Sejarah lagu Malam Kudus
A
A
A
Sindonews.com - Kita tentu akan merasa sesuatu yang kurang kalau ada perayaan Natal tanpa menyanyikan Malam Kudus bukan? Terjemahan-terjemahan lagu Natal kesayangan itu sedikit berbeda satu dari yang lainnya, namun semuanya hampir serupa.
Hal itu berlaku juga dalam bahasa-bahasa asing. Lagu itu begitu sederhana, sehingga tidak perlu ada banyak selisih pendapat atau perbedaan kata dalam menterjemahkannya.
Malam Kudus sungguh merupakan lagu pilihan, karena dinyanyikan dan dikasihi di seluruh dunia. Bahkan musikus ternama rela memasukkannya pada acara konser dan piringan hitam mereka. Anehnya, nyanyian yang terkenal di seluruh dunia itu sesungguhnya berasal dari sebuah desa kecil di daerah pegunungan negeri Austria.
Berikut ini akan diceritakan bagaimana kisah lagu dibuat hingga menjadi nyanyian wajib umat Kristen di seluruh dunia ketika malam Natal.
Orgel yang rusak
Orgel di gereja desa Oberndorf sedang rusak. Tikus-tikus sudah mengunyah banyak bagian dalam dari orgel itu. Seorang tukang orgel telah dipanggil dari tempat lain. Tetapi menjelang Hari Natal tahun 1818, orgel itu masih belum selesai diperbaiki.
Sandiwara Natal terpaksa dipindahkan dari gedung gereja, karena bagian-bagian orgel yang sedang dibetulkan itu masih berserakan di lantai ruang kebaktian. Tentu tidak ada seorang pun yang mau kehilangan kesempatan melihat sandiwara Natal.
Pertunjukan itu akan dipentaskan oleh beberapa pemain kenamaan yang biasa mengadakan tour keliling. Drama Natal sudah menjadi tradisi di desa itu, sama seperti di desa-desa lainnya di negeri Austria. Untunglah, seorang pemilik kapal yang kaya raya mempunyai rumah besar di desa itu.
Ia pun mengundang para anggota gereja untuk menyaksikan sandiwara Natal itu di rumahnya. Tentu saja Josef Mohr, pendeta pembantu dari gereja itu, diundang pula. Pada malam tanggal 23 Desember, ia turut menyaksikan pertunjukan di rumah orang kaya itu.
Sesudah drama Natal itu selesai, Pendeta Mohr tidak terus pulang. Ia mendaki sebuah bukit kecil yang berdekatan. Dari puncaknya ia memandang jauh ke bawah, dan melihat desa di lembah yang disinari cahaya bintang yang gemerlapan.
Sungguh malam itu indah sekali, malam yang kudus, malam yang sunyi.
Hadiah Natal yang istimewa
Pendeta Mohr baru sampai ke rumah tengah malam. Tetapi ia belum juga siap tidur. Ia menyalakan lilin, lalu mulai menulis sebuah syair tentang apa yang telah dilihatnya dan dirasakannya pada malam itu. Keesokan harinya pendeta muda itu pergi ke rumah temannya.
Franz Gruber, yang masih muda, adalah kepala sekolah di desa Arnsdorf, yang terletak tiga kilometer jauhnya dari Oberndorf. Ia pun merangkap pemimpin musik di gereja yang dilayani oleh Josef Mohr. Pendeta Mohr lalu memberikan sehelai kertas lipatan kepada kawannya.
"Inilah hadiah Natal untukmu," katanya, "sebuah syair yang baru saja saya karang tadi malam." "Terima kasih, pendeta!" balas Franz Gruber. Setelah mereka berdua diam sejenak, pendeta muda itu bertanya: "Mungkin engkau dapat membuat lagunya, ya?"
Franz Gruber senang atas saran itu. Segera ia mulai bekerja dengan syair hasil karya Josef Mohr. Pada sore harinya, tukang orgel itu sudah cukup membersihkan ruang kebaktian sehingga gedung gereja dapat dipakai lagi. Tetapi orgel itu sendiri masih belum dapat digunakan. Penduduk desa berkumpul untuk merayakan malam Natal.
Dengan keheranan mereka menerima pengumuman, bahwa termasuk pada acara malam itu ada sebuah lagu Natal yang baru. Franz Gruber sudah membuat aransemen khusus dari lagu ciptaannya untuk dua suara, diiringi oleh gitar dan koor. Mulailah dia memetik senar pada gitar yang tergantung di pundaknya dengan tali hijau.
