Kampanye via internet: Pencitraan atau reputasi
A
A
A
SAAT ini demokrasi elektoral kita menjadi ranah pertarungan terbuka yang sangat kompetitif, keras dan multi isu. Tidak cukup bagi kandidat yang bertarung dalam pemilihan umum baik legislatif, presiden maupun pemilihan kepala daerah hanya mengandalkan varian saluran komunikasi politik yang konvensional.
Dibutuhkan pendekatan media baru dengan segala karakteristiknya yang memungkinkan kandidat berinteraksi secara lebih intensif, meskipun juga harus memahami berbagai sisi lemah media baru yang tidak selalu menguntungkan proses konstruksi citra dirinya di ruang publik.
Kalau kita petakan, ada tiga generasi komunikasi politik:
Generasi pertama: retorika politik, hampir seluruh pesan komunikasi politik diarahkan oleh kemampuan seni berbicara.
Generasi kedua: ditandai dengan dominannya peran media massa yang belakangan kerap disebut sebagai media mainstream
Generasi ketiga: kemajuan teknologi kemudian menghadirkan new media, sebuah media alternatif dengan menguatkan sosial media seperti situs jejaring sosial dan weblog interaktif.
Saat ini sudah banyak para politisi melakukan sosialisasi program dan publikasi melalui new media. Ruang publik baru ini harus diperhitungkan kandidat karena:
Pertama, komunitas virtual akhir-akhir ini menunjukkan identitasnya sebagai komunitas pengontrol sekaligus komunitas penekan yang terdiri dari public attentive (publik berperhatian). Maka tak heran jika kian hari komunitas virtual ini memiliki kekuatan yang cukup signifikan.
Kedua, komunitas virtual tidak terbatasi oleh ruang, jarak dan waktu, ideologi, status sosial ekonomi maupun pendidikan.
Ketiga, memungkinkan kesadaran kelompok bersama. Setiap orang dapat bertukar informasi, berinteraksi, bertukar isu, dan visi retoris yang dapat membentuk kesadaran kelompok. Contohnya: Konflik Cicak vs Buaya.
Pencitraan vs reputasi
Ada empat tipologi pengguna internet: Diseminator, Publisist, Propagandis, Hactivist. Bagaimana cara kita membedakan apa yang mereka publikasikan melalui internet pencitraan atau bukan?
Citra secara definisi merupakan gambaran tentang sesuatu/seseorang. Citra pada umumnya merupakan pandangan pihak luar terhadap seseorang. Dan citra biasanya ahistoris dan cenderung current image.
Lain halnya dengan reputasi. Reputasi merupakan pandangan pihak dalam (inner circle) dan pihak luar terhadap seseorang. Ini biasanya dibentuk dengan waktu, dan memiliki historisitas. Reputasi memiliki wish image, image yang diharapkan orang lain terhadap seseorang yang memiliki image tersebut, karena sudah mengetahui background dan track record-nya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pencitraan, hanya saja beberapa waktu belakangan ini pencitraan berubah makna dan memiliki konotasi negatif akibat kekecewaan dan pelanggaran harapan yang terjadi antara masyarakat dengan pemimpinnya.
Perbedaan mendasar antara citra dan reputasi adalah, kalau reputasi merupakan image yang tidak dibuat-buat dan mendadak di media massa. Sedangkan citra lebih seringnya mendadak, mendadak baik, mendadak humble, atau mendadak egaliter.
Dibutuhkan pendekatan media baru dengan segala karakteristiknya yang memungkinkan kandidat berinteraksi secara lebih intensif, meskipun juga harus memahami berbagai sisi lemah media baru yang tidak selalu menguntungkan proses konstruksi citra dirinya di ruang publik.
Kalau kita petakan, ada tiga generasi komunikasi politik:
Generasi pertama: retorika politik, hampir seluruh pesan komunikasi politik diarahkan oleh kemampuan seni berbicara.
Generasi kedua: ditandai dengan dominannya peran media massa yang belakangan kerap disebut sebagai media mainstream
Generasi ketiga: kemajuan teknologi kemudian menghadirkan new media, sebuah media alternatif dengan menguatkan sosial media seperti situs jejaring sosial dan weblog interaktif.
Saat ini sudah banyak para politisi melakukan sosialisasi program dan publikasi melalui new media. Ruang publik baru ini harus diperhitungkan kandidat karena:
Pertama, komunitas virtual akhir-akhir ini menunjukkan identitasnya sebagai komunitas pengontrol sekaligus komunitas penekan yang terdiri dari public attentive (publik berperhatian). Maka tak heran jika kian hari komunitas virtual ini memiliki kekuatan yang cukup signifikan.
Kedua, komunitas virtual tidak terbatasi oleh ruang, jarak dan waktu, ideologi, status sosial ekonomi maupun pendidikan.
Ketiga, memungkinkan kesadaran kelompok bersama. Setiap orang dapat bertukar informasi, berinteraksi, bertukar isu, dan visi retoris yang dapat membentuk kesadaran kelompok. Contohnya: Konflik Cicak vs Buaya.
Pencitraan vs reputasi
Ada empat tipologi pengguna internet: Diseminator, Publisist, Propagandis, Hactivist. Bagaimana cara kita membedakan apa yang mereka publikasikan melalui internet pencitraan atau bukan?
Citra secara definisi merupakan gambaran tentang sesuatu/seseorang. Citra pada umumnya merupakan pandangan pihak luar terhadap seseorang. Dan citra biasanya ahistoris dan cenderung current image.
Lain halnya dengan reputasi. Reputasi merupakan pandangan pihak dalam (inner circle) dan pihak luar terhadap seseorang. Ini biasanya dibentuk dengan waktu, dan memiliki historisitas. Reputasi memiliki wish image, image yang diharapkan orang lain terhadap seseorang yang memiliki image tersebut, karena sudah mengetahui background dan track record-nya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pencitraan, hanya saja beberapa waktu belakangan ini pencitraan berubah makna dan memiliki konotasi negatif akibat kekecewaan dan pelanggaran harapan yang terjadi antara masyarakat dengan pemimpinnya.
Perbedaan mendasar antara citra dan reputasi adalah, kalau reputasi merupakan image yang tidak dibuat-buat dan mendadak di media massa. Sedangkan citra lebih seringnya mendadak, mendadak baik, mendadak humble, atau mendadak egaliter.
(hyk)