Pengawasan anggaran pendidikan butuh lembaga ad hoc
A
A
A
Sindonews.com - Korupsi di dunia pendidikan dianggap semakin merajalela. Pemerintah pun didesak untuk membentuk lembaga ad hoc yang mengawasi pemakaian anggaran fungsi pendidikan.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo berpendapat, pemerintah perlu membentuk lembaga ad hoc yang efektif dan independen. Lembaga itu seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keberadaan lembaga ini akan menjadi brain trust dan pengawas penyelenggaraan pendidikan nasional.
“Anggaran pendidikan ini semakin lama semakin meningkat. Jika tidak diawasi maka korupsi akan terus menggurita,” katanya kepada SINDO, Rabu 22 Januari 2014.
Sulistiyo menambahkan, adanya lembaga ini menjadi bentuk ketegasan dari pemerintah dalam hal pemakaian anggaran. Dampak terbesarnya adalah perubahan struktural yang besar dalam dunia pendidikan di tahun mendatang.
Perubahan itu juga hendaknya membawa perbaikan sistemik dan berkelanjutan bagi pendidikan nasional. Perbaikan dunia pendidikan akan berdampak luas bagi berbagai segi kehidupan bangsa.
“Itulah harapan yang harus kita bangun di tengah kehampaan dan ketakpercayaan sekarang ini,” tambahnya.
Diketahui, anggaran fungsi pendidikan memang meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2007 anggaran fungsi pendidikan mencapai Rp90,10 triliun lalu pada 2008 naik Rp69,4 triliun. Sedangkan pada 2009 Rp224,4 triliun dan naik lagi menjadi Rp214 triliun pada 2010.
Selanjutnya pada 2011 menjadi Rp266,9 triliun dan pada 2012 sebanyak Rp286,6 triliun. Sementara pada 2013 Rp345,3 triliun dan 2014 menjadi Rp368,899 triliun.
Sulistiyo menjelaskan, bangsa ini juga memerlukan menteri pendidikan yang bukan saja memiliki kapabilitas dan integritas. Tetapi juga merupakan pribadi yang otentik dengan menganut ideologi pendidikan progresif.
“Bukan orang yang sibuk memoles citra diri sambil mencari keuntungan pribadi,” ungkap Sulistiyo.
Meskipun menteri pendidikan sangat berpengaruh bagi perkembangan pendidikan kita mendatang. Namun yang lebih penting dipersiapkan adalah rancang bangun pendidikan lima tahun mendatang dengan titik-titik dan tahapan strategisnya.
Dia mengungkapkan, dua periode pemerintahan terakhir di republik ini tidak tampak adanya grand design pendidikan nasional yang utuh. Program-program yang dijalankan seringkali bersifat trial and error, reaktif, dan proyekisme.
Sebelumnya diberitakan, Ombudsman RI menyatakan dinas pendidikan paling rawan melakukan tindak pidana korupsi. Pungutan liar terjadi karena pelayanan publik tidak terstandarisasi oleh UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Dari 22 dinas pendidikan yang diteliti terungkap 92,3 persen dinas pendidikan tidak patuh terhadap UU Pelayanan Publik.
Baca berita:
Temuan Ombudsman, dinas pendidikan paling rawan pungli
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo berpendapat, pemerintah perlu membentuk lembaga ad hoc yang efektif dan independen. Lembaga itu seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keberadaan lembaga ini akan menjadi brain trust dan pengawas penyelenggaraan pendidikan nasional.
“Anggaran pendidikan ini semakin lama semakin meningkat. Jika tidak diawasi maka korupsi akan terus menggurita,” katanya kepada SINDO, Rabu 22 Januari 2014.
Sulistiyo menambahkan, adanya lembaga ini menjadi bentuk ketegasan dari pemerintah dalam hal pemakaian anggaran. Dampak terbesarnya adalah perubahan struktural yang besar dalam dunia pendidikan di tahun mendatang.
Perubahan itu juga hendaknya membawa perbaikan sistemik dan berkelanjutan bagi pendidikan nasional. Perbaikan dunia pendidikan akan berdampak luas bagi berbagai segi kehidupan bangsa.
“Itulah harapan yang harus kita bangun di tengah kehampaan dan ketakpercayaan sekarang ini,” tambahnya.
Diketahui, anggaran fungsi pendidikan memang meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2007 anggaran fungsi pendidikan mencapai Rp90,10 triliun lalu pada 2008 naik Rp69,4 triliun. Sedangkan pada 2009 Rp224,4 triliun dan naik lagi menjadi Rp214 triliun pada 2010.
Selanjutnya pada 2011 menjadi Rp266,9 triliun dan pada 2012 sebanyak Rp286,6 triliun. Sementara pada 2013 Rp345,3 triliun dan 2014 menjadi Rp368,899 triliun.
Sulistiyo menjelaskan, bangsa ini juga memerlukan menteri pendidikan yang bukan saja memiliki kapabilitas dan integritas. Tetapi juga merupakan pribadi yang otentik dengan menganut ideologi pendidikan progresif.
“Bukan orang yang sibuk memoles citra diri sambil mencari keuntungan pribadi,” ungkap Sulistiyo.
Meskipun menteri pendidikan sangat berpengaruh bagi perkembangan pendidikan kita mendatang. Namun yang lebih penting dipersiapkan adalah rancang bangun pendidikan lima tahun mendatang dengan titik-titik dan tahapan strategisnya.
Dia mengungkapkan, dua periode pemerintahan terakhir di republik ini tidak tampak adanya grand design pendidikan nasional yang utuh. Program-program yang dijalankan seringkali bersifat trial and error, reaktif, dan proyekisme.
Sebelumnya diberitakan, Ombudsman RI menyatakan dinas pendidikan paling rawan melakukan tindak pidana korupsi. Pungutan liar terjadi karena pelayanan publik tidak terstandarisasi oleh UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Dari 22 dinas pendidikan yang diteliti terungkap 92,3 persen dinas pendidikan tidak patuh terhadap UU Pelayanan Publik.
Baca berita:
Temuan Ombudsman, dinas pendidikan paling rawan pungli
(kri)