Lalu ia membawakan suara bas, sedangkan Josef Mohr menyanyikan suara tenor. Paduan suara gereja bergabung dengan duet itu pada saat-saat yang telah ditentukan. Dan untuk pertama kalinya lagu Malam Kudus diperdengarkan.
Lalu bagaimana tersebar?
Tukang orgel turut hadir dalam kebaktian Malam Natal itu. Ia senang sekali mendengarkan lagu Natal yang baru. Mulailah dia bersenandung, mengingat not-not melodi itu dan mengulang-ulangi kata-katanya. "Malam Kudus" masih tetap bergema dalam ingatannya pada saat ia selesai memperbaiki orgel Oderndorf, lalu pulang.
Sekarang masuklah beberapa tokoh baru dalam ceritanya, yaitu Strasser bersaudara. Keempat gadis Strasser itu adalah anak-anak seorang pembuat sarung tangan. Mereka berbakat luar biasa di bidang musik. Sewaktu masih kecil, keempat gadis cilik itu suka menyanyi di pasar, sedangkan ayah mereka menjual sarung tangan buatannya.
Banyak orang mulai memperhatikan mereka, dan bahkan memberi uang atas nyanyiannya. Demikian kecilnya permulaan karier keempat gadis Strasser itu, hanya sekedar menyanyi di pasar. Tetapi mereka cepat menjadi tenar. Mereka sempat berkeliling ke banyak kota.
Yang terutama mereka tonjolkan ialah lagu-lagu rakyat dari tanah air mereka, yakni dari daerah pegunungan negeri Austria. Tukang orgel tadi mampir ke rumah keempat Strasser bersaudara. Kepada mereka ia nyanyikan lagu Natal yang baru saja dipelajarinya dari kedua penciptanya di gereja desa itu.
Salah seorang penyanyi wanita menuliskan kata-kata dan not-not yang mereka dengarkan dari tukang orgel teman mereka. Dengan berbuat demikian mereka pun dapat menghafalkannya. Keempat wanita itu senang menambahkan Malam Kudus pada acara mereka.
Makin lama makin bayak orang yang mendengarnya, sehingga lagu Natal itu mulai dibawa ke negeri-negeri lain pula. Pernah seorang pemimpin konser terkenal mengundang keempat kakak-beradik dari keluarga Strasser itu untuk menghadiri konsernya.
Sebagai atraksi penutup acara yang tak diumumkan sebelumnya, ia pun memanggil keempat wanita itu untuk maju ke depan dan menyanyi. Antara lain, mereka menyanyikan Malam Kudus, yang oleh mereka diberi judul "Lagu dari Surga."
Raja dan ratu daerah Saksen menghadiri konser itu. Mereka mengundang rombongan penyanyi Strasser itu untuk datang ke istana pada malam Natal. Tentu di sanapun mereka membawakan lagu Malam Kudus.
Rahasia asal-usulnya
Lagu Natal yang indah itu umumnya dikenal hanya sebagai "lagu rakyat" saja. Tetapi sang raja ingin tahu siapakah pengarangnya. Pemimpin musik di istana, yaitu komponis besar Felix Mandelssohn juga tidak tahu tentang asal-usul lagu natal itu.
Sang raja mengirim seorang utusan khusus untuk menyelidiki rahasia itu. Utusannya hampir saja pulang dengan tangan kosong. Lalu secara kebetulan ia mendengarkan seekor burung piaraan yang sedang bersiul. Lagu siulannya tak lain ialah Malam Kudus.
Setelah utusan raja tahu bahwa burung itu dulu dibawa oleh seseorang dalam perjalanannya dari daerah pegunungan Austria, maka pergilah dia ke sana serta menyelidiki lebih jauh. Mula-mula ia menyangka bahwa barangkali ia akan menemukan lagu itu dalam naskah-naskah karangan Johann Michael Haydn, seorang komponis bangsa Austria yang terkenal.
Tetapi sia-sia semua penelitiannya. Akan tetapi usaha utusan raja itu telah menimbulkan rasa ingin tahu pada penduduk setempat. Seorang pemimpin koor anak-anak merasa bahwa salah seorang muridnya mungkin, pernah melatih burung yang pandai mengkidungkan Malam Kudus itu.
