Migrant Care: Kebijakan baru Malaysia rugikan TKI
A
A
A
Sindonews.com - Migrant Care mengaku sedang mengidentifikasi kebijakan yang mewajibkan semua pekerja asing memakai kartu tanda pengenal. Pihaknya berpendapat, kartu tersebut sebetulnya tidak diperlukan.
Analisis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo beralasan, sebab sudah ada paspor, visa dan bahkan kartu tanda kerja luar negeri (KTKLN) yang sudah memuat data lebih lengkap mengenai TKI.
“Makin banyak kartu maka makin rumit kehidupan TKI di sana. Ini keputusan yang sangat merugikan TKI,” ungkapnya ketika dihubungi SINDO, Jumat 10 Januari 2014.
Wahyu menambahkan, dengan adanya kartu biometric ini makin menandakan sikap pemerintah Malaysia yang anti terhadap pekerja asing. Arogansi pemerintah Malaysia ini, ujarnya, bertolak belakang dengan kontribusi pekerja asing yang memajukan perekonomian negara jiran itu.
Dia mendesak pemerintah Indonesia menolak keberadaan kartu tersebut. Pasalnya, inisiatif pemerintah Malaysia itu tidak tercantum dalam memorandum of understanding (MoU) dengan pemerintah Indonesia mengenai penempatan kembali TKI ke Malaysia.
Semestinya Malaysia terlebih dulu menjamin TKI dapat memegang paspor, pemberlakuan hari libur dan upah yang tercantum dalam nota kesepahaman itu. “Indonesia harus kembali bernego dengan mereka. Karena kartu ini berimplikasi berat kepada TKI,” tuturnya.
Berdasarkan data, saat ini ada 2.116.998 pekerja asing yang memegang Pas Kunjungan Kerja Sementara (PLKS) yang masih berlaku dan aktif pada 30 Juni tahun ini. Jumlah itu mewakili pekerja asing yang dipekerjakan secara sah dan dikeluarkan PLKS oleh Imigrasi Malaysia, termasuk jumlah pendatang asing tanpa izin yang diputihkan dan dirilis di bawah program 6P.
Para pekerja asing di Malaysia itu tersebar di sektor manufaktur 733.200 orang, konstruksi 425.532 orang, perkebunan 347.149 orang, layanan 251.373 orang, pembantu rumah 180.370 orang, dan pertanian 179.374 orang.
Indonesia masih menempati posisi tertinggi sebagai pengirim tenaga kerja, yakni mencapai 935.058 orang, Nepal 359.023 orang, Bangladesh 319.822 orang, Myanmar 174.477 orang, dan India 117.697 orang.
Baca berita:
Soal TKI, SBY sanjung kebijakan Malaysia
Analisis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo beralasan, sebab sudah ada paspor, visa dan bahkan kartu tanda kerja luar negeri (KTKLN) yang sudah memuat data lebih lengkap mengenai TKI.
“Makin banyak kartu maka makin rumit kehidupan TKI di sana. Ini keputusan yang sangat merugikan TKI,” ungkapnya ketika dihubungi SINDO, Jumat 10 Januari 2014.
Wahyu menambahkan, dengan adanya kartu biometric ini makin menandakan sikap pemerintah Malaysia yang anti terhadap pekerja asing. Arogansi pemerintah Malaysia ini, ujarnya, bertolak belakang dengan kontribusi pekerja asing yang memajukan perekonomian negara jiran itu.
Dia mendesak pemerintah Indonesia menolak keberadaan kartu tersebut. Pasalnya, inisiatif pemerintah Malaysia itu tidak tercantum dalam memorandum of understanding (MoU) dengan pemerintah Indonesia mengenai penempatan kembali TKI ke Malaysia.
Semestinya Malaysia terlebih dulu menjamin TKI dapat memegang paspor, pemberlakuan hari libur dan upah yang tercantum dalam nota kesepahaman itu. “Indonesia harus kembali bernego dengan mereka. Karena kartu ini berimplikasi berat kepada TKI,” tuturnya.
Berdasarkan data, saat ini ada 2.116.998 pekerja asing yang memegang Pas Kunjungan Kerja Sementara (PLKS) yang masih berlaku dan aktif pada 30 Juni tahun ini. Jumlah itu mewakili pekerja asing yang dipekerjakan secara sah dan dikeluarkan PLKS oleh Imigrasi Malaysia, termasuk jumlah pendatang asing tanpa izin yang diputihkan dan dirilis di bawah program 6P.
Para pekerja asing di Malaysia itu tersebar di sektor manufaktur 733.200 orang, konstruksi 425.532 orang, perkebunan 347.149 orang, layanan 251.373 orang, pembantu rumah 180.370 orang, dan pertanian 179.374 orang.
Indonesia masih menempati posisi tertinggi sebagai pengirim tenaga kerja, yakni mencapai 935.058 orang, Nepal 359.023 orang, Bangladesh 319.822 orang, Myanmar 174.477 orang, dan India 117.697 orang.
Baca berita:
Soal TKI, SBY sanjung kebijakan Malaysia
(kri)