Lamban tangani Supersemar, Kejagung surati PN Jaksel
A
A
A
Sindonews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa minggu depan pihaknya akan segera mengirim surat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), guna mempercepat proses sidang Peninjauan Kembali (PK) Yayasan Supersemar yang telah diajukan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).
Menurut Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) ST Burhanuddin, pihak PN JakSel terlalu lama untuk memproses sidang PK. "Kami akan menyurati (PN JakSel), karena kami tidak bisa menunggu lama-lama," kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (3/1/2014).
Burhanuddin menambahkan bahwa selama ini PN JakSel selalu berdalih masih menunggu kontra memori dari Yayasan Supersemar milik Presiden ke-2 Indonesia Soeharto.
"Katanya masih menunggu kontra memori dari Yayasan Supersemar. Kalau begini kapan mulai sidangnya," tegas Burhanuddin.
Untuk diketahui, pihak Kejagung telah mengajukan PK atas putusan kasasi Yayasan Supersemar pada 9 September 2013 lalu. PK diajukan karena adanya kesalahan ketik dalam putusan kasasi dimana seharusnya panitera Mahkamah Agung (MA) mencantumkan Rp139 miliar sebagaimana tuntutan penuntut umum namun yang ditulis Rp139 juta.
Sebelumnya, Pada tahun 2010, MA telah memutuskan bahwa Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membayar denda senilai Rp3,17 triliun.
Kendati demikian, Kejagung baru menerima salinan putusannya tahun 2013. Itu juga tidak bisa langsung dieksekusi karena adanya kesalahan ketik.
Lalu, MA mengabulkan gugatan Kejagung dengan menyatakan Yayasan Supersemar harus membayar sebesar 75 persen dari Rp185 miliar, yakni sebesar Rp139 miliar.
Majelis kasasi yang diketuai Harifin Andi Tumpa juga mewajibkan Yayasan Supersemar membayar sebesar 75 persen dari USD420 juta, yakni USD315 juta. Dengan demikian nilai total yang harus dibayar Yayasan Supersemar sesuai putusan MA adalah USD 315 juta dan Rp139 miliar atau mencapai Rp3,17 triliun.
Kejagung masih tunda eksekusi Yayasan Supersemar
Menurut Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) ST Burhanuddin, pihak PN JakSel terlalu lama untuk memproses sidang PK. "Kami akan menyurati (PN JakSel), karena kami tidak bisa menunggu lama-lama," kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (3/1/2014).
Burhanuddin menambahkan bahwa selama ini PN JakSel selalu berdalih masih menunggu kontra memori dari Yayasan Supersemar milik Presiden ke-2 Indonesia Soeharto.
"Katanya masih menunggu kontra memori dari Yayasan Supersemar. Kalau begini kapan mulai sidangnya," tegas Burhanuddin.
Untuk diketahui, pihak Kejagung telah mengajukan PK atas putusan kasasi Yayasan Supersemar pada 9 September 2013 lalu. PK diajukan karena adanya kesalahan ketik dalam putusan kasasi dimana seharusnya panitera Mahkamah Agung (MA) mencantumkan Rp139 miliar sebagaimana tuntutan penuntut umum namun yang ditulis Rp139 juta.
Sebelumnya, Pada tahun 2010, MA telah memutuskan bahwa Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membayar denda senilai Rp3,17 triliun.
Kendati demikian, Kejagung baru menerima salinan putusannya tahun 2013. Itu juga tidak bisa langsung dieksekusi karena adanya kesalahan ketik.
Lalu, MA mengabulkan gugatan Kejagung dengan menyatakan Yayasan Supersemar harus membayar sebesar 75 persen dari Rp185 miliar, yakni sebesar Rp139 miliar.
Majelis kasasi yang diketuai Harifin Andi Tumpa juga mewajibkan Yayasan Supersemar membayar sebesar 75 persen dari USD420 juta, yakni USD315 juta. Dengan demikian nilai total yang harus dibayar Yayasan Supersemar sesuai putusan MA adalah USD 315 juta dan Rp139 miliar atau mencapai Rp3,17 triliun.
Kejagung masih tunda eksekusi Yayasan Supersemar
(lal)