Maka ia menyembunyikan diri sambil bersiul meniru suara burung tersebut. Segera muncullah seorang anak laki-laki, mencari burung piarannya yang sudah lama lolos. Ternyata anak itu bernama Felix Gruber. Dan lagu yang sudah termasyur itu, yang dulu diajarkan kepada burung piaraannya, ditulis asli oleh ayahnya sendiri.
Demikianlah seorang bocah dan seekor burung turut mengambil peranan dalam menyatakan kepada dunia luar, siapakah sebenarnya yang mengarang "Lagu Natal dari Desa di Gunung" itu.
Tanda pengenal orang Kristen
Setelah satu abad lebih, Malam Kudus sesungguhnya menjadi milik bersama seluruh umat menusia. Bahkan lagu Natal itu pernah dipakai secara luar biasa, untuk menciptakan hubungan persahabatan antara orang-orang Kristen dari dua bangsa yang sangat berbeda bahasa dan latar belakangnya.
Pada waktu Natal tahun 1943, seluruh daerah Lautan Pasifik diliputi oleh Perang Dunia Kedua. Beberapa minggu setelah Hari Natal itu, sebuah pesawat terbang Amerika Serikat mengalami kerusakan yang hebat dalam peperangan, sehingga jatuh ke dalam samudra di dekat salah satu pulau Indonesia.
Kelima orang awak kapal itu, yang luka-luka semua, terapung-apung pada pecahan-pecahan kapalnya yang sudah tenggelam. Lalu nampak pada mereka beberapa perahu yang makin mendekat. Orang-orang yang asing bagi mereka mendayung dengan cepatnya dan menolong mereka masuk ke dalam perahu-perahu itu.
Penerbang-penerbang bangsa Amerika itu ragu-ragu dan curiga. Apakah orang-orang ini masih di bawah kuasa Jepang, musuh mereka? Apakah orang-orang ini belum beradab, dan hanya menarik mereka dari laut untuk memperlakukan mereka secara kejam?
Segala macam kekhawatiran terkilas pada pikiran mereka, karena mereka sama sekali tak dapat berbicara dalam bahasa para pendayung berkulit coklat itu. Sebaliknya, orang-orang tersebut sama sekali tak dapat berbicara dalam bahasa Inggris.
Rupa-rupanya tiada jalan untuk mengetahui dengan pasti, apakah tentara angkatan udara itu telah jatuh ke dalam tangan kawan atau lawan. Akhirnya, sesudah semua perahu itu mendarat di pantai, salah seorang penduduk pulau itu mulai menyanyikan Malam Kudus.
Kata-kata dalam bahasa Indonesia itu masih asing bagi para penerbang yang capai dan curiga. Tetapi lagunya segera mereka kenali. Dengan tersenyum tanda perasaan lega, turutlah mereka menyanyi dalam bahasa mereka sendiri. Insaflah mereka sekarang bahwa mereka sudah jatuh ke tangan orang-orang Kristen sesamanya, yang akan melindungi dan merawat mereka.
Lagu duniawi & surgawi
Bagaimana dengan sisa hidup kedua orang yang mula-mula menciptakan lagu Malam Kudus? Josef Mohr hidup dari tahun 1792 sampai tahun 1848. Franz Gruber hidup dari tahun 1787 sampai tahun 1863. Kedua orang itu terus melayani Tuhan bertahun-tahun lamanya dengan berbagai-bagai cara.
Namun sejauh pengetahuan orang, mereka tidak pernah menulis apa-apa lagi yang luar biasa. Nama-nama mereka pasti sudah dilupakan oleh dunia sekarang, kecuali satu kejadian yaitu pada masa muda mereka pernah bekerja sama untuk menghasilkan sebuah lagu pilihan.
Gereja kecil di Desa Oberndorf itu dilanda banjir pegunungan pada tahun 1899, sehingga hancur luluh. Sebuah gedung gereja yang baru sudah dibangun di sana. Di sebelah dalamnya ada pahatan dari marmer dan perunggu sebagai peringatan lagu Malam Kudus.
Pahatan itu menggambarkan Pendeta Mohr, seakan-akan ia sedang bersandar di jendela, melihat ke luar dari rumah Tuhan di surga. Tangannya ditaruh di telinga. Ia tersenyum sambil mendengar suara anak-anak di bumi yang sedang menyanyikan lagu Natal karangannya.
Di belakangnya berdiri Franz Gruber, yang juga tersenyum sambil memetik gitarnya. Sungguh tepat sekali kiasan dalam pahatan itu! Seolah-olah seisi dunia, juga seisi surga, turut menyanyikan "Lagu Natal dari Desa di Gunung."
