2014).
Kedua, kata Sudding, potensi konflik pascapemilu bisa terjadi setelah banyaknya peraturan yang dikeluarkan penyelenggara pemilu, yang tidak memberikan penjelasan secara tegas.
"Poin ketiga, ketidakpercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK). Bisa saja gugatan dikabulkan atau ditolak menimbulkan asumsi MK memutuskan berdasarkan transaksional, ini karena belum pulih kepercayaan masyarakat (terhadap MK) setelah kasus Akil," terangnya.
Dengan gambaran itu, Sudding menegaskan, potensi konflik pascaPemilu 2014 mulai tercium. "Ini potensi saya katakan tadi, sejak awal satu hal yang krusial jelang pra pemilu. Bisa saja yang kalah nanti baru mempersoalkan. Sementara yang menang diam saja," pungkasnya.
(maf)