PDIP hormati putusan MK soal hakim agung
A
A
A
Sindonews.com - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menyebutkan DPR tidak lagi memilih hakim agung.
"Saya kira menghormati putusan itu," kata anggota Komisi III DPR dari F-PDIP, Trimedya Panjaitan, disela-sela acara ulang tahun PDIP ke-41, di DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2014).
Menurutnya, apapun putusan MK harus dihormati. Seperti diketahui, MK telah menggelar sidang pembacaan putusan permohonan uji materi empat pasal yang tertuang dalam Undang-undang (UU) tentang Mahkamah Agung (MA) dan UU tentang Komisi Yudisial (KY).
Dalam hal ini, MK mengabulkan seluruh permohonan uji materi keempat pasal yang mengatur mekanisme pengangkatan calon hakim agung tersebut. Alhasil, DPR tak berhak lagi untuk memilih hakim agung.
DPR hanya berhak memberikan persetujuan calon hakim agung yang diajukan oleh KY. "Menyatakan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis 9 Januari 2014.
Di samping itu, ketentuan pada setiap satu lowongan hakim agung, KY mengajukan tiga nama calon hakim agung ke DPR tidak berlaku lagi. Selanjutnya, kepada DPR, KY hanya mengirimkan satu calo hakim agung untuk setiap satu lowongan hakim agung, untuk disetujui oleh DPR.
Karena itu, mekanisme pengangkatan calon hakim agung di DPR, seperti halnya mekanisme pengangkatan Panglima TNI dan Kapolri. MK berpendapat, frasa “tiga nama calon” yang termuat dalam pasal 8 Ayat (3) UU MA dan pasal 18 Ayat (4) UU KY harus dimaknai “satu nama calon”.
Sehingga calon hakim agung yang diajukan oleh KY kepada DPR hanya satu calon hakim agung, untuk setiap satu lowongan hakim agung, untuk disetujui oleh DPR.
MK putuskan DPR tak berhak pilih hakim agung
"Saya kira menghormati putusan itu," kata anggota Komisi III DPR dari F-PDIP, Trimedya Panjaitan, disela-sela acara ulang tahun PDIP ke-41, di DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2014).
Menurutnya, apapun putusan MK harus dihormati. Seperti diketahui, MK telah menggelar sidang pembacaan putusan permohonan uji materi empat pasal yang tertuang dalam Undang-undang (UU) tentang Mahkamah Agung (MA) dan UU tentang Komisi Yudisial (KY).
Dalam hal ini, MK mengabulkan seluruh permohonan uji materi keempat pasal yang mengatur mekanisme pengangkatan calon hakim agung tersebut. Alhasil, DPR tak berhak lagi untuk memilih hakim agung.
DPR hanya berhak memberikan persetujuan calon hakim agung yang diajukan oleh KY. "Menyatakan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis 9 Januari 2014.
Di samping itu, ketentuan pada setiap satu lowongan hakim agung, KY mengajukan tiga nama calon hakim agung ke DPR tidak berlaku lagi. Selanjutnya, kepada DPR, KY hanya mengirimkan satu calo hakim agung untuk setiap satu lowongan hakim agung, untuk disetujui oleh DPR.
Karena itu, mekanisme pengangkatan calon hakim agung di DPR, seperti halnya mekanisme pengangkatan Panglima TNI dan Kapolri. MK berpendapat, frasa “tiga nama calon” yang termuat dalam pasal 8 Ayat (3) UU MA dan pasal 18 Ayat (4) UU KY harus dimaknai “satu nama calon”.
Sehingga calon hakim agung yang diajukan oleh KY kepada DPR hanya satu calon hakim agung, untuk setiap satu lowongan hakim agung, untuk disetujui oleh DPR.
MK putuskan DPR tak berhak pilih hakim agung
(maf)