(Sumber : Riwayat Lagu Pilihan dari Nyanyian Pujian)
Hal itu berlaku juga dalam bahasa-bahasa asing. Lagu itu begitu sederhana, sehingga tidak perlu ada banyak selisih pendapat atau perbedaan kata dalam menterjemahkannya.
Malam Kudus sungguh merupakan lagu pilihan, karena dinyanyikan dan dikasihi di seluruh dunia. Bahkan musikus ternama rela memasukkannya pada acara konser dan piringan hitam mereka. Anehnya, nyanyian yang terkenal di seluruh dunia itu sesungguhnya berasal dari sebuah desa kecil di daerah pegunungan negeri Austria.
Berikut ini akan diceritakan bagaimana kisah lagu dibuat hingga menjadi nyanyian wajib umat Kristen di seluruh dunia ketika malam Natal.
Orgel yang rusak
Orgel di gereja desa Oberndorf sedang rusak. Tikus-tikus sudah mengunyah banyak bagian dalam dari orgel itu. Seorang tukang orgel telah dipanggil dari tempat lain. Tetapi menjelang Hari Natal tahun 1818, orgel itu masih belum selesai diperbaiki.
Sandiwara Natal terpaksa dipindahkan dari gedung gereja, karena bagian-bagian orgel yang sedang dibetulkan itu masih berserakan di lantai ruang kebaktian. Tentu tidak ada seorang pun yang mau kehilangan kesempatan melihat sandiwara Natal.
Pertunjukan itu akan dipentaskan oleh beberapa pemain kenamaan yang biasa mengadakan tour keliling. Drama Natal sudah menjadi tradisi di desa itu, sama seperti di desa-desa lainnya di negeri Austria. Untunglah, seorang pemilik kapal yang kaya raya mempunyai rumah besar di desa itu.
Ia pun mengundang para anggota gereja untuk menyaksikan sandiwara Natal itu di rumahnya. Tentu saja Josef Mohr, pendeta pembantu dari gereja itu, diundang pula. Pada malam tanggal 23 Desember, ia turut menyaksikan pertunjukan di rumah orang kaya itu.
Sesudah drama Natal itu selesai, Pendeta Mohr tidak terus pulang. Ia mendaki sebuah bukit kecil yang berdekatan. Dari puncaknya ia memandang jauh ke bawah, dan melihat desa di lembah yang disinari cahaya bintang yang gemerlapan.
Sungguh malam itu indah sekali, malam yang kudus, malam yang sunyi.
Hadiah Natal yang istimewa
Pendeta Mohr baru sampai ke rumah tengah malam. Tetapi ia belum juga siap tidur. Ia menyalakan lilin, lalu mulai menulis sebuah syair tentang apa yang telah dilihatnya dan dirasakannya pada malam itu. Keesokan harinya pendeta muda itu pergi ke rumah temannya.
Franz Gruber, yang masih muda, adalah kepala sekolah di desa Arnsdorf, yang terletak tiga kilometer jauhnya dari Oberndorf. Ia pun merangkap pemimpin musik di gereja yang dilayani oleh Josef Mohr. Pendeta Mohr lalu memberikan sehelai kertas lipatan kepada kawannya.
"Inilah hadiah Natal untukmu," katanya, "sebuah syair yang baru saja saya karang tadi malam." "Terima kasih, pendeta!" balas Franz Gruber. Setelah mereka berdua diam sejenak, pendeta muda itu bertanya: "Mungkin engkau dapat membuat lagunya, ya?"
Franz Gruber senang atas saran itu. Segera ia mulai bekerja dengan syair hasil karya Josef Mohr. Pada sore harinya, tukang orgel itu sudah cukup membersihkan ruang kebaktian sehingga gedung gereja dapat dipakai lagi. Tetapi orgel itu sendiri masih belum dapat digunakan. Penduduk desa berkumpul untuk merayakan malam Natal.
Dengan keheranan mereka menerima pengumuman, bahwa termasuk pada acara malam itu ada sebuah lagu Natal yang baru. Franz Gruber sudah membuat aransemen khusus dari lagu ciptaannya untuk dua suara, diiringi oleh gitar dan koor. Mulailah dia memetik senar pada gitar yang tergantung di pundaknya dengan tali hijau.
