Somasi lawan politik, SBY dinilai paranoid
A
A
A
Sindonews.com - Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjuk kuasa hukum pribadi dan keluarga dinilai sebagai bentuk ketakutan jelang lengser dari kekuasaan. Langkahnya mensomasi sejumlah politikus justru dipersepsikan sebagai sikap reaktif dan antikritik.
"Yah betul, perasaan paranoid tersebut harus dilihat kenapa? Atau yang kedua, dirinya dan keluarganya serta lingkaran terdekatnya mempraktikkan tindakan yang tidak baik, penyalahgunaan kewenangan, korupsi dan sebagainya," ujar Pengamat Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi saat dihubungi Sindonews, Selasa (28/1/2014).
Menurutnya, ketakutan itu muncul bisa jadi dikarenakan saat memenangkan kepresidenannya melakukan pemenangan segala cara tanpa memperhatikan esensi dari nilai demokratis.
"Secara harfiah tentu saja bila tidak melakukan tindak atau kebijakan yang tidak benar, maka SBY harus punya keyakinan dia menyudahi periode kepresidenannya dengan mendarat mulus."
"Jadi anggapan publik bisa jadi benar manakala SBY terlihat sangat tertekan dengan sejumlah kritik dan serangan publik atas kebijakan politik yang dibuatnya," pungkasnya.
Seperti diketahui, Presiden SBY telah menunjuk Palmer Situmorang sebagai pengacara pribadi dan keluarga. Palmer didampingi dua orang pengacara lainnya, yakni Hafzan Taher dan Bahtiar Sitanggang.
Dalam perjalanannya, Presiden SBY melalui pengacara keluarga sudah melayangkan somasi kepada beberapa pihak. Mereka yang disomasi antara lain aktivis ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Sri Mulyono, mantan Menteri era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli, dan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah.
Palmer Situmorang selaku kuasa hukum keluarga SBY mengungkapkan somasi kepada Rizal Ramli yang kedua akan diajukan jika tidak ada niat baik dari pihak yang bersangkutan untuk menyelesaikannya.
"Kami sudah melayangkan somasi kepada saudara Rizal Ramli yang menuding gratifikasi jabatan wapres di salah satu stasiun televisi nasional," kata Palmer di Resto Merah Delima, Jalan Adityawarman, Jakarta Selatan, Kamis 23 Januari 2014 lalu.
Baca berita:
Demokrat gerah somasi SBY jadi polemik
Istana: Honor pengacara keluarga SBY bukan dari APBN
"Yah betul, perasaan paranoid tersebut harus dilihat kenapa? Atau yang kedua, dirinya dan keluarganya serta lingkaran terdekatnya mempraktikkan tindakan yang tidak baik, penyalahgunaan kewenangan, korupsi dan sebagainya," ujar Pengamat Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi saat dihubungi Sindonews, Selasa (28/1/2014).
Menurutnya, ketakutan itu muncul bisa jadi dikarenakan saat memenangkan kepresidenannya melakukan pemenangan segala cara tanpa memperhatikan esensi dari nilai demokratis.
"Secara harfiah tentu saja bila tidak melakukan tindak atau kebijakan yang tidak benar, maka SBY harus punya keyakinan dia menyudahi periode kepresidenannya dengan mendarat mulus."
"Jadi anggapan publik bisa jadi benar manakala SBY terlihat sangat tertekan dengan sejumlah kritik dan serangan publik atas kebijakan politik yang dibuatnya," pungkasnya.
Seperti diketahui, Presiden SBY telah menunjuk Palmer Situmorang sebagai pengacara pribadi dan keluarga. Palmer didampingi dua orang pengacara lainnya, yakni Hafzan Taher dan Bahtiar Sitanggang.
Dalam perjalanannya, Presiden SBY melalui pengacara keluarga sudah melayangkan somasi kepada beberapa pihak. Mereka yang disomasi antara lain aktivis ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Sri Mulyono, mantan Menteri era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli, dan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah.
Palmer Situmorang selaku kuasa hukum keluarga SBY mengungkapkan somasi kepada Rizal Ramli yang kedua akan diajukan jika tidak ada niat baik dari pihak yang bersangkutan untuk menyelesaikannya.
"Kami sudah melayangkan somasi kepada saudara Rizal Ramli yang menuding gratifikasi jabatan wapres di salah satu stasiun televisi nasional," kata Palmer di Resto Merah Delima, Jalan Adityawarman, Jakarta Selatan, Kamis 23 Januari 2014 lalu.
Baca berita:
Demokrat gerah somasi SBY jadi polemik
Istana: Honor pengacara keluarga SBY bukan dari APBN
(kri)