Pendidikan karakter, solusi kikis masalah bangsa
A
A
A
Sindonews.com - Pendidikan karakter merupakan aspek penting untuk menginternalisasi karakter dan kebiasaan positif pada generasi muda yang nantinya akan menjadi penerus estafet kepemimpinan bangsa.
Sayangnya, pendidikan karakter di Indonesia yang ditanamkan sejak bangku taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi dapat dikatakan kurang berhasil.
"Sebab, meski pendidikan agama, budi pekerti dan kewarganegaraan telah diajarkan sejak dini, namun nyatanya tidak mengubah kebiasaan buruk masyarakat," kata Rektor Univesitas Islam Indonesia (UII) Edy Suandi Hamid, di Yogyakarta, Rabu (25/12/2013).
"Hal ini tercermin dari banyaknya karakter negatif yang dijumpai di tengah masyarakat, seperti ketidakdisiplinan, budaya jam karet, suka melanggar peraturan, korupsi yang meluas serta penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum yang terkadang dianggap sebagai hal biasa," imbuhnya.
Edy menuturkan, tidak dapat dipungkiri jika pendidikan karakter di negeri ini baru sebatas diaplikasikan sebagai transfer ilmu tentang karakter, belum menyentuh pada aspek perilaku. Hal lain yang patut disayangkan, baik orang tua dan pejabat negeri cenderung tidak dapat menunjukkan teladan perilaku.
"Aspek pendidikan karakter kurang mendapat perhatian serius sehingga cenderung mengalami kegagalan di dunia pendidikan maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karenanya, perlu upaya untuk membangun pendidikan karakter secara serius sehingga karakter bangsa tidak semakin memburuk," imbuh Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) ini.
Sayangnya, pendidikan karakter di Indonesia yang ditanamkan sejak bangku taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi dapat dikatakan kurang berhasil.
"Sebab, meski pendidikan agama, budi pekerti dan kewarganegaraan telah diajarkan sejak dini, namun nyatanya tidak mengubah kebiasaan buruk masyarakat," kata Rektor Univesitas Islam Indonesia (UII) Edy Suandi Hamid, di Yogyakarta, Rabu (25/12/2013).
"Hal ini tercermin dari banyaknya karakter negatif yang dijumpai di tengah masyarakat, seperti ketidakdisiplinan, budaya jam karet, suka melanggar peraturan, korupsi yang meluas serta penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum yang terkadang dianggap sebagai hal biasa," imbuhnya.
Edy menuturkan, tidak dapat dipungkiri jika pendidikan karakter di negeri ini baru sebatas diaplikasikan sebagai transfer ilmu tentang karakter, belum menyentuh pada aspek perilaku. Hal lain yang patut disayangkan, baik orang tua dan pejabat negeri cenderung tidak dapat menunjukkan teladan perilaku.
"Aspek pendidikan karakter kurang mendapat perhatian serius sehingga cenderung mengalami kegagalan di dunia pendidikan maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karenanya, perlu upaya untuk membangun pendidikan karakter secara serius sehingga karakter bangsa tidak semakin memburuk," imbuh Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) ini.
(maf)