Lalu ia membawakan suara bas, sedangkan Josef Mohr menyanyikan suara tenor. Paduan suara gereja bergabung dengan duet itu pada saat-saat yang telah ditentukan. Dan untuk pertama kalinya lagu Malam Kudus diperdengarkan.
Lalu bagaimana tersebar?
Tukang orgel turut hadir dalam kebaktian Malam Natal itu. Ia senang sekali mendengarkan lagu Natal yang baru. Mulailah dia bersenandung, mengingat not-not melodi itu dan mengulang-ulangi kata-katanya. "Malam Kudus" masih tetap bergema dalam ingatannya pada saat ia selesai memperbaiki orgel Oderndorf, lalu pulang.
Sekarang masuklah beberapa tokoh baru dalam ceritanya, yaitu Strasser bersaudara. Keempat gadis Strasser itu adalah anak-anak seorang pembuat sarung tangan. Mereka berbakat luar biasa di bidang musik. Sewaktu masih kecil, keempat gadis cilik itu suka menyanyi di pasar, sedangkan ayah mereka menjual sarung tangan buatannya.
Banyak orang mulai memperhatikan mereka, dan bahkan memberi uang atas nyanyiannya. Demikian kecilnya permulaan karier keempat gadis Strasser itu, hanya sekedar menyanyi di pasar. Tetapi mereka cepat menjadi tenar. Mereka sempat berkeliling ke banyak kota.
Yang terutama mereka tonjolkan ialah lagu-lagu rakyat dari tanah air mereka, yakni dari daerah pegunungan negeri Austria. Tukang orgel tadi mampir ke rumah keempat Strasser bersaudara. Kepada mereka ia nyanyikan lagu Natal yang baru saja dipelajarinya dari kedua penciptanya di gereja desa itu.
Salah seorang penyanyi wanita menuliskan kata-kata dan not-not yang mereka dengarkan dari tukang orgel teman mereka. Dengan berbuat demikian mereka pun dapat menghafalkannya. Keempat wanita itu senang menambahkan Malam Kudus pada acara mereka.
Makin lama makin bayak orang yang mendengarnya, sehingga lagu Natal itu mulai dibawa ke negeri-negeri lain pula. Pernah seorang pemimpin konser terkenal mengundang keempat kakak-beradik dari keluarga Strasser itu untuk menghadiri konsernya.
Sebagai atraksi penutup acara yang tak diumumkan sebelumnya, ia pun memanggil keempat wanita itu untuk maju ke depan dan menyanyi. Antara lain, mereka menyanyikan Malam Kudus, yang oleh mereka diberi judul "Lagu dari Surga."
Raja dan ratu daerah Saksen menghadiri konser itu. Mereka mengundang rombongan penyanyi Strasser itu untuk datang ke istana pada malam Natal. Tentu di sanapun mereka membawakan lagu Malam Kudus.
Rahasia asal-usulnya
Lagu Natal yang indah itu umumnya dikenal hanya sebagai "lagu rakyat" saja. Tetapi sang raja ingin tahu siapakah pengarangnya. Pemimpin musik di istana, yaitu komponis besar Felix Mandelssohn juga tidak tahu tentang asal-usul lagu natal itu.
Sang raja mengirim seorang utusan khusus untuk menyelidiki rahasia itu. Utusannya hampir saja pulang dengan tangan kosong. Lalu secara kebetulan ia mendengarkan seekor burung piaraan yang sedang bersiul. Lagu siulannya tak lain ialah Malam Kudus.
Setelah utusan raja tahu bahwa burung itu dulu dibawa oleh seseorang dalam perjalanannya dari daerah pegunungan Austria, maka pergilah dia ke sana serta menyelidiki lebih jauh. Mula-mula ia menyangka bahwa barangkali ia akan menemukan lagu itu dalam naskah-naskah karangan Johann Michael Haydn, seorang komponis bangsa Austria yang terkenal.
Tetapi sia-sia semua penelitiannya. Akan tetapi usaha utusan raja itu telah menimbulkan rasa ingin tahu pada penduduk setempat. Seorang pemimpin koor anak-anak merasa bahwa salah seorang muridnya mungkin, pernah melatih burung yang pandai mengkidungkan Malam Kudus itu.
Maka ia menyembunyikan diri sambil bersiul meniru suara burung tersebut. Segera muncullah seorang anak laki-laki, mencari burung piarannya yang sudah lama lolos. Ternyata anak itu bernama Felix Gruber. Dan lagu yang sudah termasyur itu, yang dulu diajarkan kepada burung piaraannya, ditulis asli oleh ayahnya sendiri.
Demikianlah seorang bocah dan seekor burung turut mengambil peranan dalam menyatakan kepada dunia luar, siapakah sebenarnya yang mengarang "Lagu Natal dari Desa di Gunung" itu.
Tanda pengenal orang Kristen
Setelah satu abad lebih, Malam Kudus sesungguhnya menjadi milik bersama seluruh umat menusia. Bahkan lagu Natal itu pernah dipakai secara luar biasa, untuk menciptakan hubungan persahabatan antara orang-orang Kristen dari dua bangsa yang sangat berbeda bahasa dan latar belakangnya.
Pada waktu Natal tahun 1943, seluruh daerah Lautan Pasifik diliputi oleh Perang Dunia Kedua. Beberapa minggu setelah Hari Natal itu, sebuah pesawat terbang Amerika Serikat mengalami kerusakan yang hebat dalam peperangan, sehingga jatuh ke dalam samudra di dekat salah satu pulau Indonesia.
Kelima orang awak kapal itu, yang luka-luka semua, terapung-apung pada pecahan-pecahan kapalnya yang sudah tenggelam. Lalu nampak pada mereka beberapa perahu yang makin mendekat. Orang-orang yang asing bagi mereka mendayung dengan cepatnya dan menolong mereka masuk ke dalam perahu-perahu itu.
Penerbang-penerbang bangsa Amerika itu ragu-ragu dan curiga. Apakah orang-orang ini masih di bawah kuasa Jepang, musuh mereka? Apakah orang-orang ini belum beradab, dan hanya menarik mereka dari laut untuk memperlakukan mereka secara kejam?
Segala macam kekhawatiran terkilas pada pikiran mereka, karena mereka sama sekali tak dapat berbicara dalam bahasa para pendayung berkulit coklat itu. Sebaliknya, orang-orang tersebut sama sekali tak dapat berbicara dalam bahasa Inggris.
Rupa-rupanya tiada jalan untuk mengetahui dengan pasti, apakah tentara angkatan udara itu telah jatuh ke dalam tangan kawan atau lawan. Akhirnya, sesudah semua perahu itu mendarat di pantai, salah seorang penduduk pulau itu mulai menyanyikan Malam Kudus.
Kata-kata dalam bahasa Indonesia itu masih asing bagi para penerbang yang capai dan curiga. Tetapi lagunya segera mereka kenali. Dengan tersenyum tanda perasaan lega, turutlah mereka menyanyi dalam bahasa mereka sendiri. Insaflah mereka sekarang bahwa mereka sudah jatuh ke tangan orang-orang Kristen sesamanya, yang akan melindungi dan merawat mereka.
Lagu duniawi & surgawi
Bagaimana dengan sisa hidup kedua orang yang mula-mula menciptakan lagu Malam Kudus? Josef Mohr hidup dari tahun 1792 sampai tahun 1848. Franz Gruber hidup dari tahun 1787 sampai tahun 1863. Kedua orang itu terus melayani Tuhan bertahun-tahun lamanya dengan berbagai-bagai cara.
Namun sejauh pengetahuan orang, mereka tidak pernah menulis apa-apa lagi yang luar biasa. Nama-nama mereka pasti sudah dilupakan oleh dunia sekarang, kecuali satu kejadian yaitu pada masa muda mereka pernah bekerja sama untuk menghasilkan sebuah lagu pilihan.
Gereja kecil di Desa Oberndorf itu dilanda banjir pegunungan pada tahun 1899, sehingga hancur luluh. Sebuah gedung gereja yang baru sudah dibangun di sana. Di sebelah dalamnya ada pahatan dari marmer dan perunggu sebagai peringatan lagu Malam Kudus.
Pahatan itu menggambarkan Pendeta Mohr, seakan-akan ia sedang bersandar di jendela, melihat ke luar dari rumah Tuhan di surga. Tangannya ditaruh di telinga. Ia tersenyum sambil mendengar suara anak-anak di bumi yang sedang menyanyikan lagu Natal karangannya.
Di belakangnya berdiri Franz Gruber, yang juga tersenyum sambil memetik gitarnya. Sungguh tepat sekali kiasan dalam pahatan itu! Seolah-olah seisi dunia, juga seisi surga, turut menyanyikan "Lagu Natal dari Desa di Gunung."
(Sumber : Riwayat Lagu Pilihan dari Nyanyian Pujian)
